Pelanggar Protokol Kesehatan Kian Lihai Mengelabui Petugas
Seiring berjalannya waktu, warga mengenali pola pelaksanaan operasi yustisi dalam rangka penegakan protokol kesehatan. Pemerintah perlu mengevaluasi penegakan aturan demi mencegah penyebaran Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS — Di masa PSBB transisi ini, pelanggar protokol kesehatan semakin lihai mengelabui petugas yang menggelar operasi yustisi. Hal ini membuat jumlah pelanggar harian terus menurun.
Senin (16/11/2020) pagi di Jalan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, petugas gabungan menggelar operasi yustisi untuk menjaring para pelanggar protokol kesehatan. Operasi dipimpin Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kelurahan Petamburan Tedy Setiawan.
Menurut dia, operasi yustisi di Petamburan hampir dilakukan setiap hari dengan titik yang berbeda-beda. Senin pagi ini, operasi dilakukan di RW 003 atau sekitar 100 meter dari Kantor Kelurahan Petamburan.
”Setiap hari terus kami lakukan (operasi yustisi), berkeliling dari satu RW ke RW lain,” ujarnya saat ditemui.
Baca juga : Hujan Kritik Pasca-keramaian Petamburan
Alih-alih membuat warga semakin patuh mengenakan masker, operasi yustisi yang digelar hampir setiap hari justru membuat pelanggar semakin lihai mengelabui petugas. Warga seakan tahu kapan saatnya menurunkan masker ke dagu dan kapan menaikkan masker untuk menutupi mulut dan hidung.
Saat operasi yustisi di RW 003 pada Senin pagi, seorang pengendara sepeda motor melintas dari arah utara Jalan Petamburan. Dari kejauhan, maskernya masih ada di bagian dagu. Tangan kirinya juga sedang memegangi rokok saat itu. Begitu mengetahui ada operasi yustisi 200 meter di depannya, ia langsung menaikkan masker hingga menutupi mulut dan hidung. Ia juga langsung menyembunyikan tangan kirinya di antara dua lututnya saat melintasi petugas.
Seorang warga lansia juga berhasil mengelabui petugas. Ia sebelumnya berjalan kaki dari arah selatan tanpa mengenakan masker. Begitu mengetahui ada petugas Satpol PP, ia langsung masuk ke warung dan mengenakan masker yang sebelumnya disimpan dalam sakunya. Ia kembali berjalan kaki melewati para petugas.
Di Pasar Pintu Air Petamburan yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari lokasi operasi, masih banyak warga tidak mengenakan masker atau menurunkan masker sampai ke dagu. Pemandangan serupa terlihat di antara pengendara sepeda motor dari arah utara, tempat operasi yustisi digelar.
Seorang warga lansia juga berhasil mengelabui petugas. Ia sebelumnya berjalan kaki dari arah selatan tanpa mengenakan masker. Begitu mengetahui ada petugas Satpol PP, ia langsung masuk ke warung dan mengenakan masker yang sebelumnya disimpan dalam sakunya. Ia kembali berjalan kaki melewati para petugas.
Kelihaian warga juga tidak hanya mengecoh petugas, tetapi juga warga lainnya. Oki (26), warga Petamburan, tidak memakai masker saat membeli pakan ikan di Jalan Petamburan, tak jauh dari rumahnya. Ia memutuskan tidak memakai masker karena melihat seorang ibu melintas depan rumahnya tanpa masker. Ia merasa yakin karena ibu-ibu itu berjalan dari arah operasi yustisi digelar.
Karena merasa situasi aman, ia berjalan kaki ke Jalan Petamburan tanpa masker. Begitu sampai di ujung gang, ia kaget karena banyak petugas Satpol PP berjaga di pinggir jalan. Ia tidak punya waktu untuk berbalik arah dan harus rela dihukum menyapu jalan.
”Baru pertama ini, sih, kena. Tadi lihat ibu-ibu enggak pakai masker dari arah sini. Saya pikir aman, ternyata ada operasi,” ungkapnya kesal.
Tedy membenarkan, jika selama ini masih banyak warga yang mengenakan masker secara benar setelah melihat petugas dari kejauhan. Alasan yang disampaikan cukup klasik, yakni pelanggar merasa pengap.
