Korban Banjir Hadapi Ketakutan Ganda di Masa Pandemi Covid-19
Warga di wilayah Jabodetabek menghadapi ketakutan ganda akan datangnya banjir susulan di masa pandemi Covid-19. Mereka tidak hanya cemas untuk menyelamatkan diri dan harta benda, tetapi juga takut tertular Covid-19.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga di wilayah Jabodetabek menghadapi ketakutan ganda akan datangnya banjir susulan di masa pandemi Covid-19. Mereka tidak hanya cemas untuk menyelamatkan diri dan harta benda, melainkan juga takut tertular Covid-19 jika harus mengungsi.
Tuti (67), warga Perumahan Villa Nusa Indah, Desa Bojong Kulur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, mengaku cemas meskipun banjir sudah surut sejak Minggu (25/10/2020) sore. Ia menjelaskan, pada Sabtu (24/10/2020) malam, daerah perumahannya dilanda banjir setinggi 1,5 meter akibat luapan Kali Cikeas dan Kali Cileungsi.
”Padahal, ketika Sabtu malam tidak turun hujan di daerah sini. Namun, warga dapat kabar di grup Whatsapp di Kota Bogor hujan deras yang mengakibatkan Kali Cikeas dan Kali Cileungsi meluap. Akibatnya, sejak Sabtu sekitar pukul 23.00, daerah sini sudah dikepung banjir. Saat ini saya masih cemas akan datangnya banjir susulan jika sewaktu-waktu hujan di Kota Bogor,” ujarnya sambil membersihkan sisa lumpur akibat banjir, Senin (26/10/2020).
Tuti mengatakan, ketakutannya semakin bertambah karena musibah banjir ini terjadi di masa pandemi Covid-19. Ia pun tidak berani untuk mengungsi karena takut tertular Covid-19.
”Saya sudah tua, jadi tidak berani kalau harus dievakuasi dengan perahu karet karena takut tertular Covid-19. Jadi, saya naik ke lantai dua rumah sambil menunggu banjir surut hingga Minggu sore,” katanya.
Tuti menjelaskan, akibat banjir, persediaan maskernya pun basah dan ia tidak menyiapkan masker cadangan. Ia pun terpaksa tidak mengenakan masker ketika harus membersihkan sisa-sisa lumpur di rumahnya.
”Saya sudah telanjur panik dan harus menunggu masker yang saya cuci kering terlebih dahulu. Kalau ketemu warga yang sama-sama sedang membersihkan sisa banjir, sebisa mungkin saya jaga jarak,” ucapnya.
Luapan Kali Cikeas dan Kali Cileungsi juga mengakibatkan banjir di daerah Pondok Gede Permai (PGP), Kelurahan Jatirasa, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi. Edi (45), warga PGP, menjelaskan, sejak Minggu (25/10/2020) pagi, warga sudah dievakuasi ke Kantor Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi.
”Ketinggian air sudah sekitar 2 meter ketika itu, tetapi beberapa warga takut dievakuasi karena tidak ingin tertular Covid-19. Namun, setelah diberi pengertian agar mengenakan masker dan jaga jarak di posko pengungsian, mereka akhirnya mau dievakuasi,” ujarnya.
Edi menjelaskan, untuk mencegah terjadinya kluster baru, warga yang tadinya mengungsi segera pulang ke rumahnya masing-masing setelah banjir surut pada Minggu (25/10/2020) sore. Ia mengatakan, warga juga saat ini tetap waspada akan adanya banjir susulan.
”Banjir kali ini datang tiba-tiba, jadi warga seakan tidak siap menghadapinya, apalagi sedang di masa pandemi seperti ini. Oleh sebab itu, pak RT mengimbau supaya warga selalu menyiapkan masker dan hand sanitizer cadangan jika sewaktu-waktu banjir datang lagi,” ucapnya.
Banjir kali ini datang tiba-tiba, jadi warga seakan tidak siap menghadapinya, apalagi sedang di masa pandemi seperti ini.
Kepala Kantor Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Kota Bekasi Saprudin mengatakan, sebanyak 80 warga dievakuasi dari daerah PGP dan sekitarnya. Ia menjelaskan, protokol kesehatan tetap dilaksanakan dalam proses evakuasi agar para pengungsi tetap menjaga jarak dan memisahkan para lansia di ruangan khusus.
