Riau dan Dilema TKI di Tengah Pandemi
Riau mengalami peningkatan kasus positif Covid-19 yang cukup signifikan. Potensi bertambahnya pasien terpapar virus korona semakin besar dengan fenomena kepulangan ribuan pemudik dan TKI dari Malaysia.
Grafik itu mulai menunjukkan peningkatan pesat. Pada Minggu (5/4/2020), terdapat 11 orang yang dinyatakan positif Covid-19 di Riau. Itu artinya, selama sepekan terakhir, terdapat penambahan sembilan orang. Penambahan ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kondisi dua pekan sebelumnya (22 Maret) yang terlihat landai, bertahan dengan dua orang pasien saja.
Adapun jumlah pasien dengan pengawasan (PDP) 147 (77 orang masih dirawat). Sebanyak 66 orang dinyatakan negatif dan empat orang PDP meninggal sebelum hasil tes swab (usap) tiba di Riau. Jumlah PDP tersebut juga meningkat tajam dari sebelumnya hanya 19 pada 17 Maret 2020. Adapun orang dalam pemantauan (ODP) pada pekan pertama April ini mencapai 23.511 orang.
Baca juga : Pasien Positif Covid-19 di Riau Punya Riwayat Pergi ke Malaysia
Kenaikan-kenaikan itu mulai menunjukkan gerakan yang pasti. Tidak lagi perlahan, tetapi menunjukkan penambahan signifikan.
Apakah persebaran penyakit itu berasal dari sesama warga di dalam Provinsi Riau? Seluruh pasien positif itu berasal dari daerah lain di Indonesia dan dari negara tetangga Malaysia.
Baca juga : Kabar Baik dan Buruk dari Riau
Empat pasien terbaru, yaitu pasien nomor 8, SS (47), merupakan warga Kota Pekanbaru yang sebelumnya bekerja di Medan. Pasien nomor 9, JG (58), warga Kabupaten Pelalawan, punya riwayat perjalanan ke Jakarta pada pertengahan Maret. Pasien nomor 10, AS (56), warga Kabupaten Rokan Hulu, memiliki riwayat bepergian ke Surabaya pada pekan ketiga Maret.
Menurut Juru Bicara Penanganan Covid-19 Riau, Indra Yovi, pasien ke-11 adalah HN, warga Kabupaten Kampar. HN bepergian ke Jakarta pada pertengahan Maret. Kini HN berada di ruang isolasi dan dirawat di RSUD Kampar.
Baca juga : Ketika Semua Harus Dilakukan di Rumah
Tiga pasien pertama, yaitu pasien 1, 2, dan 3, merupakan warga Pekanbaru dan Duri (Bengkalis) yang memiliki riwayat perjalanan ke Malaysia. Ketiganya merupakan jamaah tablig akbar di Masjid Sri Petaling, Malaysia.
”Sampai saat ini semua pasien positif Covid-19 di Riau merupakan kasus dari luar. Belum ada penularan dari dalam (antarwilayah kabupaten/kota di Riau),” kata Nuzelly Husnedi, Direktur RSUD Arifin Achmad Pekanbaru (rumah sakit rujukan utama Covid-19 di Riau), yang dihubungi di Pekanbaru, Minggu malam.
Baca juga : Penapisan 68 TKI dari Singapura Dilakukan di Wisma Atlet Palembang
TKI OPD Berkeliaran
Kasus ”impor” Covid-19 di Riau sejalan dengan hasil survei cepat yang dilakukan LSM Scale Up Riau. Menurut Direktur Scale Up M Rawa El Amady, sekarang ini Riau sangat rentan dengan penularan virus korona dari luar, terutama dari Malaysia.
Dari riset Scale Up, di 170 desa di empat kabupaten, yaitu Pelalawan, Siak, Indragiri Hulu, dan Kuantan Singingi, hanya 11 desa (6,5 persen) yang secara ketat mengatur orang masuk desa. Tujuh desa di antaranya memberi persyaratan bagi pendatang (warga desa perantau atau tamu) untuk melewati pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu di puskesmas. Jika hasil pemeriksaan dinyatakan sehat, dipersilakan memasuki desa. Satu desa di Pelalawan bahkan melarang seluruh orang luar berkomunikasi dengan penduduk desa.
Hasil temuan Scale Up yang mengkhawatirkan, lebih dari 150 desa yang disurvei ternyata tidak memiliki informasi apa pun dari pemerintah kabupaten dan provinsi di tengah bahaya dan penanganan Covid-19. Masyarakat desa tidak punya pedoman untuk warga desa dan untuk para pendatang yang baru tiba merantau dari dalam negeri ataupun TKI di Malaysia.
Orang yang baru mudik dari Malaysia dibiarkan saja masuk ke desa, tanpa pemeriksaan.
”Orang yang dikategorikan ODP dibiarkan saja berkeliaran di desa karena alasan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Yang ODP hanya diperiksa suhunya di puskesmas. Tidak ada isolasi mandiri, apalagi karantina,” kata Rawa sembari mengungkapkan, riset cepat mereka dilakukan melalui wawancara langsung dengan kepala desa dan warga dengan melakukan klarifikasi ulang setidaknya dengan tiga sampel di setiap desa.
Di luar 170 desa yang disurvei, masih ada peneluran Scale Up di Kabupaten Meranti dan Bengkalis yang tidak kalah mengkhawatirkan. Di beberapa desa yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura, tidak ada petugas medis yang melakukan pemeriksaan terhadap TKI yang baru pulang.
”Orang yang baru mudik dari Malaysia dibiarkan saja masuk ke desa, tanpa pemeriksaan. Terutama untuk TKI yang masuk melalui pelabuhan tradisional. Mereka ini TKI yang pulang sendiri, bukan yang difasilitasi pemerintah,” kata Rawa.
