Pelonggaran PSBB di Jabar Tak Diikuti Pengetatan Protokol Kesehatan
Pelonggaran PSBB tingkat provinsi di Jawa Barat yang berakhir pada Selasa (19/5/2020) dikhawatirkan justru akan membahayakan. Sebab, penerapan protokol kesehatan di ruang publik dinilai belum optimal.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar atau PSBB tingkat provinsi di Jawa Barat akan berakhir pada Selasa (19/5/2020). Selanjutnya, PSBB akan dilonggarkan dalam skala parsial. Namun, hal itu dikhawatirkan karena penerapan protokol kesehatan belum optimal.
Kerumunan masih terjadi di sejumlah lokasi, salah satunya di pasar-pasar tradisional. Selain itu, masih juga ditemukan pelanggaran warga di ruang publik tanpa masker dan sarung tangan saat mengendarai sepeda motor.
Di Pasar Cikutra, Kota Bandung, Senin (18/5/2020), misalnya, physical distancing atau pembatasan jarak fisik tidak diterapkan dengan baik. Ratusan pedagang berjualan di pinggir jalan tanpa pengaturan jarak antarlapak. Akibatnya, kerumunan warga tidak terhindarkan. Bahkan, masih banyak pembeli dan pedagang tidak mengenakan masker.
Kerumunan ini membuat lalu lintas di Jalan Cikutra macet. ”Jalan ini memang selalu ramai karena ada pasar. Namun, beberapa hari terakhir semakin padat mendekati Lebaran,” ujar Aris (45), seorang pedagang.
Selama PSBB, pasar tradisional diizinkan beroperasi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Tetapi, justru banyak pedagang pakaian yang tetap berjualan.
Kerumunan warga tidak terhindarkan. Bahkan, masih banyak pembeli dan pedagang tidak mengenakan masker.
Tidak optimalnya penerapan protokol kesehatan di pasar disesalkan sejumlah pembeli. Salah satunya Anggi (32), warga Kelurahan Cikutra.
”Situasinya (keramaian) sekarang tidak ada bedanya dibandingkan sebelum PSBB. Harusnya protokol kesehatan dijalankan dengan disiplin, baik oleh pedagang maupun pembeli,” ujarnya.
Relaksasi atau pelonggaran PSBB dilakukan setelah mengevaluasi penerapan PSBB se-Jabar. PSBB diklaim berhasil karena penambahan kasus baru Covid-19 mulai melandai.
PSBB dinilai dapat menekan mobilitas warga sehingga berdampak pada penurunan kasus baru. Dalam sejumlah kesempatan, Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyebutkan, sebelum PSBB, reproduksi penularan (Ro) Covid-19 di Jabar mencapai indeks 3. Kini indeksnya menurun menjadi 0,86.
Kamil mengatakan, sejak awal hingga pertengahan April terdapat rata-rata penambahan 40 kasus Covid-19 per hari. Jumlahnya menurun menjadi 28 kasus per hari dari pertengahan hingga akhir April. Sementara kasus dari 1-12 Mei turun lagi menjadi 21 kasus per hari.
Meski demikian, epidemiolog Universitas Padjadjaran, Pandji Fortuna Hadisoemarto, mengatakan, PSBB masih diperlukan untuk menahan laju penularan Covid-19. ”Kalau (pandemi) ingin lebih cepat berakhir, harus disiplin melakukan PSBB dan menurunkan kontak indeks hingga di bawah 20 persen,” ujarnya.
Dengan relaksasi, PSBB di Jabar tidak lagi diterapkan menyeluruh, tetapi hanya di sejumlah kabupaten/kota dengan tingkat penyebaran Covid-19 yang masih tinggi. Pelonggaran ini akan mempertimbangkan beragam aspek. Salah satunya potensi penularan gelombang kedua yang mesti diantisipasi.
”Potensi penularan baru atau gelombang kedua juga dipertimbangkan. Ini harus diantisipasi. Jika semua bisa dijamin, relaksasi dapat diterapkan,” ujar Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar Berli Hamdani.