Spirit Gotong Royong Dibutuhkan di Tengah Larangan Mudik
Hingga kini, ada sekitar 600.000 warga Jateng yang mudik dari daerah lain, terutama Jabodetabek. Namun, jumlah itu masih sedikit dibandingkan dengan total warga atau yang biasa mudik, yakni sekitar 7 juta orang.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang melarang mudik Lebaran tahun ini. Dalam pelaksanaannya, semangat gotong royong saling membantu perlu digalakkan, mulai dari tingkat warga, pemerintah, hingga swasta.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Selasa (21/4/2020), meyakini, keputusan Presiden tentang larangan mudik sudah berdasarkan hasil evaluasi. Hal itu antara lain karena beberapa minggu terakhir, di masa pandemi Covid-19, tetap ada sebagian kalangan yang mudik. Kondisi itu memaksa larangan lebih tegas.
Ganjar mengatakan telah berkomunikasi dengan Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat terkait kerja sama pemenuhan kebutuhan warganya yang tinggal atau mencari kerja di Jabodetabek dan kesulitan ekonomi. Diharapkan, kerja sama dengan Banten juga segera terlaksana.
Sebelumnya, warga Jateng yang berada di Jakarta dan mengalami kesulitan ekonomi dipersilakan melapor kepada ketua RW setempat. ”Tahap awal, pendaftaran hingga 23 April, tetapi nanti sebelum ditutup masih bisa mendaftar sehingga yang tidak mudik mendapat jaminan dari pemerintah,” katanya.
Namun, jika masih ada kendala, ia meyakini ada nilai-nilai gotong royong, khususnya di Jabodetabek, di antara para tetangga. Dengan demikian, semua saling bantu, termasuk masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, filantrop, hingga Baznas dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Warga Jateng yang berada di Jakarta dan mengalami kesulitan ekonomi dipersilakan melapor kepada ketua RW setempat.
Apabila larangan mudik berlaku, masyarakat diminta benar-benar mematuhi dan tak perlu keluar rumah. ”Maka, perlu juga provider (telekomunikasi) menyediakan bandwith lebih besar agar komunikasi dengan saudaranya di luar lancar. Ini bisa didukung swasta, komunitas sosial, dan lainnya,” kata Ganjar.
Warga Jateng yang sudah kembali hingga saat ini diperkirakan mencapai 600.000 orang dan sebagian besar dari Jabodetabek. Namun, jumlah tersebut masih kecil dibandingkan dengan warga Jateng atau yang biasa mudik ke Jateng, yang diperkirakan sekitar 7 juta orang.
”Untuk yang kelas ekonomi menengah ke atas lebih tenang karena bisa aman dan nyaman di rumah. Namun, seperti buruh harian, bahkan yang KTP-nya masih Jateng, yang perlu mendapat perhatian. Di sana, mereka bisa mendaftar (untuk mendapat bantuan), sedangkan keluarganya yang di sini, pasti kami bantu,” tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan, partisipasi masyarakat sangat penting di tengah pembatasan sosial, terlebih dengan adanya larangan mudik. Secara sederhana, hal itu bisa dilakukan dengan mematuhi imbauan, seperti pembatasan sosial dan pemakaian masker.
”Tanpa partisipasi masyarakat, (pengendalian dan pembatasan sosial) tak akan berjalan baik. Dari sisi kesehatan, surveilans (pengumpulan data terkait kesehatan) juga harus terus dilakukan. Penyediaan pelayanan kesehatan dan ketersediaan sumber daya kesehatan juga penting,” ujarnya.