Di Masa Pandemi, Angkutan Umum Harus Jamin Kesehatan Bertransportasi Masyarakat
Di tengah pandemi, layanan transportasi umum harus berjalan meski diberlakukan PSBB di DKI. Operator angkutan umum harus bisa menjamin kesehatan dan keselamatan pengguna dengan tetap menerapkan protokol secara ketat.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 belum jelas kapan akan berakhir. Sebagai sektor yang terimbas, untuk menghindarkan munculnya kluster angkutan umum, para operator perlu terus menerapkan protokol kesehatan secara ketat dengan standar maksimal.
Pemerintah harus menata pengelolaan angkutan umum perseorangan untuk menjamin kesehatan transportasi, serta menjalankan pelacakan di kalangan pekerja transportasi untuk meminimalkan persebaran virus.
Demikian terungkap dalam webinar bertajuk ”Langkah Sehat di Masa Pandemi Covid-19” yang digelar Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Senin (28/09/2020).
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya Setyaka Dillon, salah satu pembicara dalam webinar itu, menjelaskan, selama pandemi Covid-19, sektor transportasi menjadi sektor yang paling ketat menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari penggunaan masker, kemudian menjaga jarak saat mengantre di stasiun atau halte, hingga adanya pembatasan kapasitas penumpang di dalam sarana angkutan baik kereta ataupun bus.
Dijelaskan juga oleh Yayat Supriyatna, pengamat perencanaan wilayah dari Universitas Trisakti yang juga menjadi pembicara webinar, PT Kereta Commuter Indonesia selaku operator kereta komuter kereta rel listrik (KRL) bahkan melarang penumpang menggunakan masker yang asal masker.
Di KRL, penumpang yang menggunakan masker scuba atau buff dilarang masuk stasiun karena masker itu tidak aman dan tidak melindungi. Kemudian di setiap stasiun disediakan juga tempat cuci tangan.
Namun, untuk meyakinkan bahwa sektor transportasi tidak memunculkan kluster baru Covid-19, Harya berpendapat, masih ada sejumlah hal yang harus dikerjakan oleh operator dan juga pemerintah. Tenaga garda depan yang harus mendapat perlindungan pertama kali dengan vaksin selain tenaga kesehatan adalah tenaga pekerja sektor transportasi.
Tenaga kerja di sektor transportasi, baik di stasiun, di halte, maupun on-board di dalam bus Trans Jakarta, serta petugas di dalam kereta, menjadi orang yang paling berisiko terpapar.
Untuk itu, ia juga menyarankan supaya kegiatan penelusuran atau tracing juga dilakukan terhadap petugas sektor transportasi. Tujuannya, supaya apabila ada ditemukan kasus, penyelesaiannya juga cepat dan bisa ditelusuri hingga selesai.
Yayat menjelaskan, untuk sektor angkutan umum, yang paling mendesak ditata selama pandemi adalah angkutan umum perseorangan. Angkutan perseorangan yang sangat mengejar setoran tidak bisa menerapkan jaga jarak. Penumpang yang mengisi angkutannya biasanya banyak. Kemudian, perilaku pengemudi juga jauh dari protokol kesehatan, seperti merokok di dalam kendaraannya.
”Di sini dbutuhkan perbaikan layanan bagi angkutan-angkutan yang masih bersifat perseorangan itu,” kata Yayat.
Diakui Harya, untuk sektor transportasi, memang operator yang sudah berlembaga, seperti PT KCI, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), atau MRT Jakarta, sudah bisa menerapkan dengan baik dan ketat protokol kesehatan.
Angkutan yang dikelola perseorangan, seperti angkutan umum, memang belum bisa menerapkan protokol. Bahkan, ia mencatat, sistem angkot yang kejar setoran itu tidak berkelanjutan, tidak layak, tidak manusiawi baik bagi penumpang maupun pengemudi.
Baik Yayat maupun Harya sepakat, angkutan umum perseorangan seharusnya masuk ke sistem transportasi. Kalau di Jakarta, sudah ada sistem transportasi terintegrasi JakLingko.
Yayat dan Harya menegaskan, angkutan umum perseorangan seharusnya masuk ke sistem transportasi. Kalau di Jakarta, sudah ada sistem transportasi terintegrasi JakLingko.
Melalui JakLingko dengan sistem buy the service, pengusaha perseorangan akan mendapat subsidi sehingga tidak akan mengejar setoran. Namun, pengelola angkot harus mematuhi persyaratan yang diberikan untuk bisa memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan bertransportasi umum.
Hal lain yang dicatat Yayat dan juga perlu dibenahi BPTJ adalah operator penyedia bus-bus berbayar di stasiun. Saat ini sudah ada sejumlah bus gratis yang disiapkan BPTJ di sejumlah stasiun untuk membantu keterangkutan dari wilayah penyangga ke Jakarta, demikian sebaliknya.
Selain bus garatis, juga ada bus berbayar. Yayat menilai, seharusnya antara bus gratis dan bus berbayar, standar kesehatan yang diterapkan tidak bisa sama. Bus berbayar harus lebih maksimal menerapkan standar kesehatan itu.
Kepala BPTJ Polana B Pramesti, dalam webinar itu, menyatakan, terkait pandemi, protokol kesehatan yang paling mudah dijalankan adalah mencuci tangan dan mengenakan masker. Namun, untuk jaga jarak, itu adalah yang paling susah. Apalagi, seperti di angkutan umum perseorangan.
Untuk itu, lanjut Polana, memang BPTJ harus berbicara dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait pembenahan angkutan umum perseorangan.
Cindiawaty Josito Pudjiadi, praktisi kesehatan yang juga menjadi pemicara mengingatkan, selama pandemi, masyarakat yang bertransportasi umum mesti terus menggunakan masker dengan benar, mencuci tangan, serta menjaga jarak. Untuk operator angkutan, supaya kesehatan bertransportasi terjaga, pembersihan sarana angkutan harus selalu dilakukan.
Selama pandemi, masyarakat yang bertransportasi umum mesti terus menggunakan masker dengan benar, mencuci tangan, serta menjaga jarak. Untuk operator angkutan, pembersihan sarana angkutan harus selalu dilakukan. (Cindiawaty Josito Pudjiadi)
Polana melanjutkan, sektor transportasi memang menjadi salah satu sektor yang paling terimbas akibat pandemi Covid-19. Selain harus tetap mendukung mobilitas masyarakat yang sudah dibatasi, sarana dan prasarana transportasi juga harus dipastikan tidak menjadi media penularan Covid-19.
Khusus untuk pengoperasian moda transportasi publik, tantangan utamanya adalah penerapan protokol kesehatan bagi penumpang di transportasi umum.
Oleh karena itu, selain pembenahan, BPTJ juga berinovasi dengan meluncurkan aplikasi Lacak Trans. Aplikasi Lacak Trans adalah aplikasi pintar untuk mendapatkan informasi akurat tentang potensi penularan Covid-19 di wilayah Jabodetabek. Inovasi lain adalah penerapan e-ticketing.
Kedua inovasi ini diluncurkan pada Senin (28/9/2020) oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Terminal Penumpang Tipe A Jatijajar, Depok.
”Jadi, prinsipnya pada masa pendemi ini, masyarakat jika tidak terlalu mendesak, jangan bepergian atau keluar rumah. Namun, jika terpaksa keluar rumah, gunakan aplikasi Lacak Trans. Aplikasi Lacak Trans ini untuk membantu masyarakat melakukan pencegahan dini terhadap potensi penyebaran virus sebelum dan ketika bermobilitas,” ujar Polana.