Masyarakat Kota Kupang Terbebani Biaya Tes Cepat Rp 480.000 Saat Bepergian
Masyarakat Kota Kupang mempertanyakan biaya tes cepat Rp 480.000 per orang untuk mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19 sebagai syarat bepergian dari dan ke kota/kabupaten di Nusa Tenggara Timur.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Masyarakat Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, mempertanyakan biaya tes cepat Rp 480.000 per orang untuk mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19 sebagai syarat bepergian antarkota di NTT. Biaya ini dinilai terlalu membebani masyarakat di tengah kesulitan ekonomi saat ini.
APBD Nusa Tenggara Timur senilai Rp 810 miliar untuk penanganan Covid-19 mestinya juga menanggung biaya tes cepat bagi masyarakat yang bepergian. Pemerintah Provinsi NTT sebaiknya segera mencari solusi untuk meringankan beban masyarakat tersebut.
Bertha Taduhere (48), warga Kampung Sabu, Kelurahan Kolhua, Kota Kupang, Rabu (3/6/2020), mengatakan, dia ingin mengunjungi anggota keluarga yang sedang sakit di Menia, Sabu Raijua. Namun, untuk mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19 yang menjadi syarat wajib dalam perjalanan, dia harus tes cepat (rapid test) dan mengeluarkan biaya Rp 480.000 per orang.
”Selain saya, masih ada empat keponakan datang dari Sabu sebelum pandemi Covid-19. Mereka ingin pulang ke Sabu karena saat ini feri Kupang-Sabu sudah beroperasi, tetapi harus memiliki surat keterangan sehat karena Kota Kupang masuk zona merah. Jika satu orang dikenai biaya tes cepat senilai Rp 480.000, untuk empat orang hampir Rp 2 juta. Ini belum biaya tes cepat saya,” kata Bertha.
Ia mengatakan, saat ini cari uang untuk biaya makan minum saja susah. Harga bahan pokok terus naik, pokoknya semua kebutuhan hidup ikut naik, termasuk barang kebutuhan lain yang tidak punya hubungan dengan Covid-19.
Menunggak iuran
Ibu tiga anak ini mengaku, iuran BPJS Kesehatan sudah tiga bulan terakhir untuk lima anggota keluarga belum dibayar. Pihak BPJS Kesehatan Kupang terus menelepon dan menyurati agar segera melunasi tunggakan. Suami Bertha bekerja di bengkel mobil, yang sejak Covid-19 melanda, ia pun dirumahkan.
Agus Ola (25), mahasiswa asal Adonara, Flores Timur, juga mengalami kesulitan serupa. Ia ingin pulang kampung karena orangtua sedang sakit. Namun, ia tidak punya uang untuk menjalani tes cepat guna mendapatkan surat keterangan bebas Covid-19 dari rumah sakit.
Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD NTT Ana Waha Kolin mengatakan, persyaratan kepemilikan surat keterangan bebas Covid-19 bagi warga yang melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain di NTT semakin membebani masyarakat. Pemda seakan tidak memahami kondisi masyarakat saat ini.
”Fraksi PKB DPRD NTT minta pemprov meninjau kembali biaya tes cepat sesuai Pergub No 25/2020, tertanggal 2 Juni 2020. Sementara di RSU Siloam Rp 480.000 per surat keterangan, ini lebih membebani masyarakat. Kemudian, masa berlaku surat itu hanya tiga hari sejak dikeluarkan, juga makin mempersulit warga yang bepergian,” kata Kolin.
Jika masa berlaku tiga hari, ratusan sopir ekspedisi yang melakukan perjalanan ke sejumlah kabupaten di NTT dengan feri, mereka harus memperbarui surat keterangan itu setiap tiga hari. Jika mereka melakukan perjalanan 14 hari, maka memperbarui surat keterangan itu empat kali dan biaya yang harus dikeluarkan Rp 1,4 juta. Ini belum termasuk biaya tiket feri, makan-minum, dan kebutuhan lain.
Hal ini lebih diperparah lagi jika pemda mewajibkan pelaku perjalanan menjalani tes PCR, jika tes cepat reaktif. Biaya tes PCR senilai Rp 1,5 juta per orang ditanggung sendiri oleh masyarakat.
Mempertimbangkan
Ia mengatakan, meskipun kebijakan ini merupakan lanjutan dari peraturan pemerintah pusat, pemprov harus mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat NTT saat ini. Uang Rp 350.000 per surat keterangan bisa digunakan warga untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Kondisi warga saat ini sangat memprihatinkan.
Saat ini terjadi banyak pengangguran karena pemutusan hubungan kerja, petani gagal panen karena kekeringan, dan harga kebutuhan pokok terus begerak naik. Air minum dalam kota Kupang saja sebagian besar warga kota harus beli dengan harga termurah Rp 70.000 per tangki, sementara di sejumlah kabupaten lain di NTT sampai Rp 700.000 per tangki. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bangkrut, tukang ojek tidak mendapat orderan, demikian pula sektor informal mati total.
Intervensi pemda terhadap dampak Covid-19 di sektor informal dan UKM bagi masyarakat belum berjalan. Saat ini bantuan yang ada dari pemerintah pusat berupa bantuan langsung tunai dan bahan pokok.
”Padahal, dana penanggulangan Covid-19 dari APBD NTT senilai Rp 810 miliar. Memang dana ini mencakupi semua sektor, tetapi mestinya sektor paling mendesak itu yang diprioritaskan, seperti tes cepat untuk warga, seharusnya digratiskan. Kalau dipungut biaya pun, tidak boleh lebih dari Rp 150.000 per surat keterangan,” katanya.
Ia mengatakan, di sejumlah media sosial masyarakat sudah mempertanyakan dana penanggulangan Covid-19 itu, sementara tidak lama lagi NTT masuk normal baru. Bagaimana pemanfaatan dana itu pada masa normal baru, DPRD NTT akan mempertanyakan ini ke pemda.