Kekeringan di Jawa-Nusa Tenggara, Banjir di Sulawesi
Daerah yang berada zona musim telah memasuki kemarau dengan intensitas kekeringan menguat. Namun, wilayah di luar zona musim seperti Sulawesi bagian selatan dan tengah justru dilanda banjir.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi cuaca di Indonesia menunjukkan kontras antarwilayah. Daerah yang berada zona musim telah memasuki kemarau dengan intensitas kekeringan menguat, tetapi wilayah di luar zona musim seperti Sulawesi bagian selatan dan tengah justru dilanda banjir.
”Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan tidak masuk dalam zona musim. Perbedaan musim hujan dan kemarau tidak jelas, bisa sepanjang tahun ada hujan,” kata Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab, di Jakarta, Rabu (15/7/2020).
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir bandang melanda enam kecamatan di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Senin (13/7/2020), telah berdampak terhadap 4.930 keluarga. Banjir dipicu hujan deras yang meluapkan sejumlah sungai di wilayah ini. Pada hari yang sama juga terjadi hujan lebat di Kota Manado, Sulawesi Utara.
Pantauan BMKG menunjukkan, hujan lebat masih berpeluang terjadi di sejumlah wilayah hingga tiga hari ke depan. Pