Petani Hortikultura Jabar Alihkan Pemasaran Lewat Medsos
Sejumlah petani hortikultura di Jabar menyiasati lesunya pasar akibat pandemi Covid-19 dengan mengalihkan pemasaran melalui media sosial dan mengantar pesanan sampai ke rumah pembeli.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Pembatasan jarak fisik berdampak pada menurunnya aktivitas masyarakat berbelanja ke pasar atau supermarket secara langsung. Sejumlah petani hortikultura di Jawa Barat menyiasati kondisi ini dengan mengalihkan pemasaran melalui media sosial dan mengantar pesanan sampai ke rumah pembeli.
Petani hortikultura asal Purwakarta, Jawa Barat, Ananda Dwi Septian (25), mengeluhkan turunnya permintaan sayur dari pasar induk dalam beberapa minggu ini karena terimbas pandemi Covid-19. Ia menduga, banyak orang enggan ke pasar untuk belanja karena takut terjangkit virus korona baru penyebab penyakit tersebut.
Selain permintaan yang berkurang 10-20 persen, harga sejumlah komoditas juga anjlok. Padahal, modal yang dikeluarkan tetap sama seperti hari biasanya. Ia pun berpikir bagaimana hasil panen bisa tetap terserap pasar di tengah kondisi seperti ini.
Pembeli cukup menelepon, nanti kami antar sampai depan rumah. Sayur dijamin segar karena dipetik langsung dari kebun. (Ananda Dwi Septian)
Bersama 20 petani muda lainnya, ia mengemas berbagai sayuran dengan menggunakan styrofoam dan plastik. Untuk menambah nilai jual, ia membuat beberapa paket sayur siap dimasak beserta bumbunya, yakni sayur sop, sayur asem, dan sayur capcai. Produk itu dijual dengan harga berkisar Rp 5.000-Rp 10.000.
Sejak 25 Maret, ia mulai bergerak mencari pembeli lewat media sosial. Setidaknya ada 7-15 pembeli yang memesan lewat Whatsapp setiap harinya. ”Pembeli cukup menelepon, nanti kami antar sampai depan rumah. Sayur dijamin segar karena dipetik langsung dari kebun,” ujarnya.
Kesulitan menjual hasil panen juga dialami sebagian petani di Desa Mekarmanik dan Desa Cikadut, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Sebuah grup pertanian, Tanaman Obat Cimenyan (Taoci), menjembatani pemasaran produk petani tersebut dengan menjual paket sayur seharga Rp 100.000 per paket.
Dengan harga itu, konsumen mendapatkan 2 ons daun kelor segar, setengah kilogram (kg) wortel, 8 ons brokoli, 1 kg tomat, 1,5 ons cabai, 2 ons buncis, 2,5 ons bawang merah dan putih, dan 1 kg terong. Pihaknya menyediakan hingga 20 paket sayur per hari.
”Peminatnya kebanyakan adalah ibu-ibu. Di tengah kondisi seperti ini, mereka membutuhkan sayur segar tanpa harus keluar rumah dan kontak fisik dengan banyak orang,” kata Abdul Hamid (25), sukarelawan Taoci.
Langkah senada dilakukan oleh Dasep Badrusalam (33), pemilik perkebunan teh dan Mooi Tea House di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Ia menutup kedai teh miliknya sementara waktu dan membuka Garut Fresh pada awal April ini.
Pandemi Covid-19 berdampak buruk pada sebagian petani di perkebunan milik orangtuanya dan sekitar tempat tinggalnya. Pasokan sayur ke pasar induk mengalami penurunan hingga 30 persen. ”Hampir semua komoditas turun permintaannya di pasar. Orang-orang mungkin enggan belanja ke pasar karena harus menjaga jarak,” ujarnya.
Tidak semua petani di daerahnya memiliki transportasi dan koneksi untuk menjual panen sayurnya secara cepat, terlebih dalam situasi seperti ini. Ia pun menjadikan kedai tehnya sebagai tempat pengemasan sayur Garut Fresh.
Kami ingin agar petani tetap bisa berjalan dalam putaran produksi, tetapi masyarakat juga diuntungkan dengan kemudahan teknologi.
Ia juga ingin memutus rantai distribusi yang biasanya panjang karena harus melewati tengkulak dan pasar. Kini, hanya melalui telepon, produk petani dapat langsung diantar ke rumah konsumen. ”Kami ingin agar petani tetap bisa berjalan dalam putaran produksi, tapi masyarakat juga diuntungkan dengan kemudahan teknologi,” kata Dasep.
Penawaran menarik yang menjadi andalannya adalah sistem bonus. Misalnya, setiap pemesanan sayur minimal Rp 50.000, konsumen bakal mendapatkan bonus 200 gram cabe hijau. Cara ini rupanya menarik banyak pembeli dan mampu mencapai kuota 100 pesanan per hari.
Uluphy G (25), karyawan swasta, mengatakan sangat terbantu dengan adanya penjualan sayur secara daring lewat Whatsapp. Ia enggan datang ke pasar tradisional atau supermarket karena khawatir terkena Covid-19. Seminggu sekali, ia pesan berbagai jenis sayur untuk dimasukkan ke dalam kulkas.
”Belanja di luar saat kondisi seperti ini rawan banget, apalagi di supermarket masih harus mengantre di kasir. Kalau beli sayur dari tangan pertama atau kedua, kan, meminimalkan bertemu orang dan mutu sayur terjaga,” ucapnya.
Belakangan ini, ia rutin memasak sendiri karena banyak warung makan yang tutup. Selain itu, pengolahan bahan makanan juga terjaga kualitasnya. ”Bisa hidup lebih sehat dengan mendapatkan sayur yang segar pula,” ujarnya.