”Kami berkoordinasi dengan BPBD Kota Bekasi supaya warga bisa dievakuasi ke Kantor Logistik dan Peralatan BNPB. Kalau di sini, gudang logistiknya mampu menampung sekitar 200 orang sehingga pada saat evakuasi kemarin, warga tetap bisa menjaga jarak di pengungsian,” ujarnya.
Saprudin mengatakan, korban banjir juga mendapatkan masker dan bantuan makanan dari BPBD Kota Bekasi serta para donatur dari warga yang tidak terdampak. Ia pun menjelaskan, ada sekitar 12 perahu karet yang disediakan untuk mengevakuasi warga.
”Kapasitas perahu karet pun kami kurangi, untuk perahu yang mampu menampung 12 orang kami hanya perbolehkan naik sekitar 6-7 orang, lalu untuk perahu berkapasitas 8 orang hanya boleh naik sekitar 4 orang supaya bisa jaga jarak. Protokol kesehatan harus tetap diterapkan karena kami tidak mau terjadi kluster baru akibat banjir,” ucapnya.
Saprudin menjelaskan, wilayah PGP dan sekitarnya memang sudah menjadi daerah langganan banjir. Ia mengatakan, banjir terparah terjadi pada Januari 2020 dengan jumlah pengungsi mencapai 250 orang.
”Kita khawatir nantinya banjir akan semakin parah karena Oktober ini sudah mulai masuk musim hujan, apalagi pandemi Covid-19 juga belum usai. Oleh sebab itu, kami juga mengimbau supaya warga bisa minimal menyiapkan masker cadangan untuk mengantisipasi penularan virus korona ini,” ujarnya.
Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Kota Bekasi Suhendra mengatakan, banjir paling parah melanda Perumahan PGP dan Vila Jatirasa. Di PGP, ketinggian air tertinggi mencapai 100 sentimeter, sedangkan di Vila Jatirasa 190 sentimeter.
”Beberapa warga memilih tidak mengungsi dan bertahan di rumah. Mereka berdiam di lantai atas rumah. Meski demikian, petugas BPBD telah mengevakuasi warga yang merupakan kelompok prioritas, seperti ibu hamil, warga lanjut usia, dan anak-anak,” ucapnya.
Antisipasi
Sementara itu, di daerah langganan banjir Jakarta, sejumlah warga mengaku pasrah akan datangnya musim hujan. Yudi (35), warga Kelurahan Cipinang Indah, Jakarta Timur, mengatakan sudah terbiasa menghadapi banjir.
”Selama pandemi Covid-19 belum pernah terjadi banjir di daerah sini. Terakhir kali banjir paling parah terjadi pada awal tahun 2020, tingginya sampai 2 meter,” katanya.
Yudi menjelaskan, ketika itu ia harus mengungsi ke rumah saudaranya di daerah Tebet, Jakarta Selatan, karena banjir. Namun, ketika pandemi ini, ia pun bingung harus mengungsi ke mana apabila terjadi banjir.
”Belum kepikiran mau mengungsi kemana kalau terjadi banjir karena saya takut menularkan virus kalau harus mengungsi ke rumah saudara,” katanya.
Eko (52), warga Kelurahan Cipulir, Kecamatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengaku tidak berani mengungsi karena takut tertular Covid-19. Padahal, daerahnya rawan banjir jika hujan lebat dan Kali Pesanggrahan meluap.
”Seperti yang terjadi pada Minggu (25/10/2020), hujannya cukup lebat dan Kali Pesanggrahan meluap, akibatnya banjir sekitar 30 cm hingga masuk ke rumah. Kalau masih segitu, saya tidak mengungsi. Biasanya kalau sudah parah (banjirnya) bisa setinggi 1,5 meter dan harus mengungsi di kantor kelurahan atau masjid terdekat,” ucapnya.
Sebelumnya, Gembong Warsono, Wakil Ketua Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta, mengingatkan Gubernur DKI Jakarta untuk segera mengerjakan penuntasan banjir.
”Entah normalisasi atau naturalisasi, ujungnya tetap mengembalikan lebar kali. Konsekuensinya, memang ada penggeseran atau pemindahan warga dari bantaran kali. Namun, itu harus dieksekusi. Penyediaan rusunawa bagi warga terdampak yang rata-rata adalah warga masyarakat berpenghasilan rendah menjadi solusi untuk membantu menyediakan hunian yang layak bagi mereka,” ujarnya.
Pekan lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, publik sebaiknya tidak mempertentangkan antara normalisasi dan naturalisasi karena keduanya memiliki tujuan baik.