Pandemi Covid-19 menciptakan petaka bagi sebagian orang. Dapur umum jadi secuil harapan. Siapa saja yang lapar boleh datang, boleh makan.
Oleh
abdullah fikri ashri/machradin wahyudi ritonga/cornelius helmy
·5 menit baca
Aroma rendang telur menyeruak di belakang Kantor PKK Kota Cirebon, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Beberapa orang yang menghirupnya tampak menikmati, memejamkan mata. ”Kalau yang masak, sih, enggak harum, bau,” kata Agung (35) berseloroh kepada Sri Puji (51) si koki.
”Eh, bukan orang sembarangan yang masak. Imannya harus kuat. Apalagi, sekarang puasa,” balas Puji sembari tertawa. Lemparan canda itu seakan mendinginkan tubuh terpapar panas api kompor dan panci setinggi hampir 1 meter. Puji punya pengalaman panjang berbagi lewat dapur umum. Dia kerap bertanggung jawab di bagian dapur umum Taruna Siaga Bencana (Tagana) sejak 2012.
Begitulah suasana dapur umum Jabar Bergerak, gerakan kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat, membantu warga terdampak pandemi Covid-19. Siang itu, Puji, Agung, dan sekitar 20 anggota Tagana dan ibu-ibu PKK Kota Cirebon tengah memasak 300 porsi nasi kotak.
Persiapan sudah dimulai sehari sebelumnya. Mereka memasak 50 kilogram beras, mengupas 450 butir telur, mencampur sayuran serta mi. Tenda Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang bocor masih berusaha keras melindungi mereka dari terik mentari atau hujan deras.
Baca juga :
Jika saja pandemi tak datang, Puji, ibu dua anak dan satu cucu ini, masih bisa memasak di acara hajatan. Tiga hari memasak di hajatan, ia bisa meraup sekitar Rp 3 juta. Ini lebih besar dibandingkan upah minimum Kota Cirebon sekitar Rp 2,2 juta.
Sebenarnya, Puji yang punya pengalaman di usaha katering empat tahun bisa saja jualan makanan untuk memenuhi kebutuhan harian. Namun, ia malah sibuk di dapur umum dari pagi hingga sore pada Senin, Rabu, dan Jumat.
Ketua Umum Jabar Bergerak Atalia Praratya berharap dapur umum meringankan beban warga yang mengalami kerawanan pangan saat pandemi. Mereka adalah perantau, warga miskin, pemulung, dan warga lainnya yang belum terjangkau bantuan pemerintah. ”Bantuan ini diharapkan membantu banyak orang. Apalagi, kami menerima aduan 42.000 warga kesulitan (makan), tetapi tidak masuk data terpadu kesejahteraan sosial,” ujarnya.
Di Kota Bandung, gerakan serupa dinamai Sangu Bancakan Urang Bandung (Sabandung). Diinisiasi PKK Kota Bandung di setiap kelurahan, gerakan ini juga ingin saling menolong warga. Digelar perdana pada Jumat (8/5/2020), gerakan ini membagikan 30.200 paket nasi dus setiap pekannya.
Sukarelawan juga ikut membantu memasak di Sabandung. Di dapur Forum RW Kota Bandung, misalnya. ”Kalau masak-masak seperti ini sudah biasa. Saya di rumah juga suka masak bareng istri,” ujar Adit (64). Adit penuh pengalaman. Ia fasih sukarelawan di berbagai daerah bencana, salah satunya saat tsunami Aceh tahun 2004. ”Saya akan terus memasak jika diperlukan,” ujarnya.
Inisiasi mandiri warga juga menjadi tenaga. Warga di RW 008 Simaja Selatan, Kelurahan Drajat, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, misalnya, menggalang lumbung pangan bagi warga belum tersentuh bantuan pemerintah. ”Kami sebut lumbung pangan karena bisa bertahan beberapa pekan,” kata Ketua RW 008 Bobby Sandy Gautama. Program itu muncul setelah mengetahui sekitar 80 rumah tangga tidak dapat bantuan pemerintah.
Setelah mengumumkan ke warga, dalam sepekan terkumpul bantuan senilai Rp 30 juta. ”Ini bantuan terbesar, padahal saat ini krisis. Pengusaha hingga orang miskin kesusahan. Inilah konsep dari warga untuk warga,” kata Bobby. ”Kami sudah menyalurkan bantuan satu kali. Menurut rencana, sampai enam pekan berdasar asumsi pemerintah menerapkan tiga kali pembatasan sosial berskala besar,” kata Bobby.
Lumbung darurat pangan juga lahir di Kelurahan Tamansari, Kota Bandung. Konsepnya, tengok tetangga yang berpotensi terdampak Covid-19. Ketua RW 012 Tamansari Harun Kasirun mengatakan, dirancang warga pada 22 April 2020, paket bantuan sembako untuk warga mengalir dua hari kemudian. Sedikitnya 125 paket yang dibagikan di tahap pertama dan bakal diberikan lagi 150 paket di tahap kedua. ”Ini sifatnya darurat. Jadi, untuk warga yang tidak punya bahan pangan, silakan datang ke sini. Selama stoknya ada, kami kasih,” ujarnya.
Sebagian seniman yang ikut membawa Bandung dikenal jadi kota kreatif juga ikut berperan. Sarita Rahmi Listya (31) bersama Yaya Risbaya (30), Arum Dayu (35), Doly Harahap (35), dan Yudha Swara (34) sengaja memasak untuk rekan-rekan seprofesi. Mereka menamakannya ”Dapur Musafir”. Nama yang diambil karena banyak seniman Bandung juga berasal dari luar kota.
Menu Selasa (12/5/2020) sore itu adalah nasi dengan lauk tempe orek, telur dadar, dan sayur untuk 25 porsi. Semua disiapkan di indekos Yaya di Jalan Dago Barat, Coblong, jadi dapurnya. Lagu mengiris penuh rindu kampung halaman, ”Uda Kanduang Pulanglah Uda” yang dibawakan Trio Lapo jadi pengiringnya.
Yaya menuturkan, banyak seniman di Bandung adalah perantau. Mereka pilih bertahan karena tak ingin berpotensi menularkan wabah kepada orang tercinta di kampung halaman. Namun, pilihan itu kerap berujung dilema. Mereka tak berpenghasilan karena pandemi. ”Semenjak pandemi tidak ada gigs (konser). Teman-teman bingung cari penghasilan. Kami ingin mencoba meringankan,” ujar Yaya, personel Band Syarikat Idola Remaja (SIR).
Arum, personel duo Tetangga Pak Gesang, menambahkan, sebelumnya mereka sudah membagikan makanan kepada tunawisma. Namun, mereka sadar, ternyata ada rekan seniman juga butuh dibantu.
Sarita menambahkan, meski baru memulai, tidak menutup kemungkinan dapur ini akan berumur panjang. ”Selama ada orang-orang yang percaya dan berdonasi, kami akan maksimalkan,” tuturnya.
Tidak terasa, Magrib sebentar lagi datang. Yaya lantas menyisihkan 10 bungkus makanan. Selain untuk seniman, ia menyisihkan untuk warga lain. Dia lalu membawanya ke mulut gang di dekat indekosnya. Dua keranjang makanan sengaja dipasang di sana.
Yaya menuturkan, tempat itu menampung makanan warga yang hendak berbuka puasa. Tidak ada yang menjaganya. Semua bebas menaruh atau mengambil makanan. Meski sedikit, ia dan kawan-kawannya ingin berbagi untuk banyak orang yang membutuhkan. Siapa saja boleh datang, boleh makan.