Sehari Dinyatakan Zona Kuning, 8 Kasus Baru Positif Covid-19 di DIY
Status zona kuning tidak menjamin Daerah Istimewa Yogyakarta bebas dari penularan Covid-19. Pada Sabtu (20/6/2020), jumlah kasus Covid-19 di DIY bahkan bertambah signifikan dengan adanya delapan kasus baru.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sehari setelah dinyatakan sebagai zona kuning atau wilayah risiko rendah penularan penyakit Covid-19, Daerah Istimewa Yogyakarta mendapat tambahan delapan kasus positif Covid-19. Penambahan kasus baru yang cukup signifikan ini menunjukkan DIY belum bebas dari risiko penularan Covid-19 meski sudah dinyatakan sebagai zona kuning.
”Pada hari ini, 20 Juni 2020, laporan hasil pemeriksaan laboratorium terkonfirmasi positif Covid-19 di DIY ada delapan kasus,” kata Juru Bicara Pemerintah Daerah (Pemda) DIY Berty Murtiningsih, Sabtu (20/6/2020), di Yogyakarta.
Berty menjelaskan, dari delapan pasien positif yang baru itu, lima orang memiliki riwayat perjalanan dari luar kota. Salah satu pasien baru itu laki-laki berusia 32 tahun asal Kabupaten Sleman. Pria yang tercatat sebagai Kasus 281 itu punya riwayat perjalanan ke Palembang, Sumatera Selatan.
Pasien lain yang tercatat sebagai Kasus 282 adalah laki-laki berusia 53 tahun asal Kota Yogyakarta yang pernah bepergian ke Solo, Jawa Tengah. Ada juga laki-laki berusia 40 tahun asal Sleman yang tercatat sebagai Kasus 283 dan pernah bepergian ke Palembang. Pasien Kasus 283 ini juga pernah menerima tamu dari Semarang, Jawa Tengah.
Sementara itu, pasien Kasus 284 adalah laki-laki berusia 37 tahun asal Sleman yang memiliki riwayat perjalanan ke Salatiga, Jateng. Selain itu, ada juga pasien Kasus 287, laki-laki berusia 26 tahun asal Kulon Progo yang pernah bepergian ke wilayah Kutai, Kalimantan Timur.
Selain lima pasien yang pernah bepergian ke luar kota itu, ada dua pasien baru asal Kulon Progo yang dinyatakan positif Covid-19 karena pernah melakukan kontak dengan pasien positif asal Kabupaten Purworejo, Jateng. Dua pasien baru itu laki-laki berusia 18 tahun yang tercatat sebagai Kasus 285 dan laki-laki berusia 50 tahun yang diregistrasi sebagai Kasus 286.
Di sisi lain, ada juga pasien Kasus 280, perempuan berusia 51 tahun asal Sleman. Akan tetapi, menurut Berty, riwayat kontak pasien Kasus 280 itu masih dalam penelusuran.
Dengan adanya tambahan delapan pasien baru itu, total pasien positif Covid-19 di DIY sebanyak 285 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 231 orang sembuh dan 8 lainnya meninggal. Oleh karena itu, total pasien positif yang masih dirawat sebanyak 46 orang.
Apabila melihat kondisi DIY selama beberapa hari terakhir, penambahan delapan kasus baru pada Sabtu ini bisa dibilang cukup signifikan. Hal ini karena jumlah kasus baru positif Covid-19 di DIY beberapa hari terakhir relatif sedikit.
Pada Jumat (19/6/2020), hanya ada satu kasus positif baru di DIY dan pada Kamis (18/6/2020) tidak ada kasus baru. Sementara itu, Rabu (17/6/2020) ada tiga kasus baru, Selasa (16/6/2020) ada satu kasus baru, dan Senin (15/6/2020) ada tiga kasus baru. Total kasus baru di DIY pada 15-19 Juni sebanyak delapan orang atau sama dengan jumlah kasus baru pada Sabtu ini.
Zona kuning
Penambahan delapan kasus baru ini juga terjadi sehari setelah DIY dinyatakan sebagai zona kuning atau wilayah dengan risiko rendah penularan Covid-19. Penetapan zona kuning itu dilakukan berdasarkan kajian yang dilakukan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY.
”Secara umum, kalau melihat situasi, DIY masuk dalam zona kuning pada level provinsi. Tapi, itu kan tidak bisa dipukul rata di semua tempat,” kata anggota Tim Perencanaan, Data, dan Analisis Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DIY, Riris Andono Ahmad, Jumat kemarin, di Yogyakarta.
Penetapan DIY sebagai zona kuning itu dilakukan berdasarkan 14 indikator yang ditetapkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat pusat. Sebanyak 14 indikator itu berkaitan dengan aspek epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan.
Contoh indikator itu adalah penurunan jumlah pasien positif, pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang dalam pemantauan (ODP) selama dua minggu terakhir. Selain itu juga penurunan jumlah pasien positif, PDP, ODP yang meninggal selama dua minggu terakhir, serta penurunan jumlah pasien positif, PDP, dan ODP yang dirawat di rumah sakit selama dua minggu terakhir.
Berdasarkan 14 indikator itu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 membagi wilayah Indonesia ke dalam empat zona, yakni zona hijau atau tidak terdampak, zona kuning atau risiko rendah, zona oranye atau risiko sedang, dan zona merah atau risiko tinggi. Namun, sebagian indikator untuk penetapan zonasi itu dipertanyakan.
Manajer Program Geospatial Epidemiology Eijkman-Oxford Clinical Research Unit, Jakarta, Iqbal Elyazar mengatakan, salah satu indikator untuk penetapan zonasi itu adalah adanya peningkatan jumlah pemeriksaan spesimen selama dua minggu. Namun, indikator tersebut tidak mencantumkan ukuran peningkatan yang harus dicapai terkait pemeriksaan spesimen.
”Ada satu indikator yang menyebut jumlah pemeriksaan spesimen meningkat. Meningkat itu kan relatif, dari dua ke lima itu juga dianggap meningkat,” kata Iqbal dalam konferensi pers daring yang digelar Lapor Covid-19, Kamis (18/6/2020).
Iqbal mengatakan, WHO telah mengeluarkan rekomendasi bahwa jumlah tes Covid-19 dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) paling sedikit 1 per 1.000 penduduk per minggu. Oleh karena itu, rekomendasi ini seharusnya menjadi acuan untuk menilai apakah jumlah tes PCR di suatu wilayah sudah memadai atau belum.
”WHO sudah mengeluarkan pernyataan bahwa yang dimaksud kegiatan penemuan kasus yang memadai itu apabila jumlah orang yang diperiksa itu adalah satu orang per seribu penduduk per minggu,” ujar Iqbal.
Apabila mengacu pada rekomendasi WHO itu, jumlah orang yang menjalani tes PCR di DIY seharusnya sekitar 3.800 orang per minggu. Hal ini karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik DIY, jumlah penduduk DIY tahun 2019 sekitar 3,8 juta.
Namun, berdasarkan data Pemda DIY, jumlah orang yang menjalani tes PCR di DIY pada periode 12-18 Juni 2020 baru sebanyak 1.181 orang. Hal ini berarti jumlah orang yang menjalani tes PCR di DIY pada periode itu baru sekitar 31 persen atau kira-kira sepertiga dari jumlah yang direkomendasikan WHO.