”Mereka memang gitu, ya, kalau udah liat kami dari jauh baru dinaikin (maskernya). Alasannya ada saja. Karena pengap, karena punya masalah penyakit dalam, atau karena merokok,” ujarnya.
Baca juga : Antisipasi Kerumunan Bisa Dilakukan Lebih Awal
Operasi yustisi juga digelar di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin siang, tepatnya di kolong Blok G, Jalan Kebon Jati, yang merupakan jalan satu arah. Beberapa pengendara sepeda motor nekat berputar melawan arah demi menghindari operasi tersebut.
Yani (28), salah satu pelanggar, mengaku tidak tahu kalau di sana sering diadakan operasi yustisi. ”Saya enggak tahu kalau ada operasi. Ini baru pertama kali ke sini saat pandemi Covid-19. Ya, sudah pasrah,” kata perempuan asal Brebes, Jawa Tengah, tersebut.
Saat operasi berlangsung, orang-orang terlihat disiplin memakai masker. Buruh angkut, tukang parkir, pembeli, hingga penjual baju terlihat patuh. Akan tetapi, begitu petugas bubar sekitar pukul 11.00, kepatuhan tersebut ikut sirna.
Para tukang parkir yang sebelumnya memakai masker mulai menurunkan masker hingga ke bagian dagu. Mereka tidak sungkan berteriak memberi aba-aba dari jarak dekat kepada pengendara sepeda motor yang hendak parkir. Buruh angkut juga terlihat santai merokok sambil berkerumun.
Pelanggar menurun
Menurut Tedy, operasi yustisi yang digelar hampir setiap hari membuat jumlah pelanggar protokol kesehatan terus menurun. Ia mengklaim, jumlah pelanggar rata-rata pada satu titik sekitar 10 orang per hari. Jumlah ini menurun dari bulan Oktober lalu. Saat itu, rata-rata jumlah pelanggar 20 orang.
”Sudah berkurang. Rata-rata mereka sudah memakai masker, hanya saja pemakaiannya yang salah,” ujarnya.
Menurut Tedy, penurunan jumlah pelanggar itu antara lain karena warga banyak mengenali operasi yustisi yang kerap digelar di Petamburan pada pagi dan sore hari. Sejauh ini, ia belum melihat warga yang terkena sanksi dua kali.
Malahan, mereka yang pernah dihukum itu sering pamer ke petugas karena sudah memakai masker. Seperti yang dilontarkan oleh dua remaja yang berboncengan sepeda motor saat melintasi para petugas Senin pagi. ”Sudah pakai masker, ya, Pak,” teriak mereka sambil tancap gas.
Menurut Tedy, penurunan jumlah pelanggar itu antara lain karena warga banyak mengenali operasi yustisi yang kerap digelar di Petamburan pada pagi dan sore hari. Sejauh ini, ia belum melihat warga yang terkena sanksi dua kali.
Kebanyakan dari pelanggar sejauh ini juga lebih memilih untuk mendapatkan sanksi sosial yakni menyapu jalan. Hanya ada sedikit pelanggar yang memilih membayar denda Rp 250.000. ”Enggak banyak, tetapi yang seperti itu (membayar denda). Alasannya, kalau enggak buru-buru, ya, karena malu. Biasanya mereka bukan warga sini, tetapi pelintas,” ungkapnya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Kepala Satpol PP Kelurahan Kampung Bali Bambang Suprayitno. Kebanyakan dari pelanggar yang pernah ia jaring memilih menerima sanksi sosial ketimbang membayar denda.
”Mereka rata-rata enggak mau nyapu, tetapi jarang sekali. Dari 10 orang, mungkin hanya satu atau dua yang seperti itu,” saat ditemui di sela-sela patroli keliling.
Menurut Kepala Laboratorium Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Syaifudin, denda bisa membuat orang takut dan menunjukkan keseriusan pemerintah memberi sanksi. Di sisi lain, denda justru bisa melemahkan maksud dari aturan itu karena ada kelompok yang menilai aturan dari nilai nominalnya semata.
”Bagi masyarakat yang belum memahami tujuan aturan untuk melindungi keselamatan diri sendiri dan orang lain, akan muncul pemikiran tak apa-apa melanggar aturan, toh, saya mampu membayar. Jadi, sebaiknya kategori denda juga dievaluasi dan ditingkatkan lagi nominalnya,” katanya (Kompas, 16 November 2020).