Migrasi dari Gambir Expo ke Layar Televisi
Persinggungan antarcorak musik dan antargenerasi di setiap perhelatan Synchronize Fest coba dipertahankan meski di layar kaca. Ini upaya terbaik bagi penyelenggara, pemusik, dan penonton di masa penuh keterbatasan ini.
Penyelenggara festival musik Synchronize Festival mendapat udara segar di tengah bekapan pandemi yang memustahilkan pengumpulan massa berskala besar. Acara musik tahunan itu tetap dapat berlangsung walau terpaksa bermigrasi ke balik layar.
Pada pekan pertama September silam, akun resmi festival mengumumkan pembatalan penyelenggaraan, yang sedianya berlangsung pada 2-4 Oktober 2020 di Gambir Expo, Kemayoran, Jakarta. ”Ini adalah keputusan terbaik yang diambil demi memprioritaskan kesehatan dan keamanan seluruh pengunjung serta pihak yang terlibat,” demikian pernyataan mereka di media sosial.
Terkait dengan pengumuman itu, Kompas menghubungi Kiki Aulia, yang sering disapa Ucup, Selasa (8/9/2020). Dia adalah Program Director Festival. Sambungan melalui telepon terjadi seusai Ucup mengikuti rapat bersama timnya.
Manajer sejumlah musisi ternama ini mengabarkan, festival secara off-air tak bisa digelar. Ada risiko besar yang mengintai jika tetap melangsungkannya. Pertimbangannya, kurva penderita Covid-19 belum melandai—bahkan hingga sekarang. Namun, ada kabar baik yang sedang mereka persiapkan.
”Ini off the record, ya. Menurut rencana (festival) nanti mau disiarin di SCTV. Detailnya nanti diumumkan dalam waktu dekat,” ujar Ucup kala itu, yang meminta untuk tidak mengabarkan sebelum ada pengumuman resmi dari mereka. Permintaan dipenuhi. Kabar baik itu akhirnya mengudara pada Jumat (16/10/2020) pekan lalu lewat kanal media sosial mereka.
Senin (19/10/2020) siang, mereka membeberkan secara lebih detail dalam konferensi pers yang diadakan virtual. Selain Ucup, turut hadir dalam konferensi pers itu adalah David Karto sebagai Festival Director, Saleh Husein (Art Director), Aldila Karina (Communication Director), Samsul Bahri (Project Manager), serta David Suwarto (Director Surya Citra Media), Eva Stephanie Kurnia (VP Content Vidio), dan Yuanita Agata (Head of Marketing Joox Indonesia).
Dari susunan pembicara itu, terlihat bahwa penyelenggara—terdiri dari Demajors dan Dyandra Promosindo—telah menjalin kerja sama dengan berbagai media. Dipastikan bahwa stasiun televisi SCTV akan menyiarkan festival ini. Kanal itu ditambah dengan aplikasi streaming Vidio dan Joox.
Mereka mengumumkan bahwa festival akan berlangsung pada Sabtu, 14 November mendatang. SCTV akan menyiarkan sajian utama pada pukul 21.45 sampai 01.00. Siaran itu dilengkapi dengan streaming di Vidio untuk sajian pembuka dan penutup, masing-masing satu jam di antara sajian utamanya. Sedangkan Joox akan menyiarkan bincang-bincang terkait festival pada 24 Oktober mendatang dan menggelar lomba karaoke.
Ada 29 artis yang akan tampil bergantian pada 14 November nanti. Beberapa di antaranya tampil bareng alias kolaborasi. Salah satu kolaborasi yang dijanjikan menarik adalah duet antara pedangdut Rhoma Irama dan disjoki Dipha Barus. Soneta, band pengiring Rhoma, tidak ikutan.
”Rasanya akan menarik melihat seorang Bang Haji (Rhoma Irama) tampil diiringi pemusik clubbing Dipha Barus,” ujar Ucup.
Selain kolaborasi itu, mereka juga memanggungkan reuni Kangen Band. Bersama dengan Setia Band, Kangen Band adalah pionir musik pop kemelayu-melayuan yang menggejala di awal dekade 2000-an. Setia Band, pimpinan Charlie itu, juga akan tampil di festival ini.
Penyelenggara rupanya mau menyuguhkan nostalgia pada fenomena musik Indonesia di awal milenium baru tersebut. Sejumlah artis dipanggungkan untuk menyanyikan lagu-lagu soundtrack dari film populer di masa tersebut, misalnya film 3 Hari untuk Selamanya, Petualangan Sherina, dan Ada Apa Dengan Cinta?
Gerakan budaya pop
Dari tahun ke tahun, penyelenggaraan festival ini selalu menyuguhkan kejutan, dilihat dari para penampilnya. Siapa yang bakal menyangka mendiang Didi Kempot begitu dielu-elukan puluhan ribu kaum muda urban; sebagian besar penonton berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Grup kasidah Nasida Ria juga pernah disimak oleh penonton yang menyukai musik pop perkotaan semacam Maliq & D’Essentials dan Elephant Kind.
