Dalam Dua Minggu, Covid-19 Kluster Industri Bekasi Capai 300 Kasus
Jumlah karyawan PT LG Electronics di Bekasi yang terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 242 kasus. Perusahaan butuh solusi demi meminimalkan penularan di lingkungan kerja.
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Mobilitas warga Jabodetabek yang kian tak terkendalikan menjadi pemicu ledakan kasus baru Covid-19 di kawasan industri Kabupaten Bekasi. Hingga Rabu (26/8/2020), jumlah kasus aktif Covid-19 dari kluster industri di daerah itu mencapai 300 kasus. Karyawan PT LG Electronics Indonesia menjadi penyumbang terbanyak, yakni mencapai 242 kasus.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Irfan Maulana mengatakan, penularan di kawasan industri Kabupaten Bekasi bersifat sporadis dan didominasi kasus impor. Ini terjadi lantaran karyawan yang bekerja di kawasan industri tempat tinggalnya menyebar, yakni di DKI Jakarta, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.
”Upaya antisipasi tidak bisa sendiri. Ini harus dilakukan secara struktural, mulai dari kawasan industri, pemerintah daerah, hingga pelaku usaha. Kami sudah melakukan upaya maksimal,” kata Irfan, Rabu, dalam konferensi pers di Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi.
Dari data Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi, selama dua minggu terakhir jumlah kasus aktif Covid-19 dari kluster industri di daerah itu mencapai 300 kasus aktif. Kasus terbanyak berasal dari karyawan PT LG Electronics yang berlokasi di Kawasan Industri MM2100 di Cikarang Barat.
Kasus di salah satu pabrik elektronik itu pertama kali muncul pada 18 Agustus 2020 saat salah satu karyawannya sakit dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ia kemudian menjalani tes usap tenggorokan. Sebelum hasil tes usap itu keluar, karyawan tersebut meninggal pada 19 Agustus 2020.
”Tanggal 20 Agustus, hasil tes usap karyawan itu keluar (positif Covid-19). Pihak perusahaan kemudian melapor kepada kami dan mereka berinisiatif menggelar tes massal mandiri untuk seluruh karyawan yang berjumlah 776 orang. Kami apresiasi apa yang dilakukan manajemen LG karena inisiatif menggelar tes usap. Itu luar biasa,” kata Irfan.
Dari 776 karyawan yang menjalani tes usap, 242 orang dinyatakan positif Covid-19. Proses pelacakan dan tes di lingkungan keluarga karyawan saat ini masih berjalan. Pelacakan keluarga karyawan yang tinggal di Kabupaten Bekasi dilaksanakan oleh Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi. Sementara itu, terhadap keluarga karyawan yang tinggal di Kota Bekasi dan DKI Jakarta, pelacakan dilakukan satuan tugas Covid-19 daerah masing-masing.
Kami apresiasi apa yang dilakukan oleh manajemen LG karena inisiatif menggelar tes usap massal terhadap karyawannya. Itu luar biasa. (Irfan Maulana)
Utamakan keselamatan
General Manager PT LG Electronics Indonesia Budi Hartono mengatakan, seluruh tindakan yang diambil perusahaan selalu dikoordinasikan dengan pemerintah. Semua karyawan yang terinfeksi sudah ditangani, baik yang dirawat maupun menjalani isolasi mandiri dengan pengawasan ketat.
”Sejak Senin (24/8/2020), kami stop beroperasi. Sekarang kami fokus pada pemulihan kesehatan karyawan dan juga perbaikan-perbaikan yang akan dilakukan,” kata Budi.
Budi menambahkan, perusahaan memberikan jaminan kesehatan kepada semua karyawan sebelum kembali membuka kegiatan operasional perusahaan. Pembukaan kembali operasional perusahaan didasarkan persetujuan dari Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi.
”Kami harapkan akan bisa beroperasi kembali setelah kami bisa memastikan keamanan untuk karyawan. Kami fokus pada perbaikan-perbaikan sesuai arahan pemerintah. Semua dipastikan dulu, baru kami beroperasi," tutur Budi.
Irfan menambahkan, pembukaan kembali pabrik LG menunggu hasil pemaparan dari perusahaan terkait langkah-langkah perbaikan di lingkungan kerja perusahaan. Sejauh ini, LG memutuskan menutup operasional perusahaan selama sembilan hari.
”Mereka sudah menyampaikan langkah-langkah perbaikan hari ini. Akan kami evaluasi karena untuk kembali membuka butuh persetujuan satuan tugas,” kata Irfan.
Perusahaan butuh solusi
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Bekasi Sutomo saat dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya akan segera menggelar pertemuan dengan Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi pada 3 September 2020. Pertemuan ini untuk menyampaikan prosedur pelaporan jika ada karyawan perusahaan yang ditemukan positif Covid-19.
”Selama ini sebagian besar teman di industri merasa takut melapor karena takut perusahaan ditutup. Akhirnya perusahaan maunya rahasia dan karena rahasia, tidak dikelola dengan baik, maka menempel ke semua karyawan,” katanya.
Oleh karena itu, kata Sutomo, pemerintah diminta memberikan jaminan bahwa ketika perusahaan melaporkan kasus Covid-19 dari lingkungan perusahaan sejak awal, tidak ada penutupan aktivitas usaha. Jadi, langkah yang perlu dicarikan solusinya bersama adalah memutus mata rantai penularan di lingkungan perusahaan tanpa mengorbankan aktivitas produksi di kawasan industri.
”Penjelasan detail dari pemerintah ini akan menjadi pencerahan bagi kami. Sebab, selama ini tes di perusahaan jalan. Hanya langkah melapor yang belum jalan dan ketika sudah ada kasus, baru terbongkar semuanya,” katanya.
Pihak perusahaan diklaim sudah menerapkan protokol kesehatan secara ketat di lingkungan perusahaan. Namun, mereka memiliki keterbatasan mengawasi aktivitas karyawan di luar perusahaan karena aktivitas karyawan di dalam perusahaan hanya delapan jam.
Pihak perusahaan diklaim sudah menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Namun, mereka memiliki keterbatasan mengawasi aktivitas karyawan di luar perusahaan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi Suhup juga menyoroti ketidakterbukaan informasi dari perusahaan saat ada karyawan di lingkungan perusahaan yang ditemukan positif Covid-19. Ketidakterbukaan informasi ini sering kali menyebabkan terjadi ledakan kasus di lingkungan perusahaan hingga penularan meluas sampai ke lingkungan keluarga.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi juga meminta perusahaan membuat aplikasi pantau pekerja. Aplikasi itu bertujuan mengawasi karyawan perusahaan saat berada di luar lingkungan perusahaan.
”Aplikasi pantau pekerja itu diserahkan kepada perusahaan. Ternyata, memang ada yang melakukan, ada yang tidak,” ucap Suhup.