Kematian akibat Covid-19 Tinggi, Pemerintah Masifkan Pendisiplinan Masker se-Indonesia
Hal yang berbeda antara operasi yustisi masker sekarang dengan pendisiplinan masyarakat oleh TNI, Polri, dan pemerintah daerah sebelumnya, yakni pelibatan jaksa dan hakim untuk pengawasan kepatuhan warga memakai masker.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Rasio kematian dibanding jumlah kasus positif Covid-19 di Tanah Air masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata dunia. Karena itu, pemerintah menyiapkan personel TNI, Polri, Satuan Polisi Pamong Praja, jaksa, dan hakim untuk bersama-sama memasifkan pendisiplinan penggunaan masker se-Indonesia hingga tingkat kelurahan dan desa.
Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir menyebutkan, Presiden Joko Widodo mengarahkan agar 83.000 titik kelurahan dan desa harus menjadi ujung dari penyelesaian masalah. Karena itu, pendisiplinan penggunaan masker, termasuk penerapan sanksi jika dibutuhkan, digencarkan hingga ke level kelurahan dan desa.
“Memang hal ini tidak mudah, dan kadang-kadang ada persepsi pemerintah ingin meningkatkan kegiatan yang represif,” tutur Erick yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara, Kamis (10/9/2020) di Jakarta, dalam acara Pembagian Masker secara Serentak, Kampanye Jaga Jarak, Hindari Kerumunan dalam Rangka Operasi Yustisi Penggunaan Masker dan Pilkada 2020 yang Aman, Damai, dan Sehat.
Namun, Erick mengatakan, peningkatan kedisiplinan masyarakat dibutuhkan mengingat kematian akibat penularan SARS-CoV-2 terus naik. Rasio kematian dibanding kasus positif (CFR) di Indonesia memang terus turun, dari 9 persen pada April menjadi 4 persen September ini. Namun, angkanya masih lebih tinggi dibanding CFR dunia, yang 3,27 persen.
Korban terus berjatuhan, membuat semakin banyak warga kehilangan anggota keluarganya. “Bahkan, Indonesia kehilangan tokoh-tokoh besar, para pemikir, yang tidak mudah digantikan,” ujar Erick.
Presiden Joko Widodo mengarahkan agar 83.000 titik kelurahan dan desa harus menjadi ujung dari penyelesaian masalah. Karena itu, pendisiplinan penggunaan masker, termasuk penerapan sanksi jika dibutuhkan, digencarkan hingga ke level kelurahan dan desa.
Wakil Kepala Polri sekaligus Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan Covid-19 dan PEN, Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono, menambahkan, hal yang berbeda antara operasi yustisi masker sekarang dan pendisiplinan masyarakat oleh TNI, Polri, dan pemerintah daerah sebelumnya, yakni pelibatan jaksa dan hakim untuk pengawasan. Selain itu, ia menjanjikan sanksi bakal lebih tegas dijatuhkan terhadap pelanggar pemakaian masker.
Pengawasan berjalan sepanjang hari. Jika ada daerah yang menerapkan jam malam, tim akan merancang jadwal patroli setiap malam. Gatot menuturkan, komite bakal berkoordinasi dengan pemda-pemda untuk memetakan area kluster yang rawan penularan, termasuk pasar dan perkantoran jika ada, agar petugas gabungan berjaga di sana.
Gatot juga berharap tokoh atau organisasi masyarakat terlibat sebagai penegak disiplin internal di area tempat tinggal atau kerjanya. “Di pasar, misalnya, di sana kan ada “jeger-jeger”-nya. Kami harapkan menerapkan disiplin, tetapi tetap diarahkan oleh TNI dan Polri dengan cara-cara humanis. Kalau tidak mampu pendisiplinan, maka nanti kami akan lakukan dengan operasi yustisi,” ucapnya.
Penggunaan masker merupakan salah satu kunci pencegahan penyebaran Covid-19, seperti sudah ditunjukkan dalam sejumlah studi. Contohnya, kajian peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge Amerika Serikat, Lydia Bourouiba, menemukan bahwa dalam situasi tertentu, terutama di ruang tertutup, pemakaian masker mengurangi risiko karena cairan pembawa virus bisa melayang di udara rentang lebih jauh dari perkiraan.
”Masker tipis tidak melindungi dari menghirup partikel terkecil di udara karena tidak memberi penyaringan, tapi berpotensi mengalihkan awan (tetesan) yang dipancarkan dengan momentum tinggi ke samping alih-alih masuk ke mulut,” ujar Bourouiba (Kompas, 3/4/2020).
Data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Rabu (9/9/2020), ada tambahan 3.307 kasus positif se-Indonesia, sehingga sejak awal pandemi ada total 203.342 kasus positif Covid-19. Total 8.336 orang meninggal dunia, bertambah 106 orang dibanding data hari Selasa (8/9/2020).
Di DKI Jakarta, ada tambahan 1.026 kasus positif berdasarkan data kemarin Rabu dari corona.jakarta.go.id, membuat Ibu Kota memiliki total 49.837 kasus positif sejak awal wabah. Tingkat kematian 2,7 persen dengan jumlah 1.347 orang yang meninggal (bertambah 17 orang dibanding data Selasa).
Persentase kasus positif (hasil positif dibanding jumlah orang yang dites dengan metode reaksi rantai polimerase) sepekan terakhir di DKI 12,2 persen, cenderung terus naik dibanding pekan-pekan sebelumnya. Yang jadi masalah, pertambahan kasus bersiap menyalip ketersediaan tempat perawatan penderita.
Karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota kembali ketat seperti awal. ”Melihat keadaan darurat ini, tidak ada pilihan. Dalam rapat forkopimda (forum komunikasi pimpinan daerah) Rabu sore, kita akan menarik rem darurat. Itu artinya kembali ke PSBB, seperti masa awal pandemi dulu, bukan lagi PSBB transisi, tetapi PSBB awal,” kata Gubernur DKI Anies Baswedan (Kompas, 10/9/2020).
Ketentuan seperti PSBB awal melibatkan sejumlah pembatasan transportasi, antara lain jumlah penumpang kendaraan roda empat tidak boleh lebih lebih dari 50 persen kapasitas angkut mobil, pengendara sepeda motor yang berboncengan wajib satu alamat, dan ojek daring tidak boleh angkut penumpang. Terkait itu, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo menyatakan masih menunggu aturan resmi dari Pemprov DKI.
“Kami harus melihat dulu, kembali ke PSBB awal itu mengacu ke pergub (peraturan gubernur) yang dahulu atau akan ada pergub baru,” tutur Sambodo. Soal penghentian sementara kebijakan pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap, ia juga menunggu kejelasan setelah pernyataan Anies Rabu lalu. Kamis ini, ganjil genap masih berlaku.