Tingkat Keterisian Tempat Tidur di Kota Bogor dan Depok di Atas 60 persen
Kenaikan kasus positif dan meningkatnya keterisian tempat tidur di Kota Bogor dan Depok di atas 60 persen. Hal itu menjadi peringatan dan lampu kuning agar masyarakat mematuhi protokol kesehatan.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan dan pusat isolasi pasien Covid-19 di Kota Bogor, Jawa Barat, meningkat rata-rata 62 persen. Begitu pula di Kota Depok yang sudah mencapai 65 persen. Tinggi angka kasus dua kota itu tidak hanya berdampak pada semakin penuhnya rumah sakit, tetapi juga mengancam terlaksananya pembelajaran tatap muka Juli mendatang.
Berdasarkan pembaruan data dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, tingkat keterisian tempat tidur di 21 rumah sakit rujukan pasien Covid-19 mencapai 293 tempat tidur atau 38,8 persen dari total 737 tempat tidur yang tersedia. Sebaran pasien asal Kota Bogor 168 orang (57,3 persen), pasien asal Kabupaten Bogor 77 orang (26,3 persen), dan pasien dari kota lainnya 16,4 persen.
Adapun keterisian di pusat isolasi Pusdiklat Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ciawi mencapai 87 tempat tidur (87 persen) dari 100 tempat tidur yang tersedia. Tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan dan pusat isolasi pasien Covid-19 di Kota Bogor rata-rata 62,9 persen.
Keterisian tempat tidur isolasi pasien di rumah sakit untuk ICU mencapai 65 persen. Untuk isolasi perawatan di rumah sakit mencapai 68 persen. Jika semakin meningkat, artinya sulit bagi warga yang positif untuk dirawat. (Imam Budi Hartono)
Warga yang terkonfirmasi positif pada Senin (14/6/2021) bertambah 74 kasus sehingga total konfirmasi positif sebanyak 16.779 kasus. Adapun yang masih sakit sebanyak 722 kasus, selesai isolasi atau sembuh 15.790 kasus, dan meninggal 267 kasus.
”Ada tren kenaikan kasus. Keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan dan pusat isolasi sebelumnya rendah sekali di bawah 20 persen. Namun, sekarang rata-rata di atas 60 persen,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya, Senin (14/6/2021).
Kenaikan kasus positif dan meningkatnya keterisian tempat tidur, kata Bima, perlu segera diantisipasi. Batas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk keterisian tempat tidur adalah 60 persen. Namun, kondisi saat ini sudah melampaui standar WHO. Peningkatan ini menjadi lampu kuning untuk Kota Bogor.
Menurut Bima, sesuai prediksi, kenaikan kasus positif di Kota Bogor karena dampak libur lebaran sehingga menimbulkan sejumlah kluster seperti di Perumahan Griya Melati dan Pondok Pesantren Bina Madani. Selain dari kluster, protokol kesehatan juga kendur.
”Kami akan segera membahas lagi untuk sosialisasi aturan menahan laju kenaikan kasus positif. Antisipasi yang penting adalah kesiapan tempat tidur, tenaga kesehatan, serta upaya maksimal testing, tracing, dan treatment (3T). Kami tidak lelah juga mengimbau untuk warga ketat protokol kesehatan,” kata Bima.
Bima menuturkan, belajar dari pengalaman kasus kluster Griya Melati dan Pondok Pesantren Bina Madani, pihaknya akan fokus pada upaya pengetesan, penelusuran, dan perawatan (3T). Fokus yang menjadi perhatian salah satunya di institusi pendidikan karena pada Juli mendatang pembelajaran tatap muka (PTM) dimulai. Institusi pendidikan yang menjadi perhatian adalah pondok pesantren yang memiliki peserta didik dari luar kota.
”Santri dari luar Kota Bogor yang datang ke pondok pesantren wajib menjalani tes usap polymerase chain reaction (PCR) terlebih dahulu. Itu untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di lingkup pondok pesantren,” kata Bima.
