Seru dan Haru Lebaran di Kos-kosan
Pandemi Covid-19 membuat banyak mahasiswa dan anak muda perantauan tak bisa berkumpul bersama keluarga di kampung halaman. Meski begitu, Lebaran tetap penuh keseruan bersama teman-teman di kos-kosan.
Suasana Lebaran tahun ini sungguh berbeda. Larangan mudik berimbas untuk mahasiswa perantauan. Namun, jangan sedih, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengobati kerinduan berkumpul dengan keluarga. Lupakan sejenak virus korona, Lebaran harus tetap seru.
Salah satu momen yang paling ditunggu saat Lebaran adalah berkumpul dengan keluarga, menikmati ketupat, opor ayam, dan kue nastar. Sayangnya, tahun ini, bagi sebagian anak muda, kesempatan berkumpul keluarga terlewatkan. Kemeriahan hari raya cukup dilakukan secara virtual. Saling bermaafan, melambaikan tangan, tertawa bersama, dan memamerkan makanan hanya bisa dilakukan lewat layar gadget.
Tak mau berlarut-larut dalam kesedihan tak pulang kampung, sebagian anak muda menyiasatinya dengan kesibukan di kosan. Mereka lalu makan ketupat dan opor ayam bersama teman-teman indekos dan silaturahmi virtual dengan keluarga dan orangtua. Meski dirayakan secara sederhana di tempat indekos, kehangatan Lebaran tetap terasa.
Bagi Firhan Ashari (22), ini pertama kalinya ia merayakan Lebaran jauh dari keluarga. Runner-up Masterchef Indonesia Session 6 ini biasanya merayakannya bersama keluarga besar di kampung halaman di Cilegon, Banten. Sejak daerah tempat tinggalnya menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) karena ada tetangga yang positif Covid-19, Firhan tidak bisa mudik.
”Percuma mudik. Begitu sampai kompleks rumah, pasti aku disuruh kembali ke Jakarta karena daerah aku tidak menerima pendatang dari zona merah. Akhirnya aku memutuskan tidak pulang ke kampung halaman,” katanya, di Jakarta, Minggu (24/5/2020).
Silaturahmi bersama keluarga besar kemudian digantikan dengan kumpul bersama teman rumah yang tinggal bersama di Palmerah, Jakarta Barat. Hari itu, Firhan dan kawan-kawan menikmati makanan khas seperti ketupat, opor ayam, dan sambel goreng. Makanan itu buatan orangtua Firhan yang dikirim dari Cilegon ke Jakarta.
Agar suasana Lebaran lebih seru, mereka bikin dress code, pakaian serba putih. Sejak pukul 10.00, penghuni indekos sudah berkumpul di meja makan. Mereka menikmati makan bersama sambil bercengkerama. Sesi makan kemudian diakhiri dengan foto-foto untuk mengabadikan kenangan Lebaran yang berbeda dan berkesan.
”Aku merasa Ramadhan kali ini berbeda dengan sebelumnya. Sekarang tidak bisa Tarawih dan shalat Id. Untuk kumpul dengan keluarga dan teman juga susah. Tahun lalu bisa bebas kumpul-kumpul, ketawa-ketawa, tiba-tiba korona datang, semua berubah,” ujarnya.
Kalau Firhan mendapat kiriman makanan dari orangtua, beda lagi dengan Saidna Ali, mahasiswa Program Studi Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ganesha, Tangerang Selatan. Untuk mengobati kerinduan akan kampung halaman, dia bersama teman-temannya membuat cake zebra yang biasanya menjadi suguhan Lebaran saat kumpul keluarga di Ternate. Sayangnya, mereka gagal membuat bolu lembut nan lezat itu.
”Sebenarnya kami sudah terbiasa di sana untuk makan kue zebra waktu Lebaran. Jadi ada dua teman saya yang mengusulkan membuat kue Lebaran seperti di kampung. Namun, campuran adonan kue tidak sesuai karena mereka melihat tutorial yang ada di Youtube,” kata Ali ketika dihubungi di Jakarta, Senin (25/5/2020).
