Polisi Jujur Bukan Hanya Jenderal Hoegeng, Jangan Berkecil Hati...
Ismail Ahmad mengunggah guyonan Gus Dur yang menyebutkan bahwa polisi jujur itu terdiri dari patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng. Polisi tak perlu reaktif. Jangan pula kecil hati.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Nama Ismail Ahmad, warga Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, ramai diperbincangkan beberapa hari terakhir. Oleh polisi setempat, aparatur sipil negara itu dijemput, diinterogasi, dan disuruh meminta maaf lewat konferensi pers lantaran mengunggah guyonan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di akun Facebook miliknya, Mael Sulla.
Guyonan Gus Dur tersebut menyebutkan bahwa polisi jujur itu terdiri dari patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso, mantan Kepala Polri. Guyonan ini bukan baru pertama kali mencuat ke ruang publik. Sudah sering kali diucapkan dalam sejumlah momentum dan bukan hanya oleh Gus Dur.
”Saya pernah mendengar sendiri Pak Sutarman, waktu itu Kapolri, mengutip joke Gus Dur dan tak tersinggung, malah membahasnya sebagai kritik,” tutur putri Gus Dur, Alissa Wahid, yang juga Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Kamis (18/6/2020), sebagaimana diberitakan Kompas.
Coba saja menelusuri jejak digital terkait candaan itu di internet. Setelah memasukkan kata kunci ”Gus Dur polisi jujur” di mesin pencarian Google pada Jumat (19/3/2020) pagi, dalam waktu 0,32 detik Google menampilkan 261.000 hasil pencarian. Artinya, candaan ini bukan baru pertama kali. Masyarakat, termasuk institusi kepolisian sendiri, sudah tahu candaan tersebut. Dan, sejauh ini tidak ada masalah hukum yang timbul atas hal itu.
Ismail mengaku, ketertarikan pada guyonan Gus Dur mendorong dirinya mengunggah guyonan itu ke akun Facebook miliknya pada Jumat (12/6/2020). Ia sekadar ingin menghibur dirinya dan mengundang gelak tawa warganet. Pandemi Covid-19 yang membuat stres otak lantaran setiap hari dicekoki informasi yang tidak mengenakkan coba diwarnai dengan guyonan.
Lalu, mengapa harus memilih guyonan itu? Memangnya tak ada guyonan lain? Apakah Ismail memiliki ketidaksukaan kepada institusi Polri? ”Tidak ada motivasi lain. Saya tidak ada masalah dengan polisi,” ujar lulusan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon, itu.
Ismail justru mengidolakan tokoh nasional yang lahir dari institusi Polri, yakni Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso, mantan Kepala Polri yang melegenda itu. Ia kerap membaca artikel tentang Hoegeng. Sebagai aparatur sipil negara, ia merasa bahwa sosok Hoegeng yang terkenal sederhana, jujur, dan antikorupsi itu harus diteladani.
Dari pengalamannya mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (Diklat Pim), pun nama Hoegeng dan mantan Jaksa Agung Baharudin Lopa selalu ditonjolkan sebaga sosok antikorupsi. ”Kita tidak mungkin bisa sama persis seperti mereka ini, tapi kita bisa belajar meneladani mereka,” katanya.
Tak disangka, tiga jam setelah mengunggah kalimat itu, datang anggota Polres Kepulauan Sula ke rumahnya. Ia lalu dibawa ke Markas Polres Sula dan diinterogasi. Ia merasa tertekan dengan kondisi tersebut. ”Waktu itu mereka (polisi) tanya, maksud dari posting-an itu apa? Saya bilang tidak ada maksud apa-apa. Mungkin dari polisi merasa tersinggung, ya, sudah saya mohon maaf,” tuturnya.
Waktu itu mereka tanya, maksud dari posting-an itu apa? Saya bilang tidak ada maksud apa-apa.
Setelah diinterogasi, Ismail lalu diperbolehkan pulang ke rumah. Unggahan itu yang juga ditandai pada tiga pengguna akun lain sudah dihapus. Dari tangkapan layar yang diperoleh, setelah 31 menit diunggah, tulisan tersebut mendapat respons dari 15 akun dan dikomentari empat akun. Komentar pengguna akun tidak bisa diakses lagi.
Celakanya, pada Selasa (16/6/2020), ia dipanggil lagi ke Markas Polres Sula. Polisi sudah menyiapkan konferensi pers yang dihadiri sejumlah awak media setempat. Kepadanya diberikan secarik kertas berisi permohonan maaf. Ismail diminta membacanya. ”Jadi, masalahnya sudah selesai,” ujar Ismail. Ia tidak mau memperpanjang lagi masalah tersebut. Ia ingin tenang.
Namun, publik bereaksi menanggapi sikap polisi tersebut. Polisi dinilai berlebihan. Polisi pun mengakui bahwa apa yang dilakukan terhadap Ismail itu sesuatu yang keliru. Seperti diberikan Kompas, Kepala Kepolisian Daerah Maluku Utara Inspektur Jenderal Rikwanto menegur Kepala Polres Kepulauan Sula Ajun Komisaris Besar Muhammad Irvan dan jajarannya.
Pengamat sosial dari Universitas Pattimura, Ambon, Josef Antonius Afi, menilai, guyonan itu semacam hiburan di tengah masyarakat yang tidak perlu ditanggapi secara reaktif oleh polisi. Tekanan dari polisi justru dapat mencoreng citra polisi sendiri. ”Guyonan ini mengingatkan aparat secara reflektif,” ujarnya. Aparat dimaksud tidak hanya polisi, tetapi juga aparatur sipil negara lain, termasuk Ismail.
Menurut Josef, guyonan itu juga bukan berarti bahwa polisi yang jujur bukan hanya Hoegeng. Masih banyak polisi yang bersikap baik dan jujur. Banyak dari mereka yang bekerja melampaui tugas dan tanggung jawab, tetapi jauh dari sorotan publik. Nama Hoegeng melegenda karena sempat menjadi pucuk pimpinan di Polri.
Tahun 2019, Kompas pernah mengangkat kisah Brigadir Kepala Bastian Tuhuteru (31), anggota Polres Pulau Buru, Polda Maluku, yang mengajar di sejumlah kampung di pedalaman Pulau Buru yang tidak memiliki gedung sekolah. Kisah itu tidak banyak yang tahu. Memang jarak antara tempat tinggalnya dan kampung itu sekitar 20 kilometer. Namun, untuk mencapai Walapau perlu perjuangan karena kampung tersebut berada di pegunungan tanpa jalan raya.
Untuk menjangkau ke sana, orang harus berjalan kaki selama berjam-jam melewati jalan setapak dan mesti menyeberangi dua sungai. Tenaga pengajar, terutama yang berasal dari luar daerah, tak berani masuk ke dusun itu. Apalagi beberapa catatan kriminal, seperti pembunuhan berencana secara sadis yang terjadi di wilayah itu, makin menambah kesan seram.
Bastian termasuk polisi pertama yang menembus dusun itu. Apabila musim panas, ia datang ke dusun itu dengan motor trail. Jika musim hujan, ia harus menunggu air sungai surut. Bastian kemudian terpilih menjadi Polisi Teladan Indonesia. Kini, ia sedang mengikuti sekolah perwira sebagai hadiah dari pengabdian itu.
Guyonan Gus Dur berangkat dari fakta yang berangkali ia temui. Memang banyak polisi yang tidak jujur, pelaku kriminal, dan juga kerap mengkriminalisasi rakyat. Namun, di luar itu, banyak polisi yang baik dan jujur. Jangan berkecil hati karena polisi jujur bukan hanya Jenderal Hoegeng.