Untuk itu, ia memerintahkan Dinkes Kota Bogor melakukan tes usap PCR, sedangkan camat mendata pondok pesantren dan semua santri yang berasal dari luar Kota Bogor menjelang rencana pembelajaran tatap muka.
”Bukan tes usap antigen, melainkan tes usap PCR. Saya minta Dinkes untuk kuat testing, tracing, dan treatment. Untuk camat, juga harus mendata warga yang masuk, khususnya santri dari luar kota,” kata Bima yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, kenaikan kasus ini bisa mengancam pelaksanaan PTM pada Juli mendatang. Bukan tak mungkin jika kondisi kasus hingga akhir atau awal Juli belum reda, PTM gagal terlaksana.
”Saat ini Kota Bogor masih zona oranye. Jika tingkat kewaspadaan Covid-19 di Kota Bogor zona kuning dan hijau, PTM pada tahun ajaran baru bisa terlaksana. Ini jangan sampai Kota Bogor masuk zona merah, peluang terlaksananya PTM semakin kecil,” kata Dedie.
Kasus tinggi di Kota Depok
Kenaikan kasus dan peningkatan tempat tidur pasien Covid-19 juga terjadi di Kota Depok. Juru bicara Satuan tugas Penanganan Covid-19 Kota Depok, Dadang Wihana, mengatakan, dalam tiga hari terakhir ada peningkatan kasus positif mencapai 350 kasus. Peningkatan kasus ini berdampak pada keterisian tempat tidur pasien Covid-19. Saat ini keterisian di ruang ICU sudah 65 persen.
Wakil Wali Kota Depok Imam Budi Hartono mengingatkan warga untuk mematuhi protokol kesehatan dan peraturan pemerintah agar penularan Covid-19 tidak semakin menyebar.
”Keterisian tempat tidur isolasi pasien di rumah sakit untuk ICU sudah mencapai 65 persen. Jika semakin meningkat, artinya sulit bagi warga yang positif untuk dirawat. Untuk isolasi perawatan di rumah sakit juga meningkat tajam mencapai 68 persen,” katanya.
Imam menambahkan, kenaikan kasus dan tingginya tingkat keterisian tempat tidur bisa mengancam terlaksananya PTM berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri. Jika warga tidak mematuhi protokol kesehatan, selain dampak kesehatan, kesempatan untuk menggelar PTM juga bisa kembali tertunda atau mundur. Hal itu jelas akan merugikan orangtua dan murid.
”Apabila masih terjadi lonjakan kasus, sulit untuk menggelar PTM. Kita tidak mungkin mengorbankan anak-anak. Jika masih tinggi, tetap pembelajaran jarak jauh (PJJ). Kondisi ini tentu sama-sama berat, terutama untuk orangtua. Jadi, diharapkan betul untuk prokes ketat demi kesehatan kita semua dan anak-anak kita juga,” kata Imam.
Cetak 1.000 sukarelawan
Pemkot Bogor, Pemkot Depok, dan Pemkab Bogor berusaha untuk menangani pandemi Covid-19 agar bisa menekan kasus. Upaya pemerintah daerah adalah dengan mengirim sukarelawan ke Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) untuk mendapatkan pelatihan.
Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan mengatakan, ketiga pemda berkolaborasi bersama BNPB untuk mengelar pelatihan. Tujuan pelatihan untuk mencetak dan mempersiapkan 1.000 sukarelawan Covid-19 guna mempercepat pengendalian dan penanganan pandemi Covid-19.
”Masing-masing pemda mengirim sukarelawan untuk dilatih. Sukarelawan itu tergabung dari perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) masing-masing kota dan 20 perwakilan organisasi masyarakat. Para sukarelawan ini diharapkan akan membantu penanganan dan pengendalian Covid-19,” kata Lilik, dalam keterangan tertulisnya.
Lilik menjelaskan, sukarelawan yang tergabung dalam pelatihan selama lima hari itu berasal dari BPBD Kota Bogor 100 orang, Kabupaten Bogor 150 orang, Kota Depok 200 orang, dan 20 perwakilan organisasi masyarakat 550 orang.