Samarnya Cara Baru Menonton Film dan Konser di Masa Normal Baru
Fenomena menonton pertunjukan film dan konser dari dalam mobil mulai hinggap di Indonesia ketika aturan PSBB mengendur. Ini bisa jadi kemeriahan sesaat, namun mungkin jadi wajah baru industri hiburan.
Pandemi virus korona baru membungkam industri film dan musik yang biasanya ingar-bingar. Bioskop dan arena konser tutup rapat sejak pertengahan Maret silam. Menjelang masa normal baru atau new normal di Indonesia, wacana menonton film layar lebar dan menikmati konser dari dalam mobil sedang dibicarakan.
Kasak-kusuk perihal bioskop kendara (drive-in cinema) mulai ramai terdengar di jagat internet sejak pertengahan Mei lalu. Akun Instagram @driveincinemajkt memasang unggahan yang memantik penasaran. “Cukup di dalam mobil dan nikmati suguhan film dengan sensasi berbeda,” demikian keterangan unggahan itu.
Segala informasi penting masih dikunci rapat-rapat oleh Ergo and Co dan Flashcomm Event, dua penyelenggara yang bersekutu menggarapnya. Keingintahuan “di mana”, dan “kapan” masih belum terjawab bahkan sampai ketika aturan PSBB mulai melonggar di ibukota.
“Kami mengupayakan (bisa terlaksana) awal Juli, terkait perizinan. Tergantung pemerintah,” kata Adam Hadziq, salah satu pendiri Ergo and Co melalui sambungan telepon pada Jumat (5/6/2020). Adam telah mengajukan izin perhelatan di tiga lokasi, namun belum satu pun yang mendapat lampu hijau.
Ia memastikan ketiga lokasi itu berada di seputaran Jakarta; satu di pusat, dua di pinggir. Luasan tiap lokasi minimal dua hektar minim penghalang. Lokasi mana yang bakal dipilih akan diumumkan di kemudian hari.
Bioskop kendara yang sedang dikerjakan Adam ini terinspirasi dari tayangan video ibadah dalam mobil di luar negeri. “Pengkotbahnya di luar, dan jemaatnya di dalam mobil. Kami cari celah bikin event serupa yang bisa dijual. Tercetuslah drive-in cinema. Kebetulan (pada masa pandemi) di Jerman dan Korea sudah berlangsung,” ujar pria berusia 40 tahun ini.
Kebetulan juga Jakarta pernah punya bioskop kendara permanen di kawasan Pantai Ancol yang beroperasi sejak 1970 hingga awal dekade 1980-an. Bioskop itu bisa menampung hingga 800 mobil, dan disebut-sebut sebagai bioskop kendara terbesar di Asia Tenggara pada masanya (Kompas, 8 Juli 1970).
Tapak sejarah itu meyakinkan Adam bahwa menghidupkan lagi bioskop kendara bisa menguntungkan. “Ada generasi yang bisa bernostalgia karena dulu pernah menonton di drive-in, sekaligus memberi pengalaman nyata bagi generasi sekarang,” kata Adam.
Namun, Adam dan timnya tidak sedang membangun bioskop kendara yang pemanen seperti di Ancol dulu. Yang baru ini adalah perhelatan sesaat atau pop-up event. Pemutaran filmnya hanya berlangsung empat hari di satu lokasi. Bisa saja di lain waktu diadakan lagi di tempat yang sama, atau berpindah lokasi layaknya bioskop keliling.
Pengalaman berbeda
Ketika bioskop reguler sedang tutup seperti saat ini, menonton dari mobil bisa jadi pengobat kerinduan akan pengalaman kolektif menonton di bioskop. Pun andaikata per Juli bioskop sudah boleh beroperasi, Adam dan kawan-kawan tetap menggelar bioskop versi mereka. “Pengalaman menontonnya akan berbeda (dengan bioskop reguler),” janji Adam.
Mereka akan menggunakan layar LED berkepadatan tinggi berukuran 17 x 9 meter. Ketinggian layar dari tanah tiga meter. Jarak antara layar dan saf parkir terdepan adalah 15 meter. Penyaluran suara film bisa dilakukan dalam dua pilihan, melalui gelombang radio FM, atau pelantang berpenerima wi-fi maupun Bluetooth. Petugas juga bakal mengelap kaca mobil, agar gambar di layar bisa dinikmati dengan baik.