Ribuan TKI Mudik
Letak geografis Riau yang berbatasan langsung dengan Malaysia pada saat ini cenderung merugikan. Menurut Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik Riau Chairul Riski, sebanyak 24.000 TKI akan dipulangkan ke Tanah Air setelah Pemerintah Malaysia menyatakan negaranya lockdown. Seluruh TKI itu dipulangkan melalui transit di Pelabuhan Pulau Karimun, Kepulauan Riau, yang kemudian disebar ke sejumlah daerah, seperti Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, dan Jakarta.
Menurut rencana, setelah transit di Karimun, 13.000 orang dibawa ke Riau melalui Pelabuhan Dumai, Bengkalis, dan Selatpanjang (Kepulauan Meranti). Sebagian besar merupakan warga Riau dan sisanya merupakan warga Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumsel, dan Bengkulu.
Sampai 5 April 2020, lebih dari 5.000 TKI sudah tiba di Riau. Berdasarkan data sampai 2 April, 4.477 TKI sudah pulang ke rumah masing-masing. Misalnya, yang tiba di Pelabuhan Bengkalis, 2.803 orang, dengan rincian 2.120 orang merupakan warga asli Bengkalis, sedangkan 683 lain berasal dari sejumlah daerah di Sumatera.
Warga takut karena TKI itu ternyata pulang sendiri dari Malaysia dan tidak melewati pemeriksaan kesehatan di pelabuhan.
Semua TKI itu dipersilakan kembali ke rumah masing-masing, tanpa karantina terlebih dahulu, asalkan lolos dari alat pindai suhu tubuh di pelabuhan. Setelah dicatat identitas dan nomor kontak, semua TKI itu dimasukkan dalam data kategori ODP. Itulah mengapa angka ODP di Riau hampir mencapai 25.000 orang.
Di luar penanganan TKI yang terkesan ala kadarnya tanpa karantina, muncul beberapa kejadian yang tidak disangka. Menurut Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Riau Rozita, terdapat penolakan warga terhadap TKI yang baru tiba dari Malaysia.
”Kemarin saya dilapori oleh ketua RT di perumahan di Kelurahan Tuah Karya, Pekanbaru. Pak RT mengatakan, warganya protes dan meminta tiga TKI yang baru tiba di rumahnya di kompleks itu ”diusir” sampai ada keterangan sehat dari rumah sakit/puskesmas. Warga takut karena TKI itu ternyata pulang sendiri dari Malaysia dan tidak melewati pemeriksaan kesehatan di pelabuhan,” kata Rozita.
Pembangkangan warga
Di tengah Kota Pekanbaru, di kawasan Kelurahan Limapuluh, Sabtu (4/4/2020), juga terjadi kejadian yang mengkhawatirkan warga. Pada siang itu, ambulans membawa jenazah warga setempat di lokasi permukiman yang berjarak sekitar 2,5 kilometer dari pusat Kota Pekanbaru. Petugas ambulans memakai alat pelindung diri lengkap.
Warga sekitar yang melihat kedatangan ambulans langsung merasa cemas. Mereka menduga, jenazah warga itu positif terkena penyakit Covid-19 ditambah fakta bahwa mayat dimasukkan ke dalam peti dan dibungkus dengan plastik.
Pihak keluarga membuka paksa plastik pembungkus jenazah dan melaksanakan pemakaman secara adat seperti kondisi normal.
Ternyata, keluarga jenazah tidak terima anggota keluarganya yang meninggal harus dimakamkan sesuai prosedur Covid-19. Pihak keluarga membuka paksa plastik pembungkus jenazah dan melaksanakan pemakaman secara adat seperti kondisi normal.
Kepala Dinas Kesehatan Riau Mimi Yuliani Nasir menyesalkan kejadian itu. Jenazah itu memang bukan pasien Covid-19, tetapi PDP yang menunggu hasil tes usap. Bukan tidak mungkin, hasil uji laboratorium menyatakan jenazah dimaksud positif Covid-19.
”Kami meminta masyarakat mengikuti protokol penanganan jenazah Covid-19 demi kesehatan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Siapa pun yang yang berada dalam satu ruangan dengan jenazah PDP Covid-19 tersebut otomatis berstatus ODP dan diharuskan melakukan isolasi mandiri dengan memerhatikan kondisi kesehatannya. Apabila terdapat gejala, diharuskan untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan,” kata Mimi.
Dengan semua persoalan tadi, sebenarnya Riau menyimpan potensi pasien positif yang jauh lebih besar. Masalahnya, hasil uji laboratorium terhadap PDP dan ODP di daerah ini masih sangat minim karena Riau belum memiliki laboratorium penunjang pengujian. Semua sampel tes usap harus dikirim ke Jakarta terlebih dahulu.
Pemerintah Provinsi Riau cepat mengambil langkah antisipasi dengan membeli peralatan laboratorium sendiri dari kas APBD Riau. Menurut Nuzelly, peralatan laboratorium buatan Amerika Serikat itu sudah berada di Singapura pada Jumat kemarin. Jika seluruh permasalahan administrasi selesai, dua pekan lagi diharapkan Riau sudah memiliki alat tes usap sendiri.
”Alat itu mampu melakukan uji swab 20 sampel setiap dua jam. Jadi, dalam satu hari minimal dapat dilakukan pengujian 100 sampel,” kata Nuzelly.
Dalam kondisi saat ini, pengujian tes usap PDP dan ODP membutuhkan kecepatan. Besar kemungkinan, setelah pengujian yang intensif bakal semakin banyak jumlah penderita Covid-19. Namun, kondisi itu lebih baik daripada terlihat sedikit di permukaan, tetapi segunung di bagian bawah tidak terlihat. Seperti fenomena gunung es.