Saat yang lain berlindung di lokasi pengungsian, sekitar 250 warga Desa Trimulyo, Demak, memilih berkemah di atas tanggul. Mereka berlindung bersama ternak dan barang-barang, seperti gabah, sepeda motor, dan televisi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
Saat warga lain berlindung di sejumlah lokasi pengungsian, sekitar 250 warga Desa Trimulyo, Demak, memilih berkemah di atas tanggul. Selain dekat dengan rumah, barang-barang berupa gabah, sepeda motor, televisi, kulkas, dan hewan ternak telanjur diamankan di sana.
Wajah Rustam (45) berpeluh saat mengecek dua karung gabah miliknya di atas tanggul Sungai Tuntang, di Desa Trimulyo, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (13/1/2020) siang. Ia lalu bergeser mengecek tiga kambing yang diikat pada sebatang bambu.
”Kambing, motor, televisi, kasur, semua barang-barang berharga yang sempat diselamatkan dinaikkan ke tanggul. Kami berpikir di sini lebih aman dibandingkan di bawah (permukiman),” kata Rustam. Lima hari berlalu sejak ia mendirikan tenda di tanggul setinggi sekitar 10 meter itu.
Sekitar 5 meter dari sana, juga di dalam tenda, Sukarti (65) mengipas-ngipas piring plastik agar cucunya yang berusia 2,5 tahun tidak kegerahan saat terlelap. Di sudut tenda, terdapat kompor gas, panci, nasi bungkus, dan air mineral botol yang baru saja diberikan relawan.
Siang itu, Sukarti menjaga cucunya, sementara anak dan menantunya mengecek rumah yang baru saja surut dari banjir. ”Kalau malam, memang banyak nyamuk. Namun, di sini posisinya tinggi jadi aman dari banjir. Barang-barang juga mesti terus dijaga,” katanya.
Rustam dan Sukarti ialah dua dari sekitar 2.700 warga yang terdampak banjir di Desa Trimulyo. Banjir diakibatkan jebolnya tanggul Sungai Tuntang pada Kamis (9/1/2020). Warga diarahkan untuk mengungsi di kantor Kecamatan Guntur, tetapi sebagian memilih tinggal di tanggul.
Pada Senin, banjir mulai surut, seiring ditutupnya bantaran sungai yang tergerus dalam beberapa hari terakhir. Namun, lumpur masih mengendap, terutama di Dukuh Gobang yang berbatasan langsung dengan tanggul. Sekitar 20 tenda terpal di atas tanggul masih berdiri kokoh siang itu.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Demak Agus Nugroho mengatakan, ada sekitar 250 jiwa yang memilih bertahan di tanggul ketimbang di pengungsian. Pihaknya pun terus merayu warga untuk mengungsi ke kantor kecamatan agar keamanan lebih terjamin.
Namun, warga beralasan barang-barang berharga mereka ada di atas tanggul. ”Merayu mereka untuk turun lebih lama daripada evakuasinya. Namun, kita tidak bisa salahkan mereka karena itu pilihan. Kendati demikian, logistik termasuk makanan kami pastikan terus terkirim ke sana,” kata Agus.
Menurut Agus, seiring surutnya banjir, sejumlah warga di tanggul mulai turun untuk memastikan kondisi rumah. Para pengungsi yang berada di kantor kecamatan pun akan ditarik ke rumah masing-masing. ”Kami akan ajak untuk membersihkan rumah bersama-sama,” katanya.
Selama ini, tanggul di Desa Trimulyo selalu menjadi andalan warga saat terjadi banjir. Posisinya yang lebih tinggi dari permukiman menjadi tempat pertama yang dituju warga menyelamatkan diri serta mengamankan barang-barang. Namun, baru kali ini tanggul jebol.