Sejauh ini, mereka telah merancang tata caranya. Aturan main itu didasarkan pada protokol kesehatan selama masa pandemi. Menjaga jarak tetap menjadi acuan utama. Penonton tak diperkenankan meninggalkan mobil, kecuali untuk keperluan buang air. Mereka menjual masker, dan menyediakan pencuci tangan di toilet.
Parkir kendaraan diatur tak berdekatan; jarak antarpintu mobil masing-masing dua setengah meter, dan empat sampai lima meter dengan kendaraan di depannya. Selama di lokasi, mesin mobil dalam keadaan menyala untuk menghidupkan AC, dengan jendela dibuka sedikit. Lampu kabin wajib dinyalakan.
Calon penonton memastikan jenis kendaraan ketika membeli tiket. Itu akan mempengaruhi penempatan lokasi parkirnya, juga kapasitas maksimal penumpang. Tiket hanya dijual untuk dua orang, dan empat orang per mobil. “Mobil diesel menempati baris belakang,” kata Adam mempertimbangkan gas buang dari mesin mobil yang menyala.
Sebelum memasuki arena menonton, penumpang dan pengendara akan diperiksa suhu tubuhnya. Mobil akan didisinfeksi, terutama bagian roda, dan diuji emisi. Penyelenggara menyiapkan mobil pinjaman jika penonton sudah membeli tiket tapi mobilnya tak lolos uji emisi.
Penempatan mobil direncanakan menjadi sekitar tujuh baris. Tiap baris diawasi dua petugas yang mengenakan alat pelindung diri. Mereka memastikan penonton tak melanggar protokol kesehatan, juga merekam film diam-diam. Untuk itulah lampu kabin diwajibkan menyala.
Perlindungan terhadap karya film berusaha dipatuhi penyelenggara. Mereka mendaku hanya memutarkan film yang diperoleh dari distributor resmi. “Kami mencoba memutarkan film yang penayangannya sempat terhenti waktu bioskop ditutup. Ada juga film dari luar yang pernah dapat Piala Oscar. Genrenya beragam, ya, thriller, horor, drama,” kata Adam.
Baca juga:
https://kompas.id/baca/hiburan/2020/05/28/masa-depan-industri-film-di-tengah-pandemi-covid-19/
Rencananya, mereka akan memutarkan tiga judul film dalam satu hari, mulai pukul 16.00 sampai sekitar pukul 00.00. Khusus hari Sabtu, diputarkan empat judul film. Film berkategori segala umur ditayangkan di jam pertama. Dengan membeli tiket, penonton telah berdonasi bagi pekerja film.
Eforia musim panas
Di negara lain, pemutaran film di bioskop kendara mulai menggeliat sejak pertengahan April, menyusul penutupan bioskop-bioskop reguler. Beberapa bioskop kendara di Amerika Serikat yang sempat sepi, kembali ramai di masa pandemi. Negara lainnya seperti Iran, Lithuania, Dubai, dan Perancis juga sudah menggelar nonton bareng di bioskop kendara.
Ratusan warga Mardrid di Spanyol merasakan eforia nonton di bioskop kendara mulai pekan lalu, seperti dilansir AFP pada Kamis (28/5/2020). Tak kurang dari 100 mobil parkir di pelataran bioskop kendara Madrid Race menjelang matahari terbenam. Di petang musim panas itu, mereka bersiap menyaksikan film klasik Grease (1978) di ruang terbuka setelah dua setengah bulan mengurung diri di rumah.
Parkir antarmobil dibuat merenggang. Pengunjung tak diperkenankan keluar dari mobilnya. Makan dan minuman dipesan pakai aplikasi, dan akan diantar petugas bermasker dan bersarung tangan ke mobil masing-masing.
“Kami jadi sarana hiburan teraman di Madrid. Sepertinya bioskop kendara memang dirancang untuk kondisi seperti ini,” kata Cristina Porta, pendiri Madrid Race kepada AFP. Dia mengaku tiket pertunjukan selama sebulan penuh telah ludes terjual.
Penonton sepertinya setuju. “Setiap orang jadi punya ruang pribadi yang aman, karena tak banyak bersinggungan dengan permukaan yang mungkin dihinggapi virus. Ini (bioskop kendara) adalah cara terbaik mendapat hiburan yang aman,” kata salah seorang penonton, Belen Perez.
Konser musik
Kini, Madrid Race tak hanya jadi ajang pemutaran film. Tempat mereka juga telah dipesan untuk penyelenggaraan berbagai pentunjukan, seperti teater, monolog, komedi, juga konser musik. Semuanya disaksikan penonton dari dalam mobil.
