Tinggalkan Tes Cepat, Kuningan dan Cirebon Andalkan Tes Usap
Pemerintah daerah di Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat, mulai beralih dari tes cepat ke tes usap tenggorokan untuk mengidentifikasi kasus Covid-19. Tes usap dinilai lebih akurat dan cepat dalam penanganan pasien.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
KUNINGAN, KOMPAS — Pemerintah daerah di Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat, mulai beralih dari tes cepat ke tes usap tenggorokan atau swab untuk mengidentifikasi kasus Covid-19. Tes usap dinilai lebih akurat dan cepat dalam penanganan pasien Covid-19. Meski demikian, pemeriksaan sampel usap masih terbatas.
Pemerintah Kabupaten Kuningan bakal menggelar tes usap massal terhadap 1.485 warga yang tersebar di 376 desa pada Kamis hingga Sabtu (18-27/6/2020). Sebanyak 38 persen dari target tes tersebut menyasar warga desa, tokoh agama, dan pesantren 22 persen, serta pelaku perjalanan dan pedagang sebanyak 20 persen.
Sasaran ini sudah dihitung secara epidemiologi sesuai petunjuk teknis pemerintah provinsi Jabar.
Sisanya, menyasar orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), serta tenaga kesehatan. Sebelumnya, hanya ODP dan PDP yang menjadi target utama tes usap. Mereka yang menjalani tes usap juga harus dinyatakan reaktif dari hasil tes cepat (rapid test). Padahal, beberapa kasus positif Covid-19 hasil tes cepatnya menyatakan nonreaktif.
Kepala Dinas Kesehatan Kuningan Susi Lusiyanti mengatakan, target 1.485 warga yang akan menjalani tes usap sudah mewakili populasi di Kuningan. Padahal, sasaran tes usap itu sekitar 0,135 persen dari total penduduk Kuningan, berkisar 1,1 juta orang. ”Sasaran ini sudah dihitung secara epidemiologi sesuai petunjuk teknis pemerintah provinsi Jabar,” katanya.
Pihaknya juga telah melakukan tes usap terhadap 214 orang. Hasilnya, 16 positif Covid-19, dua di antaranya meninggal dan 11 orang dinyatakan sembuh. Dinkes juga telah melakukan tes cepat terhadap 1.000 orang, dan hasilnya 45 orang reaktif. Dari yang reaktif itu, lima orang meninggal sebelum menjalani tes usab.
Susi menilai, tes usab lebih akurat dibandingkan dengan tes cepat. Namun, pihaknya terkendala anggaran untuk pengadaan alat tes usap. ”Harganya cukup mahal, bisa Rp 1 miliar untuk keseluruhan alat. Untuk tes swab massal 1.485, kami sudah siapkan alatnya,” ujarnya.
Beralih
Pemerintah Kota Cirebon juga kini beralih dari tes cepat ke tes usap. Kadinkes Kota Cirebon Edy Sugiarto menargetkan 4.642 warga atau 1,36 persen penduduk menjalani tes usap. Cakupan tes itu termasuk bantuan dari Pemerintah Provinsi Jabar sebanyak 1.242 alat tes usap. Adapun 3.400 alat tes difasilitasi Pemerintah Kota Cirebon. Anggaran untuk setiap alat tes dan pemeriksaannya sekitar Rp 900.000.
Sebelumnya, Pemkot Cirebon mengandalkan tes cepat untuk mendeteksi kasus Covid-19. Bahkan, pihaknya telah memesan 15.000 alat tes cepat. Namun, dalam perjalanannya, belum seluruh barang impor tersebut datang. ”Kami sudah bergerak ke tes swab. Namun, masih ada 2.400 lagi sasaran rapid test karena sudah dibelanjakan,” katanya.
Hingga kini, dinas kesehatan setempat baru melakukan tes usap terhadap 178 warga. Jumlah itu hanya sekitar 0,05 persen dari jumlah penduduk Kota Cirebon yang mencapai sekitar 340.000 orang.
Dari pengetesan tersebut, sebanyak 10 orang terkonfirmasi positif Covid-19. Dua di antaranya meninggal dunia dan delapan orang lainnya dinyatakan sembuh. Hingga kini, tidak ada warga Kota Cirebon yang positif Covid-19 dirawat di rumah sakit.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ) Catur Setiya Sulistiyana mendorong pemerintah daerah fokus menganggarkan pengadaan alat tes usap. ”Semakin banyak tes swab semakin baik. Ini memberikan kepastian terhadap pasien sehingga penanganannya bisa lebih cepat,” ujarnya.
Meski demikian, pihaknya berharap kapasitas pemeriksaan sampel usap dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) dapat ditingkatkan. Saat ini, pemeriksaan PCR di Cirebon bisa dilakukan di RS Pelabuhan, RSD Gunung Jati, dan Laboratorium Fakultas Kedokteran UGJ.
Kedua rumah sakit itu dapat memeriksa sekitar 180 sampel per hari. Sementara Laboratorium FK UGJ mampu memeriksa sekitar 120 sampel per hari. Padahal, sampel yang masuk ke laboratorium itu berkisar 200 sampai 300 sampel per hari. Hasil pemeriksaan yang sebelumnya bisa didapatkan dalam sehari pun mundur menjadi dua hari.