Masuk Zona Jingga, Pemkot Palembang Tekankan Penegakan Disiplin Warga
Pemerintah Kota Palembang memberi sinyal tidak akan melanjutkan pembatasan sosial berskala besar karena Palembang sudah masuk ke zona jingga. Pemkot akan memperketat penerapan protokol kesehatan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Palembang memberi sinyal untuk tidak melanjutkan pembatasan sosial berskala besar dan lebih menekankan pada penegakan disiplin protokol kesehatan. Hal ini karena status Palembang sudah masuk ke zona jingga, lebih baik dibanding dua minggu lalu yang masih zona merah.
Sekretaris Daerah Kota Palembang Ratu Dewa, Selasa (16/6/2020), mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi dengan berbagai pihak, situasi Palembang sudah membaik. Statusnya bukan lagi masuk zona merah, melainkan sudah zona jingga. ”Perhitungan itu didasari pada 14 indikator kesehatan yang sudah ditetapkan tim gugus tugas,” ucapnya.
Atas dasar itulah ada kemungkinan Palembang akan lebih diarahkan pada pendisiplinan protokol kesehatan dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah berlangsung dua tahap tidak akan dilanjutkan. ”Proses transisi sebenarnya sudah kami lakukan di PSBB tahap kedua ini,” ujar Ratu.
PSBB di Palembang tahap pertama dilakukan pada 20 Mei-2 Juni, sedangkan PSBB tahap kedua, yang juga dijadikan sebagai PSBB transisi, diterapkan pada 2 Juni-16 Juni 2020. ”Namun, untuk keputusan status Palembang dan mekanisme pelaksanaan, akan ditentukan besok,” ujar Ratu.
Untuk mengedukasi dan menyosialisasikan program kepada warga, Pemkot Palembang telah menggandeng 400 ulama. Para ulama akan mengampanyekan penegakan protokol kesehatan. Hal ini bisa dilakukan karena sejumlah tempat ibadah sudah dibuka kembali.
Petugas keamanan sebanyak 1.725 personel juga akan dikerahkan untuk berjaga di sejumlah fasilitas publik dan pusat kerumunan. ”Dengan cara ini diharapkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan semakin meningkat,” ujar Ratu.
Juru bicara Dinas Kesehatan Kota Palembang, Yudhi Setiawan, mengatakan, membaiknya status Palembang disebabkan angka akumulasi 14 indikator kesehatan sudah membaik dibanding dua minggu lalu. Beberapa indikator yang menjadi ukuran adalah aspek epidemiologi, kesehatan masyarakat, surveilans, dan fasilitas kesehatan.
Akumulasi 14 indikator kesehatan sudah membaik dibanding dua minggu lalu. (Yudhi Setiawan)
Dengan status ini, ujar Yudhi, ke depan pemeriksaan akan semakin ditingkatkan, terutama di kawasan yang rawan seperti pasar. ”Ada wacana, setiap pedagang di pasar akan menjalani uji cepat (rapid test) untuk memetakan tingkat risiko penularan,” ucapnya. Namun, lanjut Yudhi, pemeriksaan itu sangat bergantung pada kesiapan dana.
Yudhi mengakui, saat ini pemeriksaan di Palembang belum optimal dan masih jauh dari ideal. Dalam aturan, setiap 1 juta penduduk setidaknya sudah ada 3.500 orang yang menjalani uji usap tenggorokan. Namun, sampai empat minggu pelaksanaan PSBB, baru sekitar 2.000 warga Palembang yang menjalani uji usap.
”Kami berharap dalam waktu dua minggu ke depan pemeriksaan akan lebih masif dan target 3.500 warga dapat terpenuhi segera,” ucapnya.
Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Sumatera Selatan mencatat total kasus konfirmasi positif di Sumsel mencapai 1.448 orang. Dari jumlah tersebut, 882 orang berasal dari Palembang. Adapun jumlah meninggal di Sumsel mencapai 57 orang. Dari jumlah tersebut, 35 orang berasal dari Palembang.
Wali Kota Palembang Harnojoyo mengungkapkan, pihaknya sudah meningkatkan anggaran dana untuk penanganan Covid-19 di Palembang dari Rp 200 miliar menjadi Rp 480 miliar. Dana itu bisa digunakan untuk pelaksanaan pemeriksaan dan pembelian alat-alat kesehatan. Nyatanya, dana yang digunakan untuk penanggulangan Covid-19 di Palembang baru mencapai Rp 25 miliar.
Tes usap
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Selatan M Adrian Agustiansyah mengatakan, seharusnya pemerintah lebih aktif melakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebaran Covid-19 di Palembang. Misalnya dengan menerapkan apa yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang melakukan uji usap secara penuh.
Metode ini memilih sampel dari sejumlah kerumunan sehingga diketahui apakah di kawasan itu ada risiko penularan atau tidak. ”Nyatanya, angka penularan di Sumbar jauh menurun,” katanya.
Metode itu, ujar Adriansyah, bisa dilakukan di Palembang karena saat ini fasilitas laboratorium reaksi berantai polimerase di Palembang sudah cukup memadai. ”Seharusnya keunggulan ini dimanfaatkan dengan baik,” ucapnya. Pemeriksaan lebih ditekankan pada tempat-tempat yang paling berisiko salah satunya adalah pasar.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Sumatera Selatan, Zen Ahmad, beranggapan pemeriksaan masif uji usap tenggorokan adalah cara yang paling efektif dilakukan untuk memetakan penyebaran. ”Jika banyak tes usap tenggorokan, dapat segera diketahui siapa yang sakit dan harus ditangani segera, dengan demikian akan lebih banyak lagi yang sembuh,” ucapnya.
Apalagi, waktu tunggu pemeriksaan di Sumsel, khususnya di Palembang, sudah lebih singkat. Mei lalu, waktu tunggu hasil pemeriksaan sampel bisa lebih satu minggu, sekarang dalam waktu dua hari, hasil tes PCR sudah bisa diketahui.