Bantuan untuk Warga Pulau Selaru Segera Disalurkan
Pemerintah berjanji mempercepat penyaluran bantuan bagi warga di Pulau Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Selain efek pandemi Covid-19, sebagian warga juga terpukul akibat gagal panen.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Banyak warga di Pulau Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, mulai kekurangan bahan pangan sebagai dampak pandemi Covid-19 serta gagal panen akibat serangan hama tanaman pertanian lahan tadah hujan. Pemerintah setempat berjanji mempercepat penyaluran bantuan bagi warga di pulau terluar dengan jumlah penduduk sekitar 13.000 jiwa itu. Bantuan segera disalurkan dalam beberapa hari ke depan.
Camat Selaru Arthur Makatita, saat menghubungi Kompas pada Minggu (3/5/2020), mengatakan, dirinya sudah mendapat laporan bahwa semakin banyak warga yang mulai mengalami kesulitan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Mereka kehilangan pendapatan. Informasi dan data tentang kondisi warga di pulau yang terdiri atas tujuh desa itu sudah diteruskan ke tingkat kabupaten.
Efek pandemi menyebabkan komoditas warga, seperti kopra, rumput laut, dan ikan, tidak banyak yang laku di pasaran. Sementara itu, harga barang kebutuhan, seperti beras, terus meningkat. Harga beras kualitas medium dalam kemasan 20 kilogram kini Rp 280.000. Di tingkat pengecer, harganya Rp 15.000 per kilogram. Harga gula pasir juga hampir mencapai Rp 20.000 per kilogram.
Selain pandemi Covid-19, banyak warga setempat yang kian kesusahan menyusul gagalnya hasil panen di kebun tadah hujan. Padi dan jagung mereka dihantam hama ulat dan belalang. Kini, mereka hanya bersandar pada umbi-umbian dan kacang-kacangan yang juga terbatas. Jika pandemi masih terus berlanjut hingga tiga atau empat bulan, mereka semakin kesulitan.
”Laporan sudah kami sampaikan pada Selasa (28/4/2020) kepada pihak kabupaten, dan sekarang dalam proses menuju realisasi. Dalam beberapa hari ke depan sudah bisa disalurkan,” kata Arthur. Saat ini, proses penyaluran bantuan sudah dimulai dari Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, kemudian berlanjut ke pulau-pulau lain.
Arthur juga mengklarifikasi beredarnya informasi bahwa ada sejumlah warga di Desa Eliasa, Pulau Selaru, yang kelaparan sehingga meminta makanan dari tetangga. ”Tidak ada kelaparan, yang terjadi adalah kekurangan makanan,” ujarnya. Terkait informasi itu, ia diperintahkan Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon untuk datang ke Eliasa.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, sejumlah warga di Desa Eliasa kehabisan makanan sehingga mengalami kelaparan sejak beberapa hari terakhir. Mereka menyambung hidup dengan meminta makanan dari tetangga yang juga tengah kesulitan menghadapi pandemi Covid-19. Pemerintah daerah setempat mengakui, masyarakat di pulau itu belum tersentuh bantuan lantaran hingga saat ini masih dalam proses pendataan (Kompas, 2/5/2020).
Tokoh agama di Desa Eliasa, Pendeta Frets Salakan, berharap segera ada langkah cepat untuk menangani masalah ekonomi masyarakat yang kini terpuruk akibat pandemi dan gagal panen. Untuk menjaga stok bahan pangan, pihak gereja telah meminta umat untuk menanam ubi jalar. Ubi jalar bisa dipanen setelah tiga bulan ditanam. Proses penanaman sudah dimulai dalam satu bulan terakhir.
”Kami setiap hari hidup dengan masyarakat sehingga kami tahu persis apa yang mereka alami saat ini. Kondisi saat ini sangat sulit. Jangan sampai masyarakat jadi korban karena proses penanganan tidak cepat dan tidak tepat,” ujar Frets. Desa yang berada di ujung barat Pulau Selaru itu berpenduduk 767 jiwa.
Pulau Selaru merupakan pulau terluar yang berbatasan dengan Australia. Pulau itu dijangkau dari Saumlaki menggunakan perahu cepat dengan waktu tempuh satu jam. Kelancaran transportasi laut di daerah itu sering kali terhambat oleh gelombang tinggi yang terjadi hampir sepanjang tahun, termasuk seperti saat ini.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol berharap pemerintah daerah tidak menutupi kondisi yang sebenarnya dialami warga. ”Jika ada warga yang kelaparan, jangan gengsi untuk mengakui. Di tengah kondisi yang tidak mudah ini, hal tersebut bisa saja terjadi. Tinggal yang diperlukan saat ini adalah langkah cepat untuk penanggulangan,” ujarnya.
Menurut Benediktus, melihat proses penanganan yang lambat seperti saat ini, potensi kelaparan sangat tinggi. Dirinya sudah menerima laporan terkait warga yang mulai kekurangan makanan. Kasus yang terjadi di Eliasa bisa jadi hanya fenomena gunung es. Masih banyak tempat di Maluku yang kondisinya mungkin lebih parah jika dibandingkan dengan Eliasa.
Menurut catatan Kompas, saat ini pemerintah mulai menerapkan jaring pengaman sosial, yakni pemberian bahan pokok. Di Maluku terdapat 103.239 keluarga penerima manfaat. Setiap bulan, terhitung sejak April hingga Desember 2020, satu keluarga mendapatkan Rp 200.000. Bantuan tersebut bersumber dari APBN.
Pihak provinsi dan kabupaten/kota juga menyiapkan program tambahan. Sumber anggaran ditanggung provinsi sebanyak 20 persen dan sisanya kabupaten/kota. Ada data tambahan sekitar 73.000 keluarga. Kabupaten/kota masih melengkapi data, tetapi prosesnya terkendala sistem jaringan internet.