Tiga Paket Kebijakan BPTJ Tangani Penumpukan Penumpang Dampak Ganjil Genap di Jakarta
Pada hari pertama penerapan ganjil genap, Dishub DKI Jakarta belum melihat ada kenaikan penumpang angkutan umum yang signifikan. Sementara BPTJ menyiapkan kebijakan untuk menyiasati penumpukan penumpang di KRL.
Oleh
Helena F Nababan
·7 menit baca
Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek atau BPTJ Kementerian Perhubungan memutuskan untuk menerapkan paket kebijakan yang lebih komprehensif guna menangani fenomena penumpukan penumpang KRL Jabodetabek pada waktu tertentu khususnya di wilayah Bogor. Ada tiga paket kebijakan yang diambil berdasarkan pemetaan karakteristik penumpang KRL.
Dijelaskan Kepala BPTJ Polana B Pramesti, penumpukan yang terjadi sejak adaptasi kebiasaan baru atau AKB tersebut merupakan konsekuensi dari penegakan protokol kesehatan di KRL yang menuntut kewajiban pengurangan kapasitas. Sementara pada sisi lain, meski masih berlaku kebijakan pengaturan permintaan, pada kenyataannya aktivitas pelaju masih cukup signifikan pada waktu tertentu sehingga sering terjadi penumpukan penumpang yang tidak terakomodasi KRL.
Sejauh ini kebijakan pemerintah untuk menangani permasalahan tersebut adalah menyediakan bus gratis setiap Jumat sore dan Senin pagi yang telah dilakukan sejak Mei 2020 lalu. Dalam perjalanannya setelah dilakukan evaluasi, dipandang perlu kebijakan yang lebih komprehensif agar terwujud solusi yang berkelanjutan terhadap permasalahan tersebut.
Polana menjelaskan, dari evaluasi yang melibatkan berbagai pihak diantaranya para pakar/pemerhati transportasi telah berhasil dipetakan karakteristik pengguna KRL. ”Hasil pemetaan ini menjadi landasan kami dalam menyusun kebijakan yang lebih menyeluruh dan tentunya juga mempertimbangkan kemungkinan pandemi masih berlangsung lama,” ujar Polana.
Hasil pemetaan yang dilakukan menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat pengguna KRL cukup beragam. Hal itu mulai dari kalangan status sosial ekonomi bawah hingga status sosial ekonomi menengah.
Mereka yang berasal dari status sosial ekonomi bawah memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sarana transportasi KRL karena harga tiket yang terjangkau bagi mereka. Sementara itu ternyata terdapat juga pengguna KRL dari kalangan status sosial menengah yang mau dan mampu memanfaatkan layanan komuter selain KRL dengan harga tiket yang lebih tinggi asal sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
Kebijakan yang diambil harus mampu menjamin ketersediaan layanan transportasi dengan tetap menegakkan protokol kesehatan, menjangkau keseluruhan segmen masyarakat, serta berdampak positif pada aspek keberlanjutan layanan transportasi itu sendiri. (Polana B Pramesti)
Oleh karena itu, kebijakan yang diambil, menurut Polana, pada prinsipnya harus mampu menjamin ketersediaan layanan transportasi dengan tetap menegakkan protokol kesehatan, menjangkau keseluruhan segmen masyarakat, serta berdampak positif pada aspek keberlanjutan layanan transportasi itu sendiri.
Menurut Polana, ada tiga paket kebijakan yang siap diterapkan. Pertama adalah pengurangan secara bertahap layanan bus gratis bagi pengguna KRL hingga Desember 2020. Bus gratis tetap dipertahankan hingga akhir tahun 2020, namun keberadaanya secara bertahap akan dikurangi.
Langkah ini terutama untuk mengakomodasi kelompok masyarakat yang sangat bergantung pada KRL karena kemampuan finansial yang terbatas, manakala mereka tidak tertampung sarana KRL karena keharusan penegakan protokol kesehatan. Pengurangan bus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan dinamika kondisi yang terjadi di setiap saat.
