Betapa banyak alasan kenapa Johann Wolfgang von Goethe dinilai sebagai tokoh besar dunia. Goethe tidak hanya pujangga dan sastrawan yang menghasilkan banyak karya sastra, cerita dan drama, tapi dia juga seorang politisi.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
Betapa banyak alasan kenapa Johann Wolfgang von Goethe dinilai sebagai tokoh besar dunia. Goethe tidak hanya pujangga dan sastrawan yang menghasilkan banyak karya sastra, cerita dan drama, tetapi dia juga seorang politikus dan ilmuwan yang mengemukakan teori warna Goethe serta konsep metamorfosis tumbuh-tumbuhan Goethe.
Selain itu, Goethe yang dilahirkan di Frankfurt, Jerman, 1749, dan mendapatkan gelar bangsawan di kota (kehertogan) Weimar itu dinilai berperan penting dalam membangun jembatan budaya antara Barat dan Timur pada 200 tahun silam. Filsuf Jerman, Friedrich Nietzsche, bahkan menyebut Goethe bukan hanya tokoh yang mahabesar, melainkan juga sebuah kebudayaan.
”Bahkan dikenal pula sebagai Goetheisme,” kata penyair dan ahli sastra Indonesia dari Lembaga Kajian Asia di Universitas Bonn Berthold Damshauser, yang akrab dipanggil Pak Trum, dalam Dialog Sastra Seri ke-67 di Bentara Budaya Bali, Gianyar, Sabtu (28/9/2019) malam. Dialog Sastra #67 membahas tentang Johann Wolfgang von Goethe dan Pak Trum menjadi pembahasnya.
Dipandu Koordinator Bentara Budaya Bali Warih Wisatsana, Pak Trum tidak hanya mengulas Goethe dan latar belakangnya serta karya-karya sang pujangga dan ilmuwan Jerman itu, tetapi juga membacakan sejumlah puisi karya Goethe yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di antara puisi Goethe yang dibacakan Pak Trum, termasuk puisi berjudul ”Raja Mambang” yang diterjemahkan dari ”Erlkonig”.
Namun, yang lebih banyak diulas Pak Trum pada Dialog Sastra #67 tentang Johann Wolfgang von Goethe di Bentara Budaya Bali, Sabtu malam, adalah kedekatan Goethe dengan Islam, terutama terkait sufisme dalam Islam. Pak Trum menyebutkan, kedekatan Goethe dengan Islam semakin dikenal melalui ucapan pujangga besar Jerman itu yang menyatakan tidak menolak dugaan bahwa dirinya seorang Muslim.
Kekaguman
Pak Trum mengungkapkan, Goethe sejak berusia muda tertarik dengan budaya Timur, khususnya dari khazanah Arab. Goethe, menurut Pak Trum, mengagumi Islam yang dipelajarinya melalui buku-buku di perpustakaan. Goethe belajar bahasa Arab dan Persia.
Di usianya sekitar 20 tahun, ujar Pak Trum, Goethe menuliskan himne ”Dendang Nabi Muhammad” atau Mahomets Gesang yang menjadi bagian dari sajak drama berjudul Mahomets (Muhammad). ”Sajak drama itu ditujukan Goethe sebagai ralat atas pandangan negatif terhadap Islam di Eropa. Goethe meyakini keagungan Nabi Muhammad,” kata Pak Trum.
Ketertarikan Goethe terhadap Islam juga dipengaruhi bacaannya tentang puisi-puisi klasik dari Persia. Pak Trum mengungkapkan, Goethe diketahui suka membacakan terjemahan Al Quran kepada bangsawan Weimar Karl August dan tamu-tamu pribadinya ketika Goethe tinggal di Weimar dan menjabat menteri di kota Weimar tersebut.
Bagi Goethe, budaya Timur dan Islam sama derajatnya dengan budaya Barat. Ini bertolak belakang dengan pandangan saat itu.
Sebuah kumpulan puisi Goethe yang terkenal berjudul ”West-Ostlicher Diwan” atau Diwan Barat-Timur (1814-1819) dinilai menjadi bukti kecintaan Goethe terhadap dunia Timur, termasuk nilai-nilai humanis Islam. ”Bagi Goethe, budaya Timur dan Islam sama derajatnya dengan budaya Barat. Ini bertolak belakang dengan pandangan saat itu,” kata Pak Trum di Bentara Budaya Bali.
Pak Trum menyatakan, Goethe mengagumi sufisme dalam Islam dan itu tecermin dalam puisinya, antara lain berjudul ”Selige Sehnsucht” atau Rindu Dendam. Islam yang dicintai Goethe, menurut Pak Trum, adalah Islam yang tidak mementingkan hal-hal lahiriah, tetapi Islam yang mengutamakan hakikat. ”Goethe patut disebut pembangun jembatan budaya Barat dan Timur,” kata Pak Trum.
Dialog sastra tentang Goethe di Bentara Budaya Bali, Sabtu malam, merupakan kegiatan yang difasilitasi Kedutaan Besar Republik Federal Jerman di Jakarta bersama Yayasan Gong Laut dan Bentara Budaya.
Deputi Pers dan Kebudayaan di Kedubes Republik Federal Jerman Marc Seemann mengatakan, program budaya dan sastra tentang Goethe ini menarik karena mengenalkan Goethe kepada khalayak luas. ”Kami merasa senang dan bahagia karena diskusi ini dihadiri banyak orang dan mereka membicarakan Goethe dari perspektif yang menarik,” ujar Seemann.
Dari Goethe, kita dapat belajar banyak bahwa puisi bukan hanya sebatas teks, melainkan ada sesuatu yang lebih dalam dibandingkan deretan kata-kata, yakni sesuatu yang hakiki.
Dorothea Rosa Herliany dari Yayasan Gong Laut mengungkapkan, Goethe memberikan wawasan tentang keterbukaan dan toleransi melalui karya-karyanya. ”Dari Goethe, kita dapat belajar banyak bahwa puisi bukan hanya sebatas teks, melainkan ada sesuatu yang lebih dalam dibandingkan deretan kata-kata, yakni sesuatu yang hakiki,” ujar Rosa di Bentara Budaya Bali.