Mereka Enggan Mudik dan Piknik meski Libur Panjang
Sejumlah warga di Jakarta menyatakan ingin memanfaatkan cuti bersama pekan depan untuk berlibur atau sekadar pulang ke kampung halaman. Namun, kondisi ekonomi selama pandemi Covid-19 menyurutkan keinginan tersebut.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski mobilitas diprediksi meningkat pada libur panjang pekan depan, tidak sedikit warga yang memilih tetap bertahan di rumah. Selain khawatir dengan penularan Covid-19, masalah ekonomi juga menjadi alasannya.
Pemerintah telah menetapkan cuti bersama menjelang dan sesudah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW pada Kamis (29/10/2020). Cuti bersama akan dimulai pada Rabu (28/10/2020) hingga Minggu (1/11/2020). Artinya, pekan depan, warga dapat menikmati libur panjang selama lima hari.
Menanggapi adanya libur panjang tersebut, sejumlah warga di Jakarta menyatakan ingin memanfaatkannya untuk berlibur atau sekadar pulang ke kampung halaman. Namun, kondisi ekonomi selama pandemi Covid-19 menyurutkan keinginan warga tersebut.
Hasan (37), karyawan swasta yang tinggal di Sawah Besar, Jakarta Pusat, mengaku sangat ingin berlibur bersama istri dan anaknya. Sayang, keinginan tersebut harus dipendam dalam-dalam lantaran ia dan istri masih harus berhemat.
”Jujur, sih, pengin ya. Tapi, keadaan memang lagi sulit. Uangnya enggak ada,” katanya saat ditemui di kawasan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (25/10/2020).
Bagi Hasan, bukan hal yang mudah melalui delapan bulan masa pandemi Covid-19. Pada lima bulan pertama, karyawan perusahaan event organizer (EO) itu nyaris menganggur. Baru tiga bulan terakhir ada proyek yang bisa dikerjakan. Itu pun melalui daring.
Alhasil, pemasukan dari EO masih cukup seret sehingga manajemen terpaksa memangkas gaji para pekerjanya menjadi setengah. ”Ya, alhamdulilah masih bisalah buat makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi, ya, harus benar-benar ngirit," katanya.
Saat libur panjang, Hasan biasanya berusaha menyempatkan diri untuk berlibur bersama keluarga kecilnya, setidaknya ke Puncak, Bogor, Jawa Barat. Namun, untuk mengobati kekecewaan, pekan depan ia memilih untuk pulang ke rumah mertuanya di Bekasi, Jawa Barat.
Menjelang libur panjang pekan depan, pemerintah menghapus passenger service charge (PSC) atau airport tax pada 13 bandara. Sebelumnya, pajak ini dibebankan kepada calon penumpang. Artinya, dengan dihapuskannya airport tax, tiket pesawat kini bisa lebih murah daripada biasanya.
Ya, alhamdulilah masih bisalah buat makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi, ya, harus benar-benar ngirit.
Sebagai contoh, airport tax pada Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta yang sebelumnya Rp 130.000 kini tidak ada lagi. Aturan ini berlaku mulai 23 Oktober hingga 31 Desember 2020.
Pada saat bersamaan, PT Kereta Api Indonesia (KAI) juga menambah perjalanan kereta api jarak jauh selama masa libur panjang. Mulai Selasa (27/10/2020) hingga Minggu (1/11/2020), sebanyak 505 kereta api akan diberangkatkan. Jumlahnya meningkat 13 persen dibandingkan periode 20-25 Oktober 2020.
Peningkatan jumlah perjalanan kereta ini secara otomatis menambah jumlah tempat duduk. Jumlah tempat duduk untuk periode 27 Oktober hingga 1 November 2020 sebanyak 221.193 tempat duduk. Sementara jumlah tempat duduk pada kurun waktu 20-25 Oktober 2020 sebanyak 195.211 tempat duduk.
”Pada masa libur panjang akhir pekan nanti, KAI siap melayani pelanggan dengan menambah perjalanan kereta. Dengan begitu, akan semakin banyak pelanggan yang dapat menikmati perjalanan kereta api yang aman, nyaman, selamat, dan sehat,” ujar Vice President Public Relations KAI Joni Martinus dalam keterangan tertulisnya.
Meski diiming-imingi dengan tiket pesawat murah dan penambahan kereta, Yulianto (43), karyawan swasta asal Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, tidak tergiur. Sejauh ini, ia masih memutuskan untuk berada di rumah saja.
Ia mengaku khawatir dengan kerumunan yang berpotensi terjadi di obyek-obyek wisata. Alih-alih mendapatkan kesenangan, bisa jadi ia dan keluarga malah menjadi korban penularan.
”Enggak, ya. Masih kayak gini kondisinya. Kalau harus keluar, paling masih di area Jakarta dan cari yang sepi,” ungkapnya.
Pada saat pemerintah memberikan libur dan cuti bersama pekan depan, perusahaannya juga mengambil kebijakan lain. Hari Jumat (30/10/2020), semua karyawan diminta tetap masuk. Namun, karyawan yang hendak mengambil cuti pada hari itu tetap dipersilakan.
”Seharusnya masuk, tapi kalau yang mau liburan bisa mengajukan cuti. Kalau saya memilih tetap masuk,” katanya.
Silaturahmi
Meski begitu, beberapa warga tetap tidak menyia-nyiakan waktu libur panjang pada pekan depan. Salah satunya adalah Yono (60) yang berencana untuk pulang ke rumah mertuanya di Blitar, Jawa Timur.
Rencana tersebut sudah dipersiapkan oleh Yono dan istri sejak jauh-jauh hari. Bahkan, karyawan swasta ini sudah menabung selama tiga bulan terakhir demi bersilaturahmi dengan keluarga di kampung.
”Kebetulan Idul Fitri dan Idul Adha juga enggak sempat pulang. Makanya, ini dibela-belain pulang. Anak juga pas libur sekolahnya,” ujarnya.
Hingga saat ini, Yono belum memutuskan akan pulang menggunakan mobil pribadi atau kereta. Ia mengaku masih bingung. Jika menggunakan mobil, ia khawatir kecapekan. Jika naik kereta, ia khawatir tertular Covid-19.
Kebetulan Idul Fitri dan Idul Adha juga enggak sempat pulang. Makanya, ini dibela-belain pulang. Anak juga pas libur sekolahnya.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi pada libur panjang pekan depan. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta kepala daerah mengimbau warganya untuk tidak keluar kota pada pekan depan (Kompas, 24 Oktober 2020).
Berdasarkan permodelan yang dilakukan oleh tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), jika lebih dari 40 persen warga berdiam di rumah, penularan Covid-19 dapat menurun hingga 500 kasus per hari.
Sebaliknya, jika warga yang berdiam diri di rumah kurang dari 40 persen, setiap penurunan 1 persen diprediksi akan meningkatkan kasus hingga 500.000 kasus per hari.