Pariwisata Berkelanjutan Masa Depan Turisme Nasional
Pariwisata berkelanjutan dinilai sebagai model ideal pengembangan pariwisata di masa depan. Masyarakat harus dilibatkan dalam pelaksanaannya.
Oleh
sekar gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menjadi momentum merumuskan lagi pengembangan pariwisata nasional di masa depan. Pariwisata berkelanjutan dinilai sebagai model ideal karena melibatkan masyarakat di berbagai sektor.
Menteri Pariwisata periode 2000-2004 dan penulis buku Kepariwisataan Berkelanjutan, Rintis Jalan Lewat Komunitas, I Gede Ardika, mengatakan, pandemi mendorong semua pemangku kepentingan untuk introspeksi diri. Pariwisata tidak lagi bisa dimaknai hanya dari segi ekonomi, tetapi juga lingkungan, budaya, sosial, budaya, politik, pertahanan, dan keamanan.
”Kita perlu melihat pariwisata dari paradigma baru. Jika selama ini kita fokus ke aspek kuantitas, sekarang harus bergeser ke aspek kualitas. Ini penting untuk membangun pariwisata yang berkelanjutan,” kata Ardika dalam diskusi buku virtual oleh Penerbit Buku Kompas dan harian Kompas, Sabtu (6/6/2020).
Pariwisata berkelanjutan dimaknai sebagai turisme yang mengedepankan hubungan antarmanusia dan lingkungan yang harmonis. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam artikel Kompas (11/10/2019) menyatakan ada kombinasi dua hal dalam mengelola pariwisata berkelanjutan. Keduanya ialah penerapan standar global dan penjagaan kearifan lokal.
Ardika mengatakan, pengembangan pariwisata berkelanjutan harus berkiblat pada masyarakat. Itu karena masyarakat adalah penerima utama dampak dan manfaat pariwisata. Pelibatan masyarakat pun dinilai mutlak.
”Dalam konteks hidup seimbang, pariwisata harus berbasis pada masyarakat. Pariwisata kemudian bisa dikembangkan berdasarkan beberapa falsafah. Pertama, menyadari wisata sebagai HAM. Kedua, memahami nilai luhur pariwisata tentang keseimbangan manusia dan lingkungan. Ketiga, wisata meningkatkan kualitas hidup. Keempat, pariwisata harus dilihat secara holistik dari berbagai sektor. Terakhir, masyarakat merupakan modal sosial yang harus dibina,” ujarnya.
Antisipasi
Pemerhati pariwisata berkelanjutan, Valerina Daniel, mengatakan, dampak pandemi dapat diantisipasi bila turisme dibangun menyeluruh mengikuti model pariwisata berkelanjutan. Ada tiga aspek pariwisata berkelanjutan, yaitu komunitas, lingkungan, dan ekonomi.
Menurut dia, pengembangan pariwisata berkelanjutan perlu dijalankan serius. Hal ini tercantum di Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Untuk merespons pandemi Covid-19, pemerintah menyusun konsep wisata bersih, sehat, dan aman (clean, healthy, safe/CHS).
”Peraturan dan acuan sudah ada. Tinggal bagaimana ini disosialisasikan dan dipahami. Jika diterapkan dengan benar, kita bisa mengantisipasi hantaman terhadap pariwisata (di masa sulit),” ujar Valerina.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, daerahnya memasuki era normal baru di sektor pariwisata. Masyarakat mengenal hal itu dengan istilah kebiasaan anyar (baru). Fase pemulihan sektor pariwisata menuju normal baru berlaku mulai Juni 2020 hingga Agustus 2020.
Dampak pandemi dapat diantisipasi bila turisme dibangun menyeluruh mengikuti model pariwisata berkelanjutan. Ada tiga aspek pariwisata berkelanjutan, yaitu komunitas, lingkungan, dan ekonomi.
Seluruh pemangku kepentingan diminta beradaptasi selama fase pemulihan. Protokol kesehatan pencegahan Covid-19 pun wajib dilakukan, seperti mengenakan masker, sarung tangan, pelindung wajah, dan menjaga jarak aman di area wisata. Pemkab juga memberi sertifikat kepada pelaku usaha yang menerapkan protokol kesehatan.
”Ini tantangan baru bagi semua orang. Kita tidak boleh menyerah dengan keadaan ini,” kata Abdullah.
Pandemi menyebabkan 123 festival di Banyuwangi gagal digelar. Kunjungan wisatawan asing pada Februari 2020 turun 60 persen dibandingkan Februari 2019 (Kompas, 12/3/2020). Selain itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Banyuwangi kini masih berada di angka Rp 160 miliar dari target Rp 500 miliar.
Ada harapan
Kendati terpuruk, sektor pariwisata dinilai masih punya harapan untuk bangkit. Sebab, masih banyak masyarakat yang ingin berwisata setelah pandemi.
Menurut jajak pendapat Kompas pada 16-23 Mei 2020, ada 13,5 persen publik yang berharap segera berwisata di dalam dan luar negeri. Ini adalah rencana pascapandemi dengan persentase terbesar kedua. Rencana dengan persentase terbesar pertama ialah silaturahmi, yakni 42,7 persen.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Sutta Dharmasaputra meyakini bahwa pariwisata berpeluang bangkit dari pandemi. Sebab, pada dasarnya manusia punya hasrat besar untuk bertualang. Selain itu, Indonesia juga punya sumber daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik pariwisata.
”Saya harap ada terobosan luar biasa yang membuat pariwisata bangkit. Pandemi telah mendorong kita secara tanpa sadar untuk hiidup sehat dan berdampingan dengan alam,” kata Sutta.