Kebijakan kedua, lanjut Polana, adalah penyediaan dan peningkatan layanan bus JR Connexion di wilayah Bogor dan sekitarnya. Kebijakan ini ditujukan untuk mengakomodasi kelompok pengguna KRL yang memiliki kemampuan finansial lebih untuk memanfaatkan moda lain manakala mereka tidak terakomodasi KRL.
Layanan bus Jabodetabek Residence Connexion (JR Connexion) merupakan layanan bus jemput bola dengan titik pemberangkatan dari tempat yang
berdekatan dengan pemukiman calon penumpang menuju titik-titik tertentu di Jakarta. Sifat layanan bus ini adalah point to point, pada pagi hari (jam berangkat kantor) dari daerah pemukiman menuju titik tertentu di Jakarta dan pada sore hari (jam pulang kantor) dari titik tertentu di Jakarta menuju pemukiman yang menjadi tujuan asal layanan tersebut.
Dalam 2 minggu terakhir telah diluncurkan layanan baru JR Connexion di Sentul City (Kabupaten Bogor) serta di Perumahan Taman Sari Persada (Kota Bogor). Peluncuran di Taman Sari Persada ini merupakan yang pertama di Kota Bogor, yang akan berlanjut dengan peluncuran JR Connexion di area permukiman sekitar Stasiun Bogor pada Senin 3 Agustus 2020. Saat ini masih terus berlangsung penjajakan untuk membuka rute-rute baru JR Connexion di wilayah Kota Bogor.
Sementara kebijakan ketiga adalah penataan angkot terintegrasi dengan Transjabodetabek. BPTJ saat ini tengah meminta kepada semua pemerintah kota/kabupaten di Jabodetabek, tidak terkecuali Bogor, untuk mengajukan skema subdisi kepada pemerintah pusat guna penataan angkot di wilayah masing agar dapat terintegrasi dengan layanan Transjabodetabek.
Seperti halnya yang terjadi di Kota Bogor, sebenarnya saat ini sudah terdapat layanan bus Transjabodetabek dari Terminal Bus Baranangsiang dan Terminal Bubulak menuju terminal-terminal bus yang ada di DKI Jakarta dan bahkan Bekasi. Jika Transjabodetabek ini dapat terintegrasi dengan baik secara sistem dengan angkot yang ada di Kota Bogor, maka akan dapat diandalkan menjadi angkutan alternatif.
Apalagi, sebagai angkutan umum reguler berjadwal, Transjabodetabek yang di Kota Bogor ini sangat memungkinkan untuk diberikan subsidi sehingga tarifnya lebih terjangkau lagi. ”Jika hal ini dapat terealisasikan pada tahun depan, dapat menjadi alternatif moda bagi pengguna KRL yang memiliki keterbatasan finansial mengingat bus gratis hanya berlangsung hingga akhir tahun ini,” kata Polana.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta memastikan, pada hari pertama penerapan kebijakan ganjil genap belum ada kenaikan signifikan jumlah penumpang angkutan umum. Sementara Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek tengah memikirkan untuk mengurangi layanan bus gratis untuk mengurangi mobilitas.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo yang ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (3/8/2020), menjelaskan, pada pemantauan ganjil genap hari pertama, khususnya di angkutan umum, tidak ada kenaikan penumpang yang signifikan.
Berdasarkan data yang didapatkan, Senin pagi kemarin, pada Senin pekan lalu (27/7/2020) jumlah penumpang Transjakarta dari pukul 05.00-09.00 sebanyak 91.300 orang. Pada Senin (3/8/2020) pada jam yang sama, jumlah penumpang 91.450 orang.
”Artinya, angkanya naik sedikit walaupun kami sudah menyiapkan antisipasi dengan penyediaan tambahan 25 persen jumlah bus yang sebelumnya beroperasi di 10 koridor transjakarta. Artinya jumlah bus memadai,” ujar Syafrin.
