Tingginya aktivitas di rumah sejak pandemi Covid-19 mengakibatkan orang mengonsumsi lebih banyak sumber daya di sekitar rumah sekaligus memproduksi limbah dalam skala besar.
Oleh
M. Puteri Rosalina (Litbang Kompas)
·4 menit baca
Perubahan aktivitas masyarakat akibat pembatasan sosial pada satu sisi sempat menurunkan kadar polusi udara. Namun, beraktivitas di rumah juga berpotensi menurunkan kualitas lingkungan tanpa disadari.
Air dikonsumsi lebih banyak dari biasanya dengan tambahan kegiatan mencuci tangan secara rutin. Konsumsi listrik pun turut meningkat sejalan dengan banyaknya anggota keluarga yang banyak menghabiskan waktu di rumah. Tak hanya itu, sampah juga lebih banyak dihasilkan. Belum lagi limbah cair rumah tangga dari sabun mandi dan sabun cuci juga semakin meningkat.
Kondisi demikian tentu saja potensial mengakibatkan lingkungan tempat tinggal menjadi lebih tidak sehat. Menyiasati hal tersebut, sebagian masyarakat pun semakin menunjukkan kepedulian mereka untuk merawat lingkungan sekitar rumah.
Hasil jajak pendapat Kompas akhir Oktober lalu memberikan gambaran kesimpulan ini. Sebagian besar masyarakat mulai peduli terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. Potret kepedulian tersebut dimulai dari kebiasaan bertanam di sekitar rumah sebagai bagian dari gaya hidup baru.
Kebiasaan bercocok tanam dilakukan oleh enam dari 10 responden dalam jajak pendapat ini. Sepertiga responden mengaku mulai menanam sayuran atau buah melalui media tanam hidroponik yang kini tengah menjadi tren.
Sebanyak 18 persen responden lainnya memilih tanaman hias, seperti Monstera adansonii, aglonema, dan begonia. Tanaman hias tersebut banyak diburu penggemar tanaman hias sejak pandemi.
Boleh jadi, kebiasaan baru ini awalnya tak lepas dari tujuan mengisi waktu luang selama di rumah atau bahkan memperindah suasana rumah. Namun, tumbuhan yang ditanam juga membawa dampak positif menyerap zat polutan di udara.
Selain bertanam, sebagian masyarakat (42 persen responden) juga berhemat energi dengan mematikan lampu penerangan pada siang hari. Ada juga sebagian dari mereka (sekitar sepertiga responden) secara sadar mencabut kabel peralatan listrik yang tidak digunakan.
Kebiasaan baik tersebut sudah dilakukan sebelum pandemi yang bisa dilihat dari Survei BPS (2018) melalui Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup (IPKLH). Salah satu dimensinya adalah pengelolaan energi dengan nilai 0,14.
Nilai indeks mendekati angka nol menunjukkan, masyarakat makin peduli dengan pengelolaan energi. Kepedulian mengelola energi mencakup penggunaan lampu hemat energi, perilaku mematikan lampu saat tidak digunakan, dan kebiasaan memanfaatkan cahaya matahari untuk penerangan ruangan.
Bahkan, ada juga sebagian kecil masyarakat yang mulai memanfaatkan penyejuk ruangan di rumah dengan lebih bijak. Sebanyak 3 persen responden mengungkapkan upaya mereka membatasi penggunaan penyejuk ruangan. Menyalakan pendingin udara tanpa henti sepanjang hari cukup memengaruhi pemanasan global yang dihasilkan dari freon pada mesin tersebut.
Mengurangi konsumsi air
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang potensial banyak digunakan selama pandemi. Konsumsi air berpotensi meningkat dengan aktivitas semua anggota rumah yang berkumpul di rumah 24 jam.
Sebanyak 65 persen mengaku telah melakukan upaya mengurangi penggunaan air. Usaha yang paling banyak dilakukan oleh hampir 40 persen responden adalah menutup keran dengan baik. Selanjutnya, sekitar seperlima responden memilih menghemat air saat mandi dan mencuci.
Hanya 5,8 persen responden yang menampung air bekas pakai cuci piring/pakaian untuk menyiram tanaman. Usaha menghemat air tersebut, jika dilakukan di rumah, memang tidak praktis. Menampung air hujan juga menjadi pilihan dari bagian kecil responden untuk menghemat air.
Perilaku ini sudah mulai dilakukan sebelum pandemi. Nilai IPKLH pada penghematan air senilai 0,44 paling tidak mencerminkan munculnya kepedulian masyarakat pada keterbatasan air.
Mengelola sampah
Kegiatan mengelola sampah juga mulai sering dilakukan orang saat banyak beraktivitas di rumah. Misalnya saja, sebagian responden mengurangi penggunaan kantong plastik (38,5 persen), membawa botol minum sendiri (14,9 persen), dan membuat kompos dari sampah organik (14,7 persen).
Namun, bagaimana dengan sampah plastik yang berasal dari belanja daring dan layanan antar hidangan siap saji? Merujuk IPKLH pada aspek pengelolaan sampah yang nilainya mencapai 0,72, dapat dikatakan bahwa masyarakat belum memiliki kepedulian pada jenis sampah ini.
Hal ini menjadi perhatian bersama karena baru separuh responden yang melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik. Sampah yang tidak dipilah akan terus bertambah volumenya hingga ke tempat pemrosesan akhir sampah.
Masyarakat meneruskan kebiasaan baik peduli pada lingkungan hidup hingga pada masa pandemi. Aktivitas menghemat air dan listrik, mengurangi sampah, hingga menanam tanaman tetap dilakukan saat beraktivitas di rumah. Namun, masyarakat juga menghadapi tantangan merawat lingkungan akibat sejumlah aktivitas lainnya, seperti penggunaan penyejuk ruangan dan pengelolaan sampah plastik.