Kepala Dinas Kesehatan Nilai Palu Belum Perlu Terapkan PSBB
Kota Palu, Sulawesi Tengah, dinilai belum perlu menerapkan pembatasan sosial berskala besar. Jumlah kasus memang meningkat, tetapi diklaim tak menanjak tajam.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Peningkatan jumlah kasus positif Covid-19 di Kota Palu, Sulawesi Tengah, belum terjadi secara eksponensial. Dengan situasi itu, penerapan pembatasan sosial berskala besar belum perlu dilakukan. Namun, sejumlah kalangan mengingatkan pembatasan sosial berskala besar tetap perlu dipertimbangkan sebagai skenario terburuk menghadapi pandemi yang tak diketahui akhirnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu Huzaema dalam diskusi virtual di Palu, Selasa (5/5/2020) malam, menyampaikan, Palu belum perlu atau belum mengarah ke pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Secara regional Sulteng, perkembangan kasus di Kota Palu belum sepesat seperti yang terjadi di Kabupaten Buol.
Hingga Selasa, kasus positif di Kota Palu sebanyak 16 kasus dengan dua kematian serta dua orang sembuh. Kasus pertama dilaporkan pada 26 Maret 2020. Sebagai perbandingan, di Buol sejak kasus pertama dilaporkan pada pertengahan April, kini meningkat menjadi 29 kasus. Atas dasar peningkatan kasus itu, Pemerintah Kabupaten Buol telah mengirimkan usulan penerapan PSBB ke Kementerian Kesehatan.
Merujuk pada persyaratan PSBB, lanjut Huzaema, selain jumlah kasus masih sedikit, penyebarannya pun belum meluas. Dari 46 kelurahan di Kota Palu, kasus positif Covid-19 baru terjadi di 7 kelurahan. Dari sisi distribusi, kasus belum signifikan.
Dari aspek peningkatan kasus berdasarkan waktu (kurva epidemiologi), ia menyebutkan kasus di Palu ”datar-datar” saja atau tidak ada loncatan berarti. Jika diurutkan sejak kasus pertama ditemukan jelang akhir Maret, pola tambahannya tak lebih dari 1 kasus per hari, adakalanya tanpa kasus.
Dari aspek mekanisme penularan penyakit, Huzaema menyebutkan, secara keseluruhan, kasus-kasus positif tersebut berasal dari luar (imported case). Ada sebagian yang terinfeksi dari orang ke orang secara lokal (transmisi lokal), tetapi masih berlangsung dalam satu kluster. ”Artinya, transmisi lokal belum masif terjadi,” ujarnya.
Ia menegaskan, langkah-langkah yang diambil pemerintah saat ini sudah cukup bagus. Langkah-langkah itu antara lain pemeriksaan kesehatan pelaku perjalanan di enam pos masuk dan keluar kota, baik di darat, udara, maupun laut, serta penyemprotan disinfektan di titik-titik yang terdapat kasus positif.
Cara lainnya, perawatan orang tanpa gejala di tempat khusus. Saat ini, 20 orang tanpa gejala dirawat di Asrama Haji Transit Palu. Sebanyak 20 orang lainnya menjalani isolasi mandiri di rumah dengan pemantauan ketat tim surveilans dan kelurahan.
Menanggapi hal itu, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulteng Sofyan F Lembah mengingatkan, Pemerintah Kota Palu tetap perlu memikirkan atau menyiapkan rencana untuk memberlakukan PSBB. Dasarnya skenario terburuk menghadapi ledakan kasus dalam perjalanan waktu.
”Kita memikirkan rencana terburuk, PSBB salah satunya. Kita semua harus mulai membicarakan hal itu,” katanya.
Dosen Kebijakan Publik Universitas Tadulako, Palu, Slamet Riadi Cante, beberapa waktu lalu, mengatakan, sebaiknya Pemerintah Kota Palu mempertimbangkan penerapan PSBB. Meskipun penambahan kasus tak signifikan, mekanisme itu diperlukan untuk mencegah lebih dini kemungkinan penularan masif.
Disiplin warga
Slamet menyebutkan, PSBB memberikan legalitas jelas kepada pemerintah daerah untuk mendisiplinkan warga. Itu karena mekanisme tersebut menyediakan sanksi bagi pelanggar aturan. Di beberapa daerah yang menerapkan PSBB, misalnya, orang yang berkeliaran tak jelas disemprot dengan air. Toko yang tak menjual kebutuhan pokok ditutup dan kalau masih buka dipaksa ditutup, bahkan izinnya bisa dicabut.
”Kita tahu tingkat kepatuhan masyarakat kita cukup rendah. Perlu semacam pemaksaan untuk bisa patuh. Tujuannya tak lain untuk mempersempit sejak dini penularan penyakit. Jangan sampai kita terlambat mengantisipasi,” tuturnya.
Menurut Slamet, langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Kota Palu selama ini sudah cukup baik, antara lain pengawasan di batas kota untuk mengecek kesehatan dan riwayat perjalanan pelaku perjalanan. Penyemprotan disinfektan juga gencar dilakukan.
Imbauan-imbauan untuk menghindari kerumunan dan jaga jarak dilakukan. Namun, langkah-langkah tersebut lemah dalam pengawasan dan sanksi karena kekuatan hukumnya lemah. Hanya bersifat imbauan.
Sebagian imbauan pemerintah untuk pencegahan Covid-19 memang tak sepenuhnya diindahkan warga. Banyak warga yang belum mengenakan masker saat berkendara.
Di pasar, pembeli dan pedagang masih berkurumun tanpa menjaga jarak. Warung makan juga belum menerapkan imbauan pemerintah kota untuk tak melayani tamu makan di tempat, hanya melayani pembelian dibawa ke rumah.