Sri Ainah (45), warga Trimulyo, menuturkan, aba-aba akan datangnya banjir sudah diberitahukan sejumlah perangkat desa. ”Informasi awal ada tanggul jebol. Lalu, berita menyebar bahwa air masuk semakin deras. Barang-barang penting langsung kami bawa ke atas tanggul,” katanya.
Dalam kondisi panik, Sri Ainah bersama dua anak dan dua cucunya menyelamatkan diri ke tanggul. Sepeda motor dan surat-surat berharga berhasil diamankan. Namun, pakaian dan barang-barang lainnya terpaksa ditinggal karena air menggenang semakin tinggi.
Sekitar setengah jam kemudian, mereka pun bersedia dievakuasi ke Balai Desa Trimulyo, lalu ke kantor Kecamatan Guntur. ”Kami takut tanggul semakin tak kuat menahan, jadi barang-barang kami tinggalkan saja di tanggul. Yang penting keluarga saya aman. Nyawa yang terpenting,” ujarnya.
Menurut suami Sri Ainah, Rastam (48), di tanggul tersebut terdapat sejumlah pipa paralon berukuran 8 inci guna mengalirkan air sungai untuk irigasi. Ia menduga sejumlah pipa tersebut turut memicu banjir dan jebolnya tanggul karena tidak kuat menahan debit sungai.
Kondisi tanggul juga menjadi perhatian Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Menurut dia, tidak ada yang tahu kapan persisnya tanggul itu dibuat. Kemungkinan sudah ada dari zaman Belanda.
Ganjar menuturkan, fungsi tanggul yaitu sebagai penahan dan pengaman agar air sungai tak melimpas ke permukiman yang posisinya lebih rendah. Oleh karena itu, ia meminta warga untuk tidak mengutak-atik tanggul, seperti ditanami dan dibuat akses menuju sungai. Tanggul perlu dirawat.
”Dari informasi yang diterima, ada yang ditanami, ada yang buat akses ke sungai. Itu tak disadari membuat jebol. Perlu ada sosialisasi dan patroli tanggul. Titik-titik yang rawan perlu terus dicek, apakah ada gangguan atau tidak, sehingga bisa diantisipasi. Mesti dirawat bersama,” katanya.
Pejabat Pembuat Komitmen Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air 4 Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana, Fuad Kurniawan, menuturkan, tujuh alat berat dikerahkan untuk menangani tanggul yang jebol. Penanganan diawali pada bantaran sungai, diikuti tanggul utama.
Pekerjaan itu bersifat darurat agar aman selama musim hujan. Sementara pengerjaan permanen akan dilaksanakan setelahnya. Tanggul utama yang jebol sepanjang sekitar 40 meter dengan lebar bawah 15 meter dan lebar atas 4 meter serta tinggi sekitar 10 meter.
Banjir berhari-hari yang terjadi di Trimulyo dan berdampak pada sejumlah desa di sekitarnya, seperti Tlogorejo dan Turitempel, mengundang simpati dari banyak pihak. Bantuan logistik terus mengalir ke posko, baik di Balai Desa Trimulyo maupun kantor Kecamatan Guntur.
Salah satunya datang dari Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Demak. ”Kami tergerak karena musibah ini menimpa sesama saudara kami. Kami mengirim sembako, pakaian, serta memberi penyembuhan trauma kepada orang dewasa,” kata Ketua Himpaudi Demak Lusianti.
Bantuan juga datang dari gabungan komunitas silat dan kendaraan bermotor di Kecamatan Mranggen, Demak, yang menyumbang selimut dan pakaian. Andri Irawan (25), perwakilan komunitas tersebut, merasa perlu membantu karena banyak pengungsi merupakan anak-anak.
Puluhan tahun tinggal di dekat Sungai Tuntang, warga Trimulyo kerap kali tidur tak nyenyak saban musim hujan tiba. Ancaman bencana selalu mengintai, mengingat jarak permukiman yang kurang dari 200 meter dari sungai. Komitmen demi kepentingan mitigasi bencana pun perlu dijaga bersama oleh semua pihak.