Uji Sampel Covid-19 di Jabar Terkendala Bahan Baku
Delapan laboratorium di Jawa Barat disiapkan untuk pengetesan sampel warga berpotensi Covid-19 dengan metode reaksi rantai polimearse (PCR). Namun, pengetesan masih belum maksimal akibat terkendala bahan baku.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Delapan laboratorium di Jawa Barat disiapkan untuk pengetesan sampel warga berpotensi Covid-19 dengan metode reaksi rantai polimearse atau PCR. Namun, kemampuan pengetesan masih belum maksimal akibat terkendala bahan baku.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani di Bandung, Selasa (13/5/2020), menyatakan, ada delapan laboratorium yang disiapkan sehingga tidak menumpuk di Unit Pelaksana Teknis Dinas Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jabar. Seluruh fasilitas ini mampu memeriksa 5.838 spesimen per hari.
Laboratorium tersebut adalah Universitas Padjadjaran Jatinangor, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Rumah Sakit Universitas Indonesia, Labkesda Kota Bekasi, Labkesda Kabupaten Bekasi, Institut Pertanian Bogor, Balai Veteriner Subang, serta Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Jakarta.
”Kami sudah menyiapkan laboratorium jejaring sehingga pemeriksaan tidak menumpuk di Labkesda Jabar. Kami juga tengah menyiapkan 11 laboratorium satelit lainnya dengan memfasilitasi pelaksanaan visitasi kelayakan hingga rekomendasi operasional ke Litbangkes Kemenkes,” tuturnya.
Laboratorium yang disebut antara lain LIPI, Balai Besar Vet Bogor, RS Cibinong, RS Citra Arafiq, RS Hewan Cikole, Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon, RSUD Pelabuhanratu, RS Waled, RS Al-Ihsan yang bekerja sama dengan Unisba, Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung, dan RS Paru Kerawang.
Meskipun telah menyiapkan laboratorium pemeriksaa, kapasitas pengujian laboratorium belum bisa dilaksanakan dengan maksimal. Berli menjelaskan, kemampuan pengetesan per hari masih berada di angka 2.999 spesimen. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, antara lain terkait kemampuan alat uji.
Berli menjelaskan, faktor yang menjadi kendala adalah performa alat uji yang tidak optimal sehingga pemeriksaan perlu dilakukan beberapa kali, ditambah lagi dengan proses verifikasi. Hal tersebut dapat memperpanjang waktu pengeluaran hasil.
”Beberapa kali kit PCR saat verifikasi hasilnya kurang baik sehingga tidak bisa untuk pemeriksaan lanjut. Belum lagi kapasitas harian yang optimal belum teridentifikasi. Selain itu, ekstraksi masih mengandalkan manual dengan SDM (sumber daya manusia) yang terbatas,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut Berli, regensia sebagai bahan baku pemeriksaan juga perlu disiapkan secara penuh. Semua kebutuhan harus ada dalam waktu yang bersamaan dengan jumlah yang tepat. Padahal, pengetesan ini dilakukan dengan memanfaatkan momentum pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tingkat provinsi.
Hal tersebut menjadi momentum untuk melaksanakan pengetesan Covid-19 dengan metode PCR secara masif. Berli berujar, dengan menerapkan sesuai situasi dan kebutuhan, pengendalian pandemi kesehatan bisa diseimbangkan dengan kebutuhan hidup dasar masyarakat Jabar yang menjalani PSBB.
Bantuan sosial
Di samping pemeriksaan menyeluruh, alokasi bantuan sosial (bansos) juga menjadi perhatian. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menuturkan, ada delapan jenis bantuan dari instansi yang berbeda-beda sehingga pihaknya kesulitan mendata warga penerima bansos.
Delapan pintu itu meliputi Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, bansos dari presiden untuk perantau di Jabodetabek, dana desa (bagi kabupaten), Kartu Prakerja, bantuan tunai dari Kemensos, bansos gubernur, serta bansos dari kabupaten/kota.
Kamil memaparkan, warga penerima bansos selama ini berasal dari dua data, yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan daftar non-DTKS. Kedua data tersebut bergerak dinamis sehingga membutuhkan perhatian.
Oleh karena itu, Kamil menyebutkan, pihaknya mendukung langkah Kementerian Dalam Negeri dalam memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk mengecek layanan penerima bansos menggunakan nomor induk kependudukan (NIK). ”Kami apresiasi Kemendagri yang akan membuat data khusus agar data bansos menjadi satu pintu,” ujarnya.