Perasaan Selalu Bosan dan Bingung dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar
Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik di Jawa Timur mulai Selasa (28/4/2020) sampai dua pekan mendatang turut memperlihatkan sisi kemanusiaan yang konyol dan jenaka.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
Pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik di Jawa Timur mulai Selasa (28/4/2020) sampai dua pekan mendatang turut memperlihatkan sisi kemanusiaan yang konyol dan jenaka.
Selasa siang di Bundaran Waru, Surabaya, saat tim terpadu sibuk memeriksa semua kendaraan, seorang lelaki bertopi, bermasker, berjaket abu-abu gelap, dan bercelana panjang biru gelap terlihat jemu duduk menunggu di sepeda motor. Tiba-tiba terdengar omelan, ”Saya sudah tunggu satu jam, kok, belum dijemput juga.”
Petugas menahan lelaki berusia di atas 50 tahun itu karena berstatus orang dalam pemantauan (ODP) dan tidak berkepentingan mendesak untuk ke Surabaya. Lelaki itu seharusnya dalam masa karantina mandiri 14 hari di kediamannya di Sidoarjo setiba dari perantauan di Jakarta. Pada masa wabah ini, perantau memang harus menjalani isolasi atau karantina demi menekan potensi penularan coronavirus disease 2019 atau Covid-19.
Namun, lelaki dengan sepeda motor matik berpelat nomor N (Malang Raya) itu bosan dan tidak tahan dengan karantina. Coba-cobalah dia keluyuran ke rumah sahabat di Surabaya. Saat pemeriksaan, dia memperlihatkan surat keterangan dokter bahwa dirinya berstatus ODP dan harus melakukan karantina.
”Lha, malah keluyuran. Untuk itu, kami jemput dan antar ke rumah sakit dengan ambulans sehingga bisa ditangani,” kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Luki Hermawan.
Rabu (29/4/2020) atau hari kedua PSBB, masih di Bundaran Waru, petugas pos pemeriksaan menahan seorang pemuda yang hendak pulang kampung ke Sampang di Pulau Madura lewat Surabaya. Lelaki ini membawa surat keterangan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jember bahwa dirinya berstatus ODP dan harus melakukan isolasi mandiri dua pekan karena ada gejala terinfeksi virus korona.
Kepada petugas, pemuda itu mengatakan bekerja di Banyuwangi dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga hendak pulang kampung ke Sampang. Dalam perjalanan ke Sampang, ia singgah ke rumah teman di Jember, tetapi terkena pemeriksaan di sana dan diberikan surat keterangan untuk karantina karena terlihat gejala flu dan sakit tenggorokan. Cuma sehari di Jember, sang pemuda tidak betah, lalu nekat melanjutkan perjalanan, tetapi terkena pemeriksaan di Surabaya. Petugas menjemputnya dengan ambulans dan membawanya ke rumah sakit untuk penanganan serta karantina.
Tim terpadu pos pemeriksaan Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Rabu, juga mendapati lima orang yang mencoba masuk ibu kota Jatim tersebut dengan cara konyol. Tim menahan mobil pikap Isuzu Phanter putih berpelat nomor N yang bagian baknya ditutup terpal biru, tetapi kurang rapi.
Tim memeriksa mobil barang itu dan saat membuka terpal menemukan ada empat orang yang sedang tidur. Mereka dan sopir ternyata tidak dapat memperlihatkan bukti, bahkan sekadar alasan, untuk kepentingan apa ke Surabaya. Mereka akhirnya diperiksa dan ditangani oleh tim kesehatan.
Penertiban
Peristiwa di Bundaran Waru dan SIER itu sebenarnya cuma contoh kecil bagaimana kalangan masyarakat mencoba menyiasati PSBB. Mereka masih ingin sekadar atau karena kebutuhan perlu mobilitas dari dan ke Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, entah itu bekerja, berobat, belanja, atau cuma keluyuran.
Padahal, Surabaya Raya merupakan kawasan terparah terkena dampak Covid-19 se-Jatim. Di Surabaya ada 392 warga positif dengan rincian 54 meninggal atau tingkat kematian 13,7 persen, 263 pasien dirawat, dan 75 orang dinyatakan sembuh. Di Sidoarjo tercatat 92 warga positif dengan rincian 12 meninggal atau tingkat kematian 13 persen, 73 pasien dirawat, dan 7 orang dinyatakan sembuh. Gresik ada di urutan ketujuh setelah Lamongan, Magetan, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Kediri.
Untuk data se-Jatim, sebanyak 855 warga positif dengan rincian 95 jiwa meninggal, 608 pasien dirawat, dan 152 orang dinyatakan sembuh. Selain itu, ada 2.849 pasien dalam pengawasan (PDP) dengan rincian 246 jiwa meninggal, 1.468 pasien masih dalam pengawasan, dan 1.135 pasien selesai diawasi. Juga dicatat 18.769 ODP dengan rincian 55 jiwa meninggal, 5.659 orang dalam pantauan, 13.021 orang selesai dipantau, dan 34 orang belum dipantau.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, ketertiban dan kepatuhan masyarakat terhadap PSBB akan menentukan keberhasilan mekanisme ini dalam penanganan wabah. Dalam tiga hari pertama PSBB, tim terpadu belum akan mengambil tindakan tegas dan sanksi. Mereka berharap dalam tiga hari peraturan PSBB bisa dipahami dan dipatuhi.
Peraturan, keputusan, dan surat edaran dari Gubenur Jatim, Wali Kota Surabaya, Bupati Sidoarjo, dan Bupati Gresik pada prinsipnya membatasi kegiatan masyarakat. Secara garis besar, poin-poin penting dalam aturan-aturan itu ialah pengurangan kapasitas angkut kendaraan, termasuk kegiatan operasional, sampai 50 persen. Selain itu, tidak diperkenankan berboncengan di sepeda motor serta selalu kenakan masker dan sarung tangan.
Warga juga diharuskan menjaga jarak saat beraktivitas dengan orang lain. Usaha makanan minuman hanya melayani pesan antar atau dibawa pulang. ODP yang diminta karantina atau isolasi harus taat. PDP yang dirawat tidak boleh kabur dari RS, puskesmas, atau tempat perawatan dengan dalih apa pun.
Aturan pembatasan kegiatan saat malam pukul 21.00-04.00 agar dipatuhi. Warga yang bidang pekerjaannya bisa dilakukan dari rumah sepatutnya bekerja dari rumah. Jika harus beraktivitas ke luar, sebaiknya itu untuk keperluan darurat saja, yakni membeli bahan pangan, obat, atau berobat.
Imbauan pemuka agama yang meminta kegiatan beribadah dilakukan di rumah dengan siaran dalam jaringan diharapkan juga patuhi. Kegiatan yang berpotensi mengumpulkan orang agar ditiadakan. Sementara siswa yang belajar dari rumah tidak boleh keluyuran, apalagi nongkrong.
”Kami ingin PSBB bisa menekan penyebaran Covid-19 sehingga tidak diperlukan perpanjangan,” kata Khofifah.
Dalam PSBB, cukup wajar muncul perasaan selalu bosan dan bingung. Namun, patut diingat, saat ini juga bulan suci untuk puasa, shalat, berzakat, dan berlebaran. Semoga ikhtiar perjuangan semesta berakhir bahagia.