Ali menuturkan, bolu tidak mengembang seperti kue basah pada umumnya sehingga tekstur kue itu malah keras. Ali dan teman-temannya terpaksa membuang kue itu, padahal mereka membuat hingga dua loyang kue. ”Waktu cerita ke keluarga masing-masing, mereka di-ketawain sama keluarga. Kami akhirnya hanya makan kue kering pas Lebaran lalu, ada kue nastar, kue cokelat, dan kue kismis. Alhamdulillah, Lebaran ini tetap berkesan. Selama bulan Ramadhan sampai Lebaran, saya tinggal di apartemen teman di Kemang,” tuturnya.
Terharu
Rasa haru tak terhindarkan lagi ketika kerinduan akan keluarga dan kampung halaman semakin menumpuk. Untung saja, kecanggihan teknologi lewat video call bisa sedikit mengobati kerinduan.
Untuk mengobati rasa rindu, penghuni indekos bersilaturahmi dengan keluarga secara virtual. Sejak Minggu (24/5/2020) pukul 08.00, Deri Nugraha (22) menelepon keluarga di Cihampelas, Bandung, untuk mengucapkan selamat Idul Fitri. Selain menelepon keluarga, ia juga menghubungi rekan kerja, teman-teman, dan klien dekat.
Ketika menelepon orangtua, air mata menetes karena merasa sedih tidak bisa kumpul bersama. ”Ini pertama kalinya aku Lebaran sendirian, jauh dari keluarga. Di keluargaku, hanya aku yang merantau dan tidak ada di rumah saat Lebaran,” kata sales sebuah hotel di Jakarta ini.
Melalui panggilan video, Deri dan keluarga saling memaafkan dan mendoakan satu sama lain. Deri juga berusaha meyakinkan orangtua bahwa dirinya baik-baik di Jakarta. Setelah pandemi berakhir, Deri berniat segera pulang agar berkumpul dengan keluarga besar.
Keharuan di hari raya juga dirasakan Aurellia Novanda Rahmadanty (Danty), mahasiswa program pendidikan vokasi Universitas Indonesia bidang Okupasi Terapi. Dia memilih tidak mudik ke Pekanbaru, Riau, untuk merayakan Lebaran tahun ini bersama keluarganya. Danty merayakan Lebaran bersama keluarga budenya di Bekasi.
Saat pandemi ini, Danty menjadi sukarelawan kemanusiaan melawan Covid-19 yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dia bertekad mematuhi aturan pemerintah tidak mudik. Namun, saat Lebaran tiba, ternyata hatinya rapuh, tak kuasa menahan rasa sedih dan sepi.
”Biasanya saat Lebaran seharian kumpul keluarga besar dan keliling dari satu rumah keluarga ke keluarga lainnya. Kami perginya konvoi, jadi rame banget. Biasanya nyicip makanan di tiap rumah dan dapat THR dari pakde, bude, om, tante, atau sepupu yang sudah kerja. Sekarang cuma bisa lihat gambarnya aja di Whatsapp,” ujar Danty dengan nada sedih, yang dihubungi dari Bekasi, Senin.
Danty tak kuasa menahan matanya yang berkaca-kaca saat melakukan panggilan video bersama ibu, nenek, dan adiknya serta keluarga lainnya di Riau. Meskipun tetap bisa menjalankan ritual bermaaf-maafan dan silaturahmi secara daring, Danty merasa tidak puas dengan kondisi Lebaran yang berjarak pada tahun ini akibat pandemi Covid-19.
Pesan dan doa dari orangtua supaya dirinya baik-baik saja di Bekasi dan berharap bisa pulang membuat hati Danty semakin sedih. Ditambah lagi dengan ungkapan simbah yang selalu bilang merasa kangen kepada Danty. Pengalaman ini membuat dia merasakan betapa indahnya kebersamaan dengan keluarga tercinta.
”Ternyata, waktu berkumpul bersama keluarga itu mahal nilainya, apalagi pada situasi seperti sekarang. Jadi, buat orang-orang yang sekarang bisa berkumpul bersama keluarganya, harus banget dimanfaatkan waktunya. Kalau nanti aku sudah bisa pulang, ingin bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sama keluarga,” tutur Danty.