Konser musik kendara (drive-in concert) memang marak di beberapa negara. Penyanyi asal Denmark, Mads Langer bisa jadi yang pertama melakukannya. Pada sebuah konser di kota Aarhus, dia tampil di hadapan sekitar 500 mobil. Suaranya disalurkan melalui gelombang radio FM ke kabin mobil.
Seperti dilansir dari situs ABC News, Mads tak hanya bernyanyi. Dia juga berinteraksi dengan penontonnya lewat aplikasi Zoom yang terpampang di layar besar latar panggung. “Aku berbincang dengan mereka seperti menanyakan apa pekerjaannya, dan bagaimana mereka mengatasi keterbatasan di masa pandemi ini. Ternyata itu bisa jadi pertunjukan intim meski digelar di arena luas,” kata Mads.
Penonton merespons aksi panggung Mads bukan dengan tepukan atau teriakan layaknya konser pada umumnya. Mereka menekan klakson, mengedipkan lampu, atau menyalakan wiper mobil mereka. “Atmosfernya terasa unik karena orang-orang melakukan hal baru bersama-sama. Momen itu tak akan terlupakan,” ucap pelantun “Fact-fiction” itu.
Keunikan itulah yang hendak diusung promotor Berlian Entertainment bersama Mata Elang Production dan Mahaka Radio ke Jakarta. Mereka berencana menggelar pertunjukan musik arena terbuka bertajuk Drive-in Konser pada Agustus mendatang. Tanggal, lokasi, dan siapa saja penampilnya belum diumumkan.
Penyelenggara mengadopsi konsep bioskop kendara, yaitu ditonton dari dalam mobil. Hanya kali ini tontonannya adalah pertunjukan musik, lengkap dengan penataan panggung dan lampu.
“Penampilan dari musisi kenamaan bisa disaksikan langsung oleh para penggemarnya dari dalam mobil masing-masing. Tata suara disimak dari frekuensi radio FM. Pertunjukan mengikuti protokol kesehatan dan social distancing,” kata Dino Hamid, Project and Creative Director Berlian Entertainment.
Fenomena darurat
Fenomena pertunjukan drive-in di era ini cukup menarik. Dulu, bioskop kendara menggejala di Amerika Serikat (muncul pertama kali tahun 1933) setelah negara itu pulih dari depresi ekonomi. Plesiran model ini pun diterima di Indonesia pada 1970-an ketika kebangkitan ekonomi di masa Orde Baru menghasilkan kelas menengah baru.
Dari berbagai pemberitaan di Harian Kompas, pada dekade 1970-an, banyak bermunculan pabrik-pabrik perakitan mobil di Jakarta dan sekitarnya. Ada Toyota, Honda, Suzuki, Datsun, hingga Ford dan Volkswagen berjejalan membuka pabrik di tanah air. Maka ketika mendiang Ciputra membuka teater kendara di Ancol pada 8 Juli 1970, kaum muda bermobil di Jakarta jadi punya ajang pamer.
Sekarang, fenomena ini menguat lagi justru ketika perekonomian dunia, termasuk Indonesia, tersendat akibat pandemi Covid-19. Karena sifatnya tersier, industri pertunjukan mungkin jadi yang terakhir bangkit ketika perekonomian membaik.
“Penampilan dari musisi kenamaan bisa disaksikan langsung oleh para penggemarnya dari dalam mobil masing-masing. Tata suara disimak dari frekuensi radio FM. Pertunjukan mengikuti protokol kesehatan dan social distancing,” kata Dino Hamid, Project and Creative Director Berlian Entertainment.
Survei Litbang Kompas pada pertengahan Mei lalu menguatkan dugaan itu. Sebagian besar (42,7 persen) dari 1.007 responden di 17 kota besar di Indonesia berencana silaturahmi, seperti mudik, ketika pembatasan sosial selesai. Pilihan terbanyak lainnya adalah mengunjungi tempat wisata (13,5 persen), dan menjalani ritus reliji (8,2 persen). Hanya dua persen yang berniat mencari hiburan, seperti menonton di bioskop, nongkrong di kafe, dan berbelanja di mal.
Bertolak dari situ, fenomena pertunjukan drive-in bisa dibaca sebagai “pertolongan darurat” bagi warga yang terlalu lama berdiam di rumah dan haus hiburan, serta bagi pekerja seni yang kehilangan panggung. Namun, bila pandemi berkepanjangan, nonton pertunjukan dari dalam mobil bisa jadi cara baru yang kelak dianggap wajar, sewajar nonton konser dari layar gawai yang mulai kehilangan sensasinya itu. Namanya juga “new normal”, masih serba samar.