Pandemi Covid-19, Polda Metro Jaya Tak Izinkan Demo Anti-RUU Cipta Kerja
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya sudah menyiapkan rekayasa lalu lintas di sekitar Kompleks Parlemen guna mengantisipasi tetap adanya kelompok yang datang ke sana untuk berunjuk rasa.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya menegaskan tidak memberikan izin bagi kelompok-kelompok yang berniat berdemonstrasi di sekitar Kompleks Parlemen, Jakarta, untuk menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Polisi beralasan, kegiatan pengumpulan massa semacam itu berisiko memicu kluster baru Covid-19.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyebutkan, pihaknya tidak memberikan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) atau izin keramaian pada penanggung jawab demonstrasi mengingat Jakarta sedang dalam masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diperketat. ”Situasi sekarang ini darurat kesehatan di Jakarta. Jangan lagi menambah kluster baru,” ujarnya dalam keterangan pada Senin (5/10/2020).
Situasi sekarang ini darurat kesehatan di Jakarta. Jangan lagi menambah kluster baru. (Yusri Yunus)
Yusri mengatakan, polisi mengedepankan langkah preemtif dan preventif secara persuasif dalam mencegah adanya demonstrasi. Pihaknya sudah menyampaikan imbauan kepada kelompok-kelompok buruh dan mahasiswa agar mengurungkan niat mereka turun ke jalan. Selain itu, petugas yang ada di wilayah-wilayah diminta mencegah kumpulan massa berangkat ke Senayan dan mendorong mereka membubarkan diri.
Meski demikian, Polda Metro Jaya meningkatkan pengamanan di sekitar Kompleks Parlemen guna mengantisipasi adanya kelompok massa yang tetap datang ke sana. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan rekayasa lalu lintas.
Massa diperkirakan berkumpul di depan Kompleks Parlemen di Jalan Gatot Subroto. Untuk itu, pengguna Tol Dalam Kota yang hendak keluar di Pulo Dua diarahkan untuk tetap lurus ke arah Tol Tomang.
Arus dari Jalan Palmerah Timur ke Jalan Gelora diluruskan ke Jalan Tentara Pelajar, sementara arus dari Jalan Gerbang Pemuda ke arah Jalan Gelora direkayasa menjadi belok kiri ke Jalan Asia Afrika. ”Arus lalu lintas dari Jalan Gerbang Pemuda ke Jalan Gatot Subroto, diputarbalikkan di doorbrak depan Pintu 10 (Gelora Bung Karno) mengarah Jalan Gerbang Pemuda kembali,” ujar Sambodo.
Sebelumnya, buruh berencana mogok kerja pada 6-8 Oktober dan berdemo di depan Gedung DPR pada saat rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja.
Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia Nining Elitos mengatakan, buruh tidak punya pilihan selain turun ke jalan dan melawan praktik legislasi yang semena-mena. ”Pada masa pandemi, ketika rakyat sedang khawatir akan kesehatan dan keselamatan, kami dipaksa turun ke jalan. Tidak ada itikad baik dan keseriusan negara untuk peduli dengan nasib rakyat,” ucapnya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal menuturkan, buruh akan mogok di lingkungan perusahaan mereka masing-masing.
Poin dalam RUU Cipta Kerja yang ditolak buruh, antara lain, pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja alih daya yang fleksibel serta berpotensi membuat buruh dikontrak seumur hidup. Buruh juga menolak penghapusan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dari RUU Cipta Kerja serta menyoroti berkurangnya pesangon bagi pekerja yang di-PHK, dari maksimal 32 kali upah menjadi 25 kali upah (Kompas, 5/10/2020).
Melalui keterangan tertulis, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyampaikan, berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum. Polri, menurut dia, tidak punya hak mencegah unjuk rasa.