Kedisiplinan Warga Memengaruhi Perkembangan Kasus Covid-19
Masyarakat hendaknya patuh pada protokol kesehatan. Kedisiplinan warga akan memengaruhi perkembanga kasus Covid-19 di Kalimantan Barat ke depan. Jika masyarakat menganggap remeh, bisa membuat kasus meningkat.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Masyarakat hendaknya patuh pada protokol kesehatan. Kedisiplinan warga akan mempengaruhi perkembanga kasus Covid-19 di Kalimantan Barat ke depan. Jika masyarakat meremehkannya tidak menutup kemungkinan kasus akan melonjak.
”Masyarakat diharapkan lebih disiplin. Jangan sampai kebablasan saat menerapkan normal baru. Bagi yang tidak disiplin, perlu ada ketegasan atau sanksi jika protokol kesehatan tidak dijalankan,” ujar Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji, Rabu (17/6/2020).
Negara yang kondisi sosial masyarakatnya jauh lebih baik saja bisa terkena Covid-19. Apalagi, jika masyarakat tidak disiplin. Maka, masyarakat jangan abai dengan protokol kesehatan serta jangan meremahkan Covid-19.
Masyarakat diharapkan lebih disiplin. Jangan sampai kebablasan saat menerapkan normal baru. Bagi yang tidak disiplin, perlu ada ketegasan atau sanksi jika protokol kesehatan tidak dijalankan. (Sutarmidji)
Untuk menangani Covid-19, Pemerintah Provinsi Kalbar sudah mengalokasikan anggaran. ”Anggaran sebelumnya Rp 300 miliar. Kemudian diperintahkan untuk pemotongan belanja modal dan barang sehingga menjadi Rp 604 miliar. Dari jumlah itu yang sudah digunakan Rp 170 miliar,” ujar Sutarmidji.
Menurut Sutarmidji, anggaran untuk penanganan Covid-19 sejauh ini masih memadai. Namun, puncak Covid-19 masih sulit dipastikan karena situasi terus berfluktuasi. Untuk itu, penting tetap menjalankan protokol kesehatan.
Puncak kasus
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Harisson, menuturkan, pada 23 Mei dan 2 Juni, kasus di Kalbar sempat mencapai puncak. Namun, tidak menutup kemungkinan ke depan akan terjadi lagi puncak kasus.
”Situasi ke depan tergantung dari kedisiplinan masyarakat dalam menjalani protokol kesehatan. Sekarang menurun, tetapi bisa saja akan meningkat. Zona oranye bisa saja menjadi zona merah jika masyarakat tidak disiplin,” ungkap Harisson.
Terkait kategori risiko kasus Covid-19, pada 8 Juni ada lima kabupaten/kota yang berada di zona oranye (risiko sedang), sementara itu sembilan kabupaten/kota lainnya berada di zona kuning (risiko rendah). Namun, pada 15 Juni, ada 10 kabupaten/kota di Kalbar yang berada di zona oranye, sisanya empat kabupaten berada di zona kuning.
”Situasi ke depan kuncinya masyarakat harus disiplin dalam menjalani protokol kesehatan yang sudah ada supaya daerahnya tidak berubah dari zona oranye menjadi merah,” ujar Harisson.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar terdapat penambahan kasus konfirmasi Covid-19 dan juga ada kasus sembuh. Pada Selasa (16/6/2020), terdapat dua kasus baru, semuanya dari Kabupaten Sanggau.
Di samping itu, ada tujuh kasus sembuh, yakni di Kabupaten Ketapang 4 orang, Kabupaten Kayong Utara 1 orang, Kota Pontianak 1 orang, dan di Kabupaten Landak ada 1 orang sembuh.
Dengan demikian, hingga Rabu (17/6/2020) pukul 07.00, secara kumulatif di Kalbar terdapat 270 kasus konfirmasi Covid-19. Sebanyak 167 di antaranya sembuh, 11 orang dirawat, 88 orang diisolasi ketat, dan 4 orang meninggal.
Pantauan Kompas, Kota Pontianak merupakan wilayah di Kalbar yang sudah memperbolehkan sektor perdagangan dan jasa beraktivitas dengan normal baru. Namun, pelaku usaha, karyawan, dan konsumen harus menerapkan protokol kesehatan. Meskipun protokol kesehatannya sudah disosialisaikan, tingkat kedisiplinan warga masih rendah.
Kondisi ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir juga berdampak pada pendidikan di pedalaman Kalbar. Frans Mandagi, salah satu guru SMAN 03 Ngabang, Kabupaten Landak, menuturkan, dalam situasi saat ini, pendidikan di pedalaman dilematis.
Pada tahun ajaran baru nanti, hampir dipastikan tidak akan bisa belajar dengan tatap muka. Maka proses belajar idealnya harus secara daring. Namun, belajar secara daring sulit karena siswa di sekolahnya sebagian besar dari pedalaman. Di kampung mereka tidak ada sinyal. Selain itu, tidak semua siswa mampu membeli telepon pintar.
Bahkan, beberapa waktu lalu saat proses belajar secara daring, hasilnya kurang efektif. Di sisi lain kalau belajar tatap muka, tidak memungkinkan dan rawan dalam situasi Covid-19 yang belum berakhir saat ini.