Persinggungan kontras antarcorak musik selalu mengiringi perhelatan Synchronize Festival. Ragam corak itu mempertemukan penonton beda-beda generasi. Festival ini juga bersikukuh hanya memanggungkan pemusik dari dalam negeri. Pemusik dari Medan hingga Ambon pernah unjuk gigi di sini. Hal itu membuat festival ini sebagai pergerakan kebudayaan populer.
Sejak 2016, pergerakan budaya populer telah dijalankan Synchronize Festival di Gambir Expo, area pamer komersial yang berada di lingkungan Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta. Setiap tahun, festival ini rata-rata dihadiri sekitar 70.000 hingga 80.000 pengunjung. Pandemi Covid-19 memustahilkan perayaan itu terjadi pada tahun ini.
”Sejak awal pandemi (Maret 2020), kami sudah mulai mendiskusikan bagaimana festival ini tetap berlangsung. Ada gagasan-gagasan untuk memindahkan ke lokasi yang lebih luas dengan pembatasan jumlah pegunjung,” kata Festival Director David Karto.
Mereka sempat memikirkan untuk menambah luas arena di Gambir Expo hingga menjamah Jakarta International Expo. Penyelenggara pernah juga menghitung kemungkinan memindahkan festival ke Gelora Bung Karno, dengan mendudukkan penonton di area tribune. ”Tapi, secara ongkos produksi itu tidak bisa dilakukan. Akhirnya kami menutup buku rencana festival secara off-air,” lanjut David.
Ucup datang dengan gagasan menyiarkan festival melalui televisi. Dia yakin, festival musik adalah alternatif hiburan yang dibutuhkan masyarakat di masa pandemi ini. Jaringan luas televisi memungkinkan acara hiburan ini menyapa lebih banyak orang. Lagi pula, tayangan hiburan musik—yang bukan kompetis—di televisi Tanah Air sudah semakin langka. Diharapkan, rancangan festival musik di televisi akan memantik acara-acara serupa di kemudian hari.
Kurasi demi durasi
”Inisiatif kami rupanya sejalan dengan SCTV,” kata David Karto. Rancangan teknis lalu dikembangkan bersama-sama. Festival yang biasa terselenggara tiga hari dipampatkan menjadi sekitar tiga jam saja. Banyak kompromi yang harus dilakukan, menyesuaikan durasi.
Meskipun demikian, kurasi penampil tetap berada di tangan Ucup dan kawan-kawan, sebagaimana penyelenggaran Synchronize Fest yang sudah-sudah. ”Proses kurasi pasti lebih rumit biar ketemu komposisi yang pas. Gue coba menangkap apa yang pernah menjadi fenomena di kancah musik Indonesia dan menyajikannya dalam waktu tiga jam saja. Tidak ada intervensi sama sekali dari pihak televisi,” kata Ucup.
Baca juga: Kolaborasi Gaya Synchronize Festival di Layar Televisi
Hal itu dibenarkan SCTV. ”Kami enggak mau menghilangkan (karakteristik Synchronize Fest) itu. Urusan kreatif kami serahkan saja kepada ahlinya. Kami ada kanal lain (Vidio) untuk menyiarkan adegan-adegan yang sekiranya tabu di televisi. Di Vidio itu tayangan seutuh-utuhnya,” kata David Suwarto, Director Surya Citra Media.
Jika ruang ekspresi telah dibuka lebar, tantangan berikutnya adalah memindahkan keseruan atmosfer festival ke layar kaca. Keseruan festival ini tak hanya terbangun dari pilihan pemusiknya saja. Dekorasi atraktif turut menghidupkan suasana di arena festival.
”Karena festival nanti terjadi di layar kaca, maka dekorasinya dipusatkan di panggung, yang akan tersorot kamera. Mata penonton memang terpaksa diarahkan oleh kamera. Jadi, pilihan sudut gambar akan berpengaruh. Ada banyak kamera yang dipakai nanti,” kata Saleh Husein, Art Director Festival.
Ale, nama panggilannya, mengungkapkan, penyelenggara menggandeng perupa bernama Agung Prabowo alias Agugn dari Bandung. Karya-karyanya, yang banyak pakai barang bekas, akan menjadi dekorasi utama festival.
Rasanya berat memindahkan keseruan atmosfer di arena festival ke layar kaca. Namun, inilah upaya terbaik yang bisa terjadi di masa serba terbatas ini. Setidaknya, pekerja panggung dan musisi dapat orderan, pemirsa dapat hiburan. Penonton di rumah bisa mengupayakan sendiri untuk merasakan nuansa festival.
Dengarkan saran dari Ale, yang juga gitaris The Adams ini. ”Mental berada di festival itu yang harus dibangun. Mandi dulu sampai wangi. Pakai kostum terbaik yang lo punya. Ikut nyanyi-nyanyi walau di depan televisi.”