Waspada Modus Penipuan Hasil Tes Cepat di Bandara Soekarno-Hatta
Kasus penipuan hasil tes cepat Covid-19 berpotensi terulang. Penipuan bisa dicegah jika masyarakat teliti dan meminta hasil tes secara tertulis kepada tenaga kesehatan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kasus penipuan hasil tes cepat di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih teliti ketika menerima hasil tes dari tenaga kesehatan. Konfirmasi kepada banyak pihak dan meminta hasil tes secara tertulis menjadi salah satu cara agar terhindar menjadi korban penipuan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banten Budi Suhendar meminta masyarakat agar lebih teliti ketika menerima hasil tes cepat. Sebab, ada potensi hasil tes cepat dipergunakan oknum tenaga kesehatan untuk menipu warga.
Budi mengatakan, masyarakat sebisa mungkin jangan hanya berhubungan dengan satu tenaga kesehatan ketika menerima atau melaksanakan tes Covid-19. Selain itu, masyarakat sebaiknya tidak menerima begitu saja hasil tes, tetapi bisa mempertanyakan lebih lanjut kepada tenaga kesehatan.
”Warga punya hak untuk meminta hasil tes secara tertulis. Kalau bisa sebaiknya konfirmasi dulu ke banyak pihak sebelum memercayai hasil tes,” kata Budi dihubungi dari Tangerang, Senin (28/9/2020).
Apabila prinsip kehati-hatian itu tidak diterapkan, Budi khawatir insiden penipuan hasi tes cepat kembali terulang. Insiden penipuan hasil tes cepat sebelumnya dialami LHI (23), seorang penumpang di Bandara Soekarno-Hatta saat hendak bepergian ke Nias, Sumatera Utara, pada 13 September 2020.
Warga punya hak untuk meminta hasil tes secara tertulis.
Saat itu, hasil tes cepat LHI sebagai salah satu syarat menumpang pesawat disembunyikan oleh oknum tenaga kesehatan berinisial EFY (34) di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Hasil tes cepat LHI menunjukkan ia non-reaktif, tetapi hasil tes secara tertulisnya tidak diserahkan oleh EFY. Kepada LHI, EFY justru mengatakan bahwa hasil tes cepatnya reaktif.
”Setelah itu, tersangka menawarkan kepada korban untuk tes sekali lagi dengan imbalan. Jadi, korban ini dua kali menjalani rapid test di bandara,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus saat merilis hasil pengungkapan kasus penipuan di Polresta Bandara Soekarno-Hatta, Senin (28/9/2020).
Bukti yang diperoleh polisi menyebutkan pada hari LHI menjalani tes cepat, ada 314 tes cepat yang dikeluarkan PT Kimia Farma Diagnostika selaku penyedia jasa tes Covid-19 di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Padahal, saat itu jumlah orang yang mengikuti tes cepat sebanyak 313 orang.
Dari sana, polisi berkesimpulan ada satu calon penumpang yang dites lebih dari sekali. Penyelidikan kemudian menunjukkan LHI adalah orang yang menjalani dua kali tes cepat.
Meminta imbalan
EFY meminta imbalan sebesar Rp 1,4 juta kepada korban sebagai syarat untuk melakukan tes cepat sekali lagi sekaligus menyatakan hasil tesnya menjadi non-reaktif. LHI yang tidak punya pilihan kemudian terpaksa mengirim uang sesuai yang ditetapkan EFY. Tidak hanya ditipu, LHI juga mengaku mengalami pelecehan seksual oleh EFY.
Insiden penipuan dan pelecehan seksual tersebut kemudian ramai dibicarakan di media sosial setelah LHI mengungkapkannya. Gaduh di media sosial, aparat Polresta Bandara Soekarno-Hatta lalu bergerak melakukan penyelidikan. Polisi menyambangi LHI di kediamannya, di Bali, pada 20 September 2020.
Setelah meminta keterangan dari LHI, polisi beranjak memburu tersangka EFY. Pada titik ini, polisi kesulitan menemukan keberadaan EFY karena dia menghapus jejak dengan mematikan ponsel dan menonaktifkan akun media sosialnya.
Setelah melakukan penyelidikan, polisi akhirnya mengetahui posisi keberadaan EFY di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. EFY kemudian diamankan di rumahnya pada 25 September 2020.
Setelah ramai di media sosial, tersangka melarikan diri ke Sumatera Utara melalui jalur darat (bus).
Dalam kesempatan itu, Yusri membantah bahwa tersangka merupakan seorang dokter. Ia menjelaskan, EFY merupakan tenaga kesehatan dan belum berstatus dokter karena belum mengikuti ujian kompetensi kedokteran Indonesia (UKDI). Kepastian status EFY sebagai tenaga kesehatan telah dicek polisi ke PT Kimia Farma Diagnostika.
Kini EFY ditahan di Polresta Bandara Soekarno-Hatta. Ia terancam hukuman pidana sembilan tahun penjara atas sangkaan kasus penipuan dan pencabulan.
Executive General Manager PT Angkasa Pura II (Persero) Agus Haryadi mengaku telah memanggil penyedia jasa tes Covid-19 di Bandara Soekarno-Hatta untuk melakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang. Ia mengimbau masyarakat untuk melaporkan di pos-pos pengaduan yang telah tersedia di bandara apabila mengalami perlakuan tidak menyenangkan dari petugas bandara atau tenaga kesehatan.