Bos korporasi pembalakan liar di Muaro Jambi, Jambi, Apeng alias Ripin, divonis denda Rp 5 miliar tanpa kurungan. Vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengeti itu dikecam aktivis lingkungan.
Oleh
SIDANG PENGADILAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Bos korporasi pembalakan liar di Muaro Jambi, Jambi, Apeng alias Ripin, divonis denda Rp 5,2 miliar tanpa kurungan. Vonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengeti ini dikecam aktivis lingkungan.
Vonis itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sengeti, Kabupaten Muaro Jambi, Kamis (12/3/2020) pukul 15.00 WIB. Majelis diketuai Dedy Nugroho, Adhi Ismoyo, dan Dicki Irvandi, menyatakan PT Tegar Nusantara Indah yang diwakili oleh Ripin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 83 Ayat (4) huruf b juncto Pasal 109 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 5,2 miliar, dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan tidak dibayar, harta benda disita oleh penuntut umum.
Terkait vonis itu, kedua belah pihak, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum, menyatakan pikir-pikir dulu.
Namun, kalangan aktivis lingkungan mengecam keras vonis tersebut. Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf, melihat vonis yang diberikan hakim sangat minim memberi efek jera bagi pelaku. Padahal, sudah terbukti pelaku ditangkap terkait dengan pembalakan liar.
”Bahkan, pada saat itu diketahui terjadi kebakaran lahan sangat dahsyat di lokasi konsesi perusahaan. Namun, aktivitas pembalakan liar oleh perusahaan berjalan leluasa. Semestinya hukuman kepada pelaku dikenakan maksimal agar memberi efek jera,” tutur Rudi.
Semestinya hukuman kepada pelaku dikenakan maksimal agar memberi efek jera.
Ripin ditangkap di rumahnya di Jambi, Oktober 2019. Penangkapan ini terkait temuan pengangkutan hasil pembalakan liar. Sebelumnya, aparat gabungan polisi menangkap sopir pengangkut kayu ilegal tengah memasok ke PT TNI, perusahaan milik Ripin.
Ripin juga diketahui sebagai pemegang konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) PT PBP yang menjadi lokasi pembalakan liar. Aparat mendapati Ripin sebagai dalang dari seluruh aktivitas ilegal tersebut. Ia bahkan merangkap kontraktor pengangkutan kayu dari konsesi PT PDI, kawasan HPH yang bersebelahan dengan PT PBP. Aliran kayu dari PT PDI memanfaatkan kanal PT PBP yang sejak 2016 dibekukan izinnya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Saat aparat bergerak mengecek lokasi konsesi perusahaan, didapati sebuah truk mengangkut 58 batang kayu bulat jenis meranti dan jenis rimba lainnya. Ada pula alat berat milik PT TNI. Dua jam kemudian, polisi juga mendapati sebuah truk lainnya mengangkut 13 batang kayu bulat campuran. Dari pemeriksaan, sopir mengakui kayu-kayu itu berasal dari tempat penimbunan kayu PT PBP, untuk dibawa menuju PT TNI.
Sesuai dengan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, pelaku pembalakan liar dijerat Pasal 88 Ayat (1) dan Ayat (2). Bunyinya, perseorangan ataupun korporasi yang mengangkut kayu hasil hutan tanpa memiliki dokumen yang merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan dapat dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun serta denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar. Untuk korporasi, dipidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 15 miliar.
”Ini berarti vonis yang diberikan kepada terdakwa jauh di bawah minimal. Perlu dipertanyakan ada apa di balik vonis ini,” kata Rudi, menambahkan.
Kepala Seksi Penerangan dan hukum Kejati Jambi Lexy Fatharani mengatakan, vonis yang diberikan hakim telah sesuai dengan tuntutan jaksa. Namun, sejauh ini jaksa masih mempertimbangkan vonis hakim.