Aksi Damai Menolak RUU Cipta Kerja, Sempat Ternoda
Penolakan atas pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja kembali terjadi, Selasa (13/10/2020), di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Aksi yang tadinya berlangsung tertib, sempat ricuh.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penolakan atas pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja kembali terjadi, Selasa (13/10/2020), di sekitar Patung Arjuna Wijaya, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Aksi yang tadinya berlangsung tertib, sempat ternoda akibat ulah sekelompok massa.
Massa terdiri dari beberapa organisasi masyarakat, seperti Front Pembela Islam (FPI), Persatuan Alumni 212, Pembela Tanah Air (Peta), dan Aliansi Anak Bangsa. Pengunjuk rasa terentang dari remaja, dewasa, hingga lansia.
Dari atas mobil komando, Kurnia dari Aliansi Anak Bangsa menuturkan, aksi ini untuk mengoreksi sikap pemerintah. Bukan hanya anggota DPR yang patut dipersalahkan, eksekutif pun turut bersalah ketika menginisiasi RUU tersebut.
Selain itu, Kurnia juga menyoroti tindakan berlebihan dari aparat ketika mengawal aksi penolakan RUU Cipta Kerja di beberapa wilayah. ”Hati saya berontak. Kalian pukuli pemuda dan mahasiswa kami,” ujarnya.
Pendiri Peta Muhammad Saleh turut mengkritik RUU Cipta Kerja. Dia menilai, RUU ini lebih berpihak kepada investor dibandingkan dengan pekerja. Untuk itu, dia meminta pemerintah mencabut RUU ini.
Hingga pukul 15.30, unjuk rasa berlangsung tertib. Orator pun mulai memerintahkan massa untuk membubarkan diri. Massa berangsur mundur mengikuti mobil komando yang mulai menjauh dari Patung Arjuna Wijaya.
Pada pukul 15.48, belum semua pengunjuk rasa mundur. Massa yang moyoritas remaja tidak mau pulang dan masih berteriak di depan pagar kawat berduri.
Aksi mereka sempat diredam oleh FPI. Namun, massa malah semakin tak terkendali. Mereka mulai melempari polisi dengan batu dan botol plastik. Terdesak, polisi membalas dengan tembakan gas air mata. Hingga berita ini diturunkan, polisi masih berusaha untuk mengurai massa.
Untuk masa depan
Di antara pengunjuk rasa yang terpusat di Patung Arjuna Wijaya itu, terselip Suryadi (55) dan Nasywa (16). Mereka adalah ayah-anak yang berasal dari Jakarta Timur.
Nasywa, siswa MAN, sengaja ikut aksi untuk mengawal ayahnya karena usia sang ayah tak lagi muda. ”Nanti takut ayah kenapa-napa. Kan, ramai banget,” katanya.
Mereka berdua memilih tak terlalu dekat dengan kerumunan. Mereka berdiri di lokasi yang tidak berdempetan, tetapi tetap dapat mendengar orasi dari mobil komando.
Suryadi merupakan eks buruh di kawasan industri Pulogadung, Jakarta Timur. Baru seminggu ini dia pensiun. Beberapa waktu lalu, Suryadi sebagai bagian dari anggota serikat buruh pun ikut aksi menolak RUU Cipta Kerja di kawasan industri.
”Aku juga ikut waktu ayah ikut aksi di Pulogadung. Berhubung sekarang lagi belajar dari rumah juga, jadi bisalah nyuri-nyuri waktu,” ujar Nasywa.
Sebagai eks buruh, Suryadi turut khawatir dengan pengesahan RUU Cipta Kerja. Dari empat anaknya, tiga di antaranya belum bekerja. Dia takut iklim perburuhan tak membaik ketika peraturan ini berlaku.
”Jadi, ini bukan hanya untuk saya. Tetapi juga demi masa depan anak-anak,” ujar Suryadi.