Tidak terjadinya peningkatan penumpang pada Senin pagi kemarin juga terjadi di KRL. Seperti yang dijelaskan melalui keterangan tertulisnya, VP Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) Erni Sylvianne Purba menjelaskan, pada Senin (3/8/2020) pagi jumlah penumpang terpantau relatif stabil.
Jumlah pengguna hingga pukul 07.00 tidak berbeda jauh dengan situasi penumpang pada Senin (27/7/2020) lalu. ”Meskipun Senin ini bertepatan dengan hari kerja pertama seusai libur akhir pekan panjang Idul Adha, dan perpanjangan PSBB Transisi DKI Jakarta yang menerapkan kembali aturan ganjil genap di 25 ruas jalan, jumlah penumpang tidak jauh berbeda,” ujar Purba.
Dari data tiket elektronik PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) pada Senin kemarin hingga pukul 07.00, jumlah pengguna KRL secara keseluruhan tercatat 71.325 pengguna. Angka ini tidak jauh berbeda dari Senin pekan lalu pada waktu yang sama dimana terdapat 72.529 pengguna.
Sejumlah stasiun yang hingga pukul 07.00 meningkat penggunanya, antara lain, stasiun Bogor, Bojonggede, dan Rangkasbitung. Di Stasiun Bogor pada Senin pagi terdapat 6.919 pengguna (naik 6 persen dibandingkan waktu yang sama pekan lalu), di Stasiun Bojonggede 5.529 pengguna (naik 3 persen), dan di Stasiun Rangkasbitung tercatat 2.301 pengguna (naik 27 persen).
”Meski ada peningkatan, di stasiun-stasiun lainnya jumlah pengguna cenderung stabil sehingga situasi di stasiun pagi ini tetap tertib, tidak terdapat lonjakan jumlah pengguna maupun antrean yang melebihi hari-hari sebelumnya,” ujar Purba.
Menurut Purba, hal itu dimungkinkan karena adanya penambahan jumlah perjalanan hingga menjadi total 971 perjalanan KRL mulai 1 Agustus lalu. Untuk itu, PT KCI meminta para pengguna mengikuti imbauan untuk mengatur perjalanannya dengan memanfaatkan akhir pekan untuk kembali ke Jakarta atau lokasi aktivitasnya, serta sebisa mungkin menghindari jam sibuk.
Syafrin menambahkan, selain volume penumpang, untuk volume lalu lintas masih dalam perhitungan. ”Tadi saya keliling dari timur lalu ke selatan, itu terlihat volume lalu lintas cukup lancar. Sedang dihitung angkanya,” ujar Syafrin.
Ganjil genap kali ini untuk mendukung agar perusahaan memberlakukan 50 persen WFH. Pada hari pertama Senin (3/8/2020), dampak ganjil genap belum terpantau memacu kenaikan jumlah penumpang angkutan umum. Arus lalu lintas pun terbilang lancar. (Syafrin Liputo)
Syafrin juga menegaskan, tujuan pemberlakukan ganjil genap sebelum masa pandemi Covid-19 itu berbeda saat Covid-19. Sebelum Covid-19, tujuannya memindahkan orang dari kendaraan pribadi ke angkutan umum.
”Tapi, saat ini tujuannya bukan itu, tujuannya adalah mengefektifkan kebijakan yang sudah dibuat DKI secara holistik. Sejak dari hulu sampai hilir, DKI telah menyusun regulasi sedemikian komprehensifnya melalui Pergub 51/2020. Di hulu kita sudah mengatur pengaturan terkait orang bekerja, 50 persenya WFH. Karena ini pandemi di masa Covid-19, 50 persen orang bekerja di rumah dan 50 persen masuk kantor. Yang masuk kantor juga kita minta dibagi jadi 2 sif. Harapanya dengan pola itu tidak terjadi kepadatan, tidak terjadi pergerakan orang tidak penting,” papar Syafrin.