Kewaspadaan Bahaya Covid-19 Kendur, Mobilitas Warga Makin Dinamis
Di tengah meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19, kewaspadaan publik malah mengendur. Kenakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan pakai sabun masih akan berlangsung dalam keseharian kita hingga setahun ke depan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kewaspadaan masyarakat akan bahaya Covid-19 kian mengendur seiring pelonggaran aktivitas warga. Hasilnya kluster-kluster baru terus bermunculan, termasuk di kawasan perkantoran. Uji coba vaksin yang tengah berlangsung tidak berarti pandemi sudah terkendali.
Rabu (12/8/2020) siang, pekerja lalu lalang di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Para pekerja itu membeli makan siang di kedai atau warung sekitar perkantoran ataupun sekadar merokok dan membeli kopi di pedagang kopi keliling. Mereka umumnya dalam kelompok kecil 3-5 orang. Ada yang mengenakan masker dan pelindung wajah, hanya kenakan masker, posisi masker tidak tepat karena menutup dagu, dan tidak kenakan masker.
Situasi itu seakan lumrah saat kasus positif Covid-19 terus bermunculan di perkantoran. Contohnya Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusi menutup salah satu gedung di Jakarta selama 10 hari terhitung mulai 12-21 Agustus. Penutupan setelah ada temuan kasus positif Covid-19.
Sebelumnya Perusahaan Umum LKBN Antara menutup Lantai 19 dan 20 Wisma Antara selama satu hari pada Selasa (11/8/2020). Penutupan setelah ada temuan kasus positif Covid-19. Selama penutupan, petugas mendisinfeksi ruangan-ruangan di kantor.
Menurut Kepala Departemen Epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko, pelonggaran aktivitas warga untuk menggerakkan roda ekonomi tidak sejalan dengan berbagai kebijakan penanggulan Covid-19. Tidak heran warga semakin abai pada protokol kesehatan saat beraktivitas khususnya di luar rumah.
”Pandemi sudah berjalan lima bulan. Seharusnya terbentuk kesadaran bahwa ini (pandemi) masih panjang, bahkan sampai 1,5 tahun ke depan. Selama itu wajib terapkan protokol kesehatan,” ujar Tri.
Pemerintah dan pengelola perkantoran sebaiknya mengevaluasi aktivitas perkantoran. Salah satunya belajar dari kasus positif Covid-19 aparatur sipil negara di Kota Bogor, Jawa Barat.
Tri mengatakan, mereka rata-rata bermobilitas dengan kendaraan pribadi. Penelusuran kontak menunjukkan penularan terjadi saat interaksi dengan rekan kerja di kantor, bukan dari rumah. Itu artinya penularan bisa terjadi selama jam kerja atau saat jam istirahat.
Contoh lainnya tidak ada batasan antara pasien Covid-19 dan pasien umum. Salah satunya di rumah sakit umum daerah di Jakarta Selatan. Menurut Tri, tidak ada pemisahan akses masuk pasien Covid-19 dan pasien umum. Petugas hanya mendisinfeksi area akses masuk tersebut.
Pandemi sudah berjalan lima bulan. Seharusnya terbentuk kesadaran bahwa ini pandemi masih panjang, bahkan sampai 1,5 tahun ke depan. Selama itu wajib terapkan protokol kesehatan
Situasi terkini harus dibarengi penelusuran kontak yang tepat supaya ketahuan paparan virus terjadi di mana. Selanjutnya komunikasi risiko yang tepat kepada warga supaya lebih awas. ”Jika tidak akan semakin berbahaya. Misalnya akan semakin banyak kasus orang tanpa gejala,” ucapnya.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Budi Haryanto mengingatkan bahwa setiap orang sering lengah menerapkan protokol kesehatan saat beraktivitas. Misalnya pekerja rentan terpapar selama berangkat dari rumah ke kantor. Saat itu terjadi perjumpaan dengan orang yang berbeda-beda.
Kerentanan bertambah saat jam istirahat ketika makan dan merokok. Pada jam istirahat acap kali bergerombol sehingga sulit menjaga jarak. ”Kita berpikir tidak berbahaya sehingga kadang-kadang lepas kontrol (lupa protokol kesehatan,” kata Budi.
Lupa pada protokol kesehatan juga sering terjadi saat mengobrol. Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan, obrolan selama lima menit menghasilkan sekitar 3.000 partikel droplet. Partikel-partikel tersebut berukuran 10-12 mikrogram sehingga setiap orang sangat rentan terpapar virus.
”Minimalkan ngobrol karena partikel virus masuk melalui hidung dan mulut kalau terhirup, termasuk ketika mengusap wajah, hidung, dan mata,” ujar Syahrizal.