Longsor Masih Mengancam Jalur Menuju Cianjur Selatan
Meskipun tidak sedang diguyur hujan, tebing setinggi lebih dari 5 meter di Desa Sukanagara, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, longsor, Kamis (9/4/2020).
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Meskipun tidak sedang diguyur hujan, tebing setinggi lebih dari 5 meter di Desa Sukanagara, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, longsor, Kamis (9/4/2020). Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu. Namun, longsor masih mengancam jalur menuju Cianjur selatan tersebut.
Hingga Jumat (10/4) pukul 17.30, jalur itu belum dapat dilalui kendaraan. Personel Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur bersama TNI, Polri, dan instansi lainnya masih berupaya menyingkirkan timbunan material longsor berupa tanah, batu, dan pepohonan sepanjang 20 meter.
”Dua backhoe dan satu truk jungkit digunakan untuk mengangkat material longsor. Semoga malam ini jalur tersebut sudah dapat dilalui untuk satu lajur kendaraan,” ujar Sekretaris BPBD Kabupaten Cianjur Irfan Sofyan, Jumat sore.
Irfan mengatakan, longsor terjadi pukul 16.20. Ketika itu tidak sedang turun hujan. Namun, hujan lebat mengguyur kawasan itu pada pukul 11.00 hingga 14.00. ”Dua hari sebelumnya juga hujan lebat. Jadi, kemungkinan besar ini akumulasi dari dampak hujan sehingga memicu longsor,” ujarnya.
Sebelum longsor terjadi, warga setempat mengingatkan pengguna jalan untuk tidak melaju di dekat tebing. Sebab, warga telah melihat gumpalan tanah jatuh dari atas tebing. Material longsor sempat mengenai seorang pengendara sepeda motor yang sedang melintas. Pengendara itu terjatuh, tetapi dapat menyelamatkan diri.
Pengendara diminta memperhatikan tanda peringatan rawan longsor yang sudah dipasang di sejumlah lokasi.
Menurut Irfan, jalur menuju Cianjur selatan rawan longsor karena didominasi tebing curam. Oleh sebab itu, pihaknya mengingatkan pengendara sepeda motor lebih berhati-hati. ”Kejadian ini mengingatkan untuk lebih waspada. Apalagi, musim hujan belum berakhir sehingga masih berpotensi terjadi longsor,” ujarnya.
Irfan berharap warga tidak melaju terlalu dekat dengan tebing. Selain itu, pengendara diminta memperhatikan tanda peringatan rawan longsor yang sudah dipasang di sejumlah lokasi. ”Di Cianjur selatan juga masih banyak warga tinggal di wilayah perbukitan yang rawan longsor. Kami mempunyai 1.832 relawan tangguh bencana untuk membantu menyosialisasikan bahaya longsor tersebut,” ucapnya.
Usep (26), warga Cianjur, mengatakan, lokasi longsor di Sukanagara merupakan jalur utama menuju Cianjur selatan. Oleh sebab itu, warga berharap jalur tersebut dapat segera dibuka kembali agar mobilitas warga dalam mendistribusikan hasil pertanian dan perkebunan tidak terganggu.
”Memang ada jalan alternatif melalui permukiman warga. Namun, jalur itu tidak memadai untuk truk pengangkut barang,” ujarnya.
Kawasan Cianjur selatan sering dilanda longsor. Pada Kamis (19/3), misalnya, tebing setinggi 20 meter di Desa Salagedang, Kecamatan Cibeber, longsor dan menutup akses jalan di lokasi itu.
Gerakan tanah juga melanda Desa Waringinsari, Kecamatan Takokak, Oktober 2017. Lebih dari 800 rumah rusak dan menyebabkan tidak kurang dari 1.300 warga mengungsi.
Berdasarkan peta potensi gerakan tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada April 2020, terdapat 31 kecamatan di Cianjur yang rawan longsor dengan potensi menengah hingga tinggi. Kecamatan Sukanagara menjadi salah satu di antaranya.
Potensi menengah artinya gerakan tanah atau longsor terjadi jika curah hujan tinggi, terutama pada lokasi yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan, dan lereng. Sementara potensi tinggi berarti bekas lokasi longsor dan dapat terjadi longsor susulan saat terjadi hujan lebat.