Ribuan Pengunjung Toko Grosir di DI Yogyakarta Jalani Tes Cepat
Ribuan pengunjung sebuah toko grosir di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjalani tes cepat Covid-19, Selasa (12/5/2020)-Kamis (14/5). Peserta tes dengan hasil reaktif akan diisolasi sambil menunggu uji usap.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Ribuan pengunjung sebuah toko grosir di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, menjalani tes cepat Covid-19, Selasa (12/5/2020)-Kamis (14/5). Peserta tes yang menunjukkan hasil reaktif akan diisolasi sambil menunggu pengambilan sampel usap tenggoroknya.
”Tujuan tes cepat ini untuk memutus mata rantai penularan. Kami kejar betul semuanya sampai tidak ada yang ketinggalan,” kata Bupati Sleman Sri Purnomo, di Gedung Olahraga Pangukan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa pagi.
Digelar Pemkab Sleman, total pendaftar mencapai 1.700 orang. Namun, setelah diverifikasi, ada 1.422 orang yang bisa ikut tes cepat atau memenuhi kuota 1.500 orang. Mereka adalah warga Sleman yang berkunjung ke toko grosir itu periode 19 April 2020-4 Mei 2020.
Tes cepat hari pertama itu dijadwalkan diikuti 500 peserta. Namun, hanya 461 orang yang hadir. Hasilnya, 20 orang menunjukkan hasil reaktif. Sri mengatakan, warga dengan hasil reaktif akan diisolasi di Asrama Haji Yogyakarta. Bangunan itu bisa menampung sekitar 150 orang. Mereka diisolasi sambil menunggu jadwal pengambilan uji usap tenggorok.
”Estimasinya ada 10 persen yang reaktif. Nanti, kalau Asrama Haji Yogyakarta penuh, kami akan sediakan tempat lainnya,” kata Sri.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyampaikan, apabila dari uji usap tenggorok ada yang menunjukkan hasil positif Covid-19, warga akan dibawa ke rumah sakit rujukan. Masih ada sedikitnya 30 persen ruang isolasi yang dapat digunakan dari 117 ruang isolasi pada jejaring rumah sakit di Kabupaten Sleman.
”Kami sudah berkoordinasi dengan RS Pusat Angkatan Udara Hardjolukito. Di sana akan digunakan untuk yang hasil rapid test-nya reaktif, tetapi gejalanya agak sedang. Yang gejalanya ringan tetap di Asrama Haji Yogyakarta,” ujar Joko.
Pemerintah Kota Yogyakarta juga mengadakan tes cepat bagi warganya yang sempat berkunjung ke toko grosir tersebut. Ada 343 warga Kota Yogyakarta yang mendaftarkan diri dari kuota 700 orang yang tersedia. Tes cepat digelar di 18 puskesmas yang tersebar di Kota Yogyakarta.
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menyampaikan, ada 185 orang warga yang mengikuti tes cepat hari pertama. Sampel dari dua orang menunjukkan hasil reaktif.
”Keduanya isolasi mandiri. Satu ber-KTP Kota Yogyakarta, sedangkan domisili di Sleman. Nanti tracing dan swab yang melakukan dari pihak Sleman. Satu orang lagi ber-KTP Kota Yogyakarta dan tinggal di Kota Yogyakarta. Besok (Rabu) pagi, langsung diambil swab,” kata Heroe.
Heroe menjelaskan, walaupun isolasi mandiri, keduanya dipantau langsung tim home care unit dari puskesmas setempat. Pengambilan uji usap tenggorok akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta.
Selanjutnya, Heroe menambahkan, saat ini, ada sekitar 90 ruang isolasi dari tujuh rumah sakit rujukan di Kota Yogyakarta. Pihaknya juga sedang meminta rumah sakit untuk menambah kapasitasnya. Selain itu, ada 30 kamar di Balai Diklat Kementerian Sosial di Yogyakarta, yang juga dapat dimanfaatkan sebagai ruang isolasi.
Saat ini, ada sekitar 90 ruang isolasi dari tujuh rumah sakit rujukan di Kota Yogyakarta. Pihaknya juga sedang meminta rumah sakit untuk menambah kapasitasnya.
”Kami juga sedang berusaha menambah lagi. Kami sedang meminta izin dari Balai Diklat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang ada di Kecamatan Kotagede. Itu nanti bisa juga untuk menampung kalau proses negosiasi ini berjalan,” kata Heroe.
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, semakin banyak tes cepat yang dilakukan, hal itu semakin baik. Sebab, tes cepat yang dilakukan itu bisa mendeteksi orang-orang yang diduga menderita penyakit Covid-19.
”Iya memang (ada tes cepat). Lebih banyak, lebih baik,” kata Sultan.
Sultan mengatakan, saat ini, banyak orang yang diduga terinfeksi Covid-19, tetapi tidak menunjukkan gejala yang jelas. Mereka termasuk kategori orang tanpa gejala (OTG). Meski tidak mengalami gejala yang jelas, para OTG ini berpotensi menularkan penyakit Covid-19 kepada orang lain.
Semakin banyak tes cepat yang dilakukan, hal itu semakin baik.
”Orang yang tanpa gejala itu, kan, jadi susah (untuk dideteksi). Namun, begitu mengikuti rapid test, kecenderungan itu, kan, akan kelihatan,” ujar Sultan.
Sultan menambahkan, apabila ada warga yang menunjukkan hasil reaktif berdasarkan tes cepat, petugas akan langsung mengambil langkah lebih lanjut. Langkah penanganan itu mencakup isolasi dan perawatan jika dibutuhkan.
Sultan memaparkan, saat ini, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY masih memiliki stok alat tes cepat sebanyak 3.000 buah. Dengan masih adanya stok alat tersebut, tes cepat Covid-19 di DIY masih bisa dilakukan.
Kapasitas rumah sakit
Sultan menyatakan, saat ini, ruang perawatan di rumah sakit di DIY yang disiapkan untuk penanganan Covid-19 baru terisi 60 persen dari total kapasitas. Ruang perawatan yang disiapkan sebanyak 269 ruangan.
Akan tetapi, Pemprov DIY tetap menyiapkan ruang perawatan tambahan untuk mengantisipasi penambahan jumlah pasien. Menurut Sultan, ruang perawatan tambahan itu ada di RSPAU Hardjolukito serta Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta.
Orang yang tanpa gejala itu, kan, jadi susah (untuk dideteksi). Namun, begitu mengikuti rapid test, kecenderungan itu, kan, akan kelihatan.
Sultan menyebut, sebenarnya RSPAU Hardjolukito memiliki ruang perawatan yang terdiri dari tiga lantai dengan total kapasitas sekitar 200 orang. Namun, saat ini, hanya ruang perawatan di lantai satu yang bisa difungsikan karena sebagian tenaga kesehatan di RSPAU Hardjolukito diperbantukan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Jakarta.
Oleh karena itu, pengoperasian ruang perawatan tambahan di RSPAU Hardjolukito itu harus disertai tambahan tenaga kesehatan. Sultan menuturkan, telah berkomunikasi dengan pemda di DIY tentang kemungkinan penyediaan tenaga kesehatan tambahan.
”Kami minta kepada para bupati dan wali kota, bisa enggak membantu (penyediaan) dokter dan paramedis,” kata Sultan. Namun, sampai sekarang, belum ada kepastian apakah pemda di DIY bisa menyediakan tenaga kesehatan tambahan.