Biasanya saat Lebaran seharian kumpul keluarga besar dan keliling dari satu rumah keluarga ke keluarga lainnya. Kami perginya konvoi, jadi rame banget. Biasanya nyicip makanan di tiap rumah dan dapat THR dari pakde, bude, om, tante, atau sepupu yang sudah kerja. Sekarang cuma bisa lihat gambarnya aja di Whatsapp.
Sementara Aryana Dini Putri Tianto, mahasiswa Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berlebaran bersama keluarganya di Sidoarjo, Jawa TImur, tidak merasakan kemeriahan hari raya. Tradisi kumpul keluarga besar di rumahnya di Sidorajo, lalu mudik ke keluarga ibunya di Bojonegoro terpaksa tidak bisa dijalani.
”Tahun ini pun jadi enggak masak ketupat. Di rumah menunya biasa saja. Soalnya keluarga biasanya pada kumpul ramai-ramai di rumah dan masak ketupat dalam jumlah besar. Tahun ini terasa sepi. Tapi tetap senang bisa berkumpul keluarga dan bisa terobati kangen dengan keluarga lain lewat video call,” ujar gadis yang akrab disapa Dini ini, yang pulang ke kampung halaman sejak kebijakan kuliah daring.
Anjuran untuk tetap berada di rumah membuat Dini kehilangan momen istimewa, seperti takbiran keliling dan persiapan shalat Id berjemaah di masjid. Kunjungan ke rumah keluarga yang dekat dan tetangga juga tidak dapat dilakukan.
”Lebaran tahun ini beda sekali. Enggak seramai tahun sebelumnya. Kakak yang bekerja di Jakarta enggak bisa pulang. Akhirnya video call-an aja. Sama teman-teman sekolah yang biasanya pada ngumpul, ada acara halal bihalal, bisa terobati dengan interaksi online. Tapi harus belajar bahwa Lebaran kali ini pun esensinya sama. Lebaran esensinya tetap sama, yakni kebersamaan di hari yang suci dan penuh berkah,” ujar Dini.
Ilman Muhammad (24), pemuda asal Ternate lainnya, juga harus merayakan Idul Fitri jauh dari rumah. Pemuda ini seharusnya telah pulang ke Pulau Bacan, Maluku Utara, sebelum Lebaran. Sayangnya, pengambilan ijazah kelulusannya dari Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, terhambat karena kampus tutup akibat Covid-19.
Ilman kini harus tetap di wilayah Tangerang Selatan sembari menunggu kampus kembali buka. Mau tak mau, ia akhirnya menginap di rumah salah satu kenalannya di Bogor menjelang perayaan Idul Fitri. Ia menghabiskan waktu untuk shalat Id, masak bersama, dan duduk-duduk di rumah kenalan itu.
”Kalau suasana di sini lagi ramai, saya enggak inget rumah, tetapi kalau lagi sendiri, pasti ingat. Tradisi di rumah sendiri itu ngumpul bareng, piknik, dan silaturahmi. Selesai Lebaran, kami biasanya ada pertandingan sepak bola di kampung,” ucapnya.
Pemuda ini menyempatkan diri untuk bermaaf-maafan dengan keluarganya di kampung menggunakan telepon. ”Kalau rindu keluarga, sih, pasti ya. Insya Allah, saya akan balik rumah setelah Covid-19 berakhir,” katanya.
Pandemi Covid-19 yang menyerang hampir semua negara di dunia memaksa Aditya Pranata Siregar(22) membatalkan rencana liburan bersama orangtua di Bali. Padahal, karyawan software engineer backend di perusahaan rintisan ini sudah memesan tiket sejak jauh-jauh hari. Orangtuanya juga sudah semangat dan sudah mempersiapkan diri.
Adit merasa sedih karena liburan berantakan dan ia harus merayakan Lebaran jauh dari orang terkasih. Di sisi lain, Adit merasa bahagia karena menemukan keluarga baru, yaitu teman-teman yang tinggal di tempat indekos. Sejak hari pertama Ramadhan, Adit dan kawan-kawan sering janjian untuk sahur dan buka bersama.
Begitu juga ketika Idul Fitri, ia menghabiskan waktu untuk makan dan berkumpul bersama. Adit mengatakan, Covid-19 membuatnya dekat dengan teman-teman di tempat indekos. ”Aku merasa menemukan keluarga baru,” ujarnya.