Sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat telah menerapkan pembatasan sosial secara parsial untuk mencegah penyebaran Covid-19. Belum ada daerah yang mengajukan pembatasan sosial berskala besar kepada pemerintah pusat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat telah menerapkan pembatasan sosial secara parsial untuk mencegah penyebaran Covid-19. Belum ada daerah yang mengajukan pembatasan sosial berskala besar kepada pemerintah pusat.
Pembatasan sosial atau social distancing secara parsial itu diterapkan dalam berbagai cara. Di Kota Bandung, misalnya, sejumlah ruas jalan protokol ditutup sementara pada akhir pekan untuk mengurangi mobilitas masyarakat dan potensi kerumunan.
Jalan yang ditutup sementara di antaranya Jalan Ir H Djuanda, Jalan Asia Afrika, Jalan Diponegoro, Jalan Merdeka, dan Jalan Braga. Sejumlah taman tematik yang biasanya ramai dikunjungi warga juga ditutup untuk meminimalkan potensi penyebaran virus korona baru atau SARS-CoV-2.
Akan tetapi, Pemerintah Kota Bandung belum mengajukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020. Pemerintah pusat juga belum mengeluarkan peraturan teknis turunan dari PP ini.
”Belum mengajukan,” demikian jawaban Sekretaris Kota Bandung Ema Sumarna melalui aplikasi pesan saat ditanya mengenai rencana Pemkot Bandung mengajukan PSBB, Sabtu (4/4/2020).
Dalam Pasal 2 Ayat 1 PP No 21/2020 dijelaskan, pemerintah daerah dapat melakukan PSBB dengan persetujuan Menteri Kesehatan. Di Pasal 4 disebutkan, PSBB paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Pemerintah Kota Bandung belum mengajukan pembatasan sosial berskala besar seperti yang diatur dalam PP No 21/2020. Pemerintah pusat juga belum mengeluarkan peraturan teknis turunan dari PP ini.
Kendati demikian, Pemerintah Provinsi Jabar telah meliburkan kegiatan belajar mengajar di sekolah sejak pertengahan Maret. Siswa belajar di rumah dan dibimbing guru lewat aplikasi daring. Sejumlah aparatur sipil negara juga bekerja dari rumah. Namun, masih banyak pekerja informal bekerja di luar rumah.
Pemprov Jabar memperbolehkan pemerintah kabupaten/kota di wilayah itu menerapkan karantina wilayah hingga tingkat kecamatan. Pengaturan karantina tersebut diserahkan kepada kebijakan bupati/wali kota.
Menurut Gubernur Jabar Ridwan Kamil, karantina wilayah parsial tidak jauh berbeda dengan PSBB. ”Hanya beda istilah saja,” ujarnya.
Selama karantina wilayah parsial, mobilitas orang akan dibatasi, kecuali untuk urusan pangan dan kesehatan. Pembatasan sosial juga diterapkan di daerah lain, antara lain Kota Tasikmalaya dan Kota Sukabumi.
Di Tasikmalaya, kendaraan diperiksa di akses masuk kota tersebut untuk membatasi pendatang dari wilayah zona merah penyebaran Covid-19. Sementara itu, di Kota Sukabumi, pembatasan sosial dilakukan di Jalan Bhayangkara menyusul ditemukannya kasus positif Covid-19 di lokasi itu.
Dalam membatasi mobilitas warga, Pemprov Jabar sudah mengeluarkan maklumat untuk tidak mudik dan tidak piknik bagi warganya. Setiap orang yang mudik akan menjadi orang dalam pemantauan Covid-19 sehingga harus mengisolasi diri selama 14 hari.
Covid-19 juga menyebabkan perlambatan ekonomi di Jabar. Banyak tempat usaha tutup sementara sehingga memberhentikan sejumlah pekerjanya.
Untuk mengantisipasi hal itu, Pemprov Jabar mengalokasikan Rp 16,2 triliun untuk menstabilkan perekonomian. Sejumlah Rp 3,2 triliun digunakan untuk bantuan tunai dan pangan, sedangkan Rp 13 triliun disiapkan untuk pemulihan ekonomi pasca-Covid-19.
Setiap keluarga yang terdampak akan mendapatkan bantuan Rp 500.000 per bulan. Sebanyak 2/3 berbentuk bahan makanan, sementara sisanya uang tunai.
Dana yang disiapkan berasal dari pergeseran anggaran pada APBD Jabar 2020. Beberapa di antaranya bersumber dari anggaran perjalanan dinas dan bantuan dana desa.
Hingga Sabtu pukul 19.00, pasien positif Covid-19 di Jabar berjumlah 225 orang. Sebanyak 12 pasien sembuh dan 25 pasien meninggal. Total pasien dalam proses pengawasan 915 orang. Sementara 13.748 orang masih dalam proses pemantauan.