Mahasiswa Menanti Kuliah di Era Normal Baru
Mahasiswa menanti aturan kampus untuk menghadapi tatanan normal baru untuk semester baru. Meski tak sabar kembali ke kampus, mereka harus tetap waspada menghindari penyebaran virus korona.
Setelah hampir tiga bulan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah, pemerintah berencana melonggarkan pembatasan sosial dan menyiapkan tatanan normal baru atau new normal. Situasi normal baru disambut dengan berbagai sikap, ada yang gembira membayangkan bisa bertemu teman-teman kuliah, tetapi ada juga yang was-was dengan masih tingginya kasus Covid-19.
Hingga saat ini, mahasiswa masih menanti kepastian bentuk perkuliahan untuk semester mendatang, yang dimulai pada Agustus. Bayangan bisa beraktivitas kembali di kampus maupun di luar kampus setidaknya memberi semangat baru.
Dari pihak kampus, banyak persiapan perlu dilakukan, termasuk menggodok sistem kuliah secara daring maupun tatap muka. Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, UI mungkin akan menggunakan blended learning (sistem pembelajaran campuran) yaitu penerapan sistem daring dan tatap muka.
“Dengan adanya protokol kesehatan, maka kelas tidak akan mungkin terisi kapasitas seratus persen. Maka, setengah mahasiswa belajar di kelas, setengahnya lagi belajar berkelompok secara daring di rumah secara bergantian. Dosennya tidak perlu harus selalu mengajar di dalam kelas, bisa juga mengajar dari kantor atau rumah, khususnya bagi mereka yang sudah sepuh,” kata Ari.
Sistem pembelajaran yang mengkombinasikan tatap muka dan daring sebenarnya sudah diusulkan sejak lama. Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam mengungkapkan, kementerian sedang menyiapkan panduan untuk tahun ajaran baru.
“Sebenarnya, dari dulu perguruan tinggi didorong memanfaatkan teknologi termasuk blended learning untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman mahasiswa. Saat ini, blended learning menjadi makin relevan," kata Nizam.
Dengan situasi normal baru, para mahasiswa pun diharapkan bisa cepat beradaptasi. Daniel Reinhart Tanugraha (20) mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang tinggal di Bekasi bersiap-siap untuk kembali ke Yogyakarta. Dia merasa harus kembali ke kampus untuk menuntaskan mata kuliah praktik yang tidak bisa dilakoni secara daring.
“Senang sih kalau sudah bisa kuliah lagi. Tapi ada rasa was-was nih kalau berada di kerumumun. Sudah kebayang nanti harus ke bandara dan bersama banyak orang, kepikir juga khawatir kena Covid-19,” ujar Daniel.
Pengalaman keluar kota di masa pandemi Covid-19, bagi Daniel, jadi terasa berbeda. Kali ini, dia harus menyiapkan surat keterangan bebas Covid-19, surat pengantar aparat pemerintah, hingga meminta surat pengantar kampus.
Menghadapi normal baru, Daniel yakin bisa beradaptasi dengan mengikuti anjuran pemerintah. Bawaan wajib seperti hand sanitizer, sarung tangan, masker, serta kebiasaan cuci tangan dan jaga jarak bakal terus dilakukan.
Mathilda Claressa Ragadina (20), mahasiswa Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengatakan, sampai sekarang belum ada kepastian mengenai sistem perkuliahan di era normal baru. “Belum jelas kapan kuliah kembali dimulai, belum jelas juga bagaimana bentuknya,” katanya, dihubungi dari Jakarta, Senin (1/6/2020).
Ia menjelaskan, pihak kampus memberikan tiga skema sistem perkuliahan. Pertama, bila pandemi berakhir Juni, maka kelas kembali dibuka Agustus. Kedua, bila pandemi berakhir pada Juli, maka kuliah dilakukan tatap muka dan daring. Pilihan ketiga adalah semua kelas secara daring apabila pandemi masih berlangsung.
Ressa berharap pandemi segera berlalu sehingga ia bisa kembali belajar di kelas. Begitu kampus dibuka, ia berharap ada aturan-aturan baru seperti meniadakan absensi menggunakan finger print atau tanda tangan yang berpotensi menularkan virus.
Kurang seru
Hal yang paling menyenangkan saat di kampus adalah bisa bertemu teman, mengobrol dan bercanda. Namun, di era normal baru, mungkin hal itu akan jarang terjadi.
Shafira Alfarisia, mahasiswa baru di program S1 Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, bersiap untuk memulai kuliah dengan gaya baru. Dia membayangkan masa kuliah yang beramai-ramai dengan teman kuliah di ruang kelas maupun kongkow di kantin bakal berubah.
“Padahal ke kampus itu kan serunya bisa ramai-ramai ya. Becanda, memegang teman. Tapi kayaknya nanti di new normal tidak bisa dulu. Rasanya sedih menghadapi situasi begitu,” ujar Shafira.
Shafira yang aktif berorganisasi dan bepergian ke luar kota dalam kapasitas sebagai pendiri Yayasan 10.000 Beasiswa ini juga harus tetap mampu menahan diri tidak berada dalam keramaian. Padahal, dia sering kali memberi ceramah dan motivasi di kalangan mahasiswa berbagai daerah untuk berpretasi.
Bagi Syifa Fakhirah (21), mahasiswa Ilmu Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan, pandemi Covid-19 mengganggu ritme pendidikan yang ditempuhnya, terutama karena ia sedang persiapan kuliah kerja lapangan. “Rencana KKL jadi berantakan karena kegiatan-kegiatan di luar ruangan tidak mungkin dilakukan,” tuturnya.
Menghadapi normal baru, menurut Syifa, sistem pendidikan harus dibuat lebih kreatif. Semangat belajar dan mengajar juga harus datang dari dosen dan mahasiswa. Dosen harus lebih aktif dan kreatif dalam membuat sistem belajar, sementara mahasiswa harus semangat belajar. “Jangan sampai Covid-19 ini jadi alasan untuk malas belajar. Kalau terpaksa harus online lagi, ya kita harus tetap semangat untuk menyerap pelajaran dengan baik,” tuturnya.
Beda lagi dengan Harry Leonardo (23), mahasiswa jurusan Teknik Informatika Universitas Mercubuana, yang menikmati kuliah daring. Apalagi, untuk dirinya yang kuliah sambil bekerja. “Kalau kuliah di kelas memakan waktu perjalanan. Sementara kalau kuliah virtual, bisa lebih efektif,” ujar software engineer di perusahaan start-up ini.
Kalau kuliah di kelas memakan waktu perjalanan. Sementara kalau kuliah virtual, bisa lebih efektif.
Harry mengatakan, ia tidak punya persiapan khusus untuk menghadapi normal baru selama ini sudah terbiasa bekerja dan belajar dengan sistem remote dari kamar indekos. Biasanya, Harry kuliah setiap Sabtu pukul 07.00 – 15.00.Meski lebih mudah, tetapi ada tantangan tersendiri yaitu melawan kemalasan karena belajar dari kamar kosan.
Psikolog Remaja dan Keluarga, Sukma Prawitasari, menyatakan remaja punya modal kuat untuk beradaptasi dengan perubahan, seperti lebih disiplin menggunakan masker dan rajin cuci tangan. Namun, dalam membuat aturan normal baru, perlu diperhatikan juga kebutuhan dasar mereka, seperti interaksi sosial dengan teman sebaya dan diingatkan berulang-ulang tentang protokol kesehatan.
“Remaja suka terjebak dengan persepsi bahwa anjuran di rumah saja berarti sama sekali tidak boleh keluar rumah. Padahal, masih bisa pergi ke apotek, berbelanja, berolahraga, atau melakukan kegiatan-kegiatan lain dengan memperhatikan protokol kesehatan. Dalam menerapkan aturan, tata caranya harus jelas dan bisa dipahami baik oleh pelajar dan mahasiswa, juga oleh orang tua,” ujarnya.
Sejauh ini, masalah psikologis yang dihadapi remaja umumnya adalah kejenuhan dan stres karena kurangnya aktivitas atau interaksi sosial dengan teman sebaya. Ia menyarankan agar mahasiswa bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang membuat hati bahagia, tetapi tetap memperhatikan protokol kesehatan. Kegiatan olahraga, misalnya, tetap dapat dilakukan di tempat yang jauh dari kerumunan. Demikian juga menonton film bisa dilakukan bersama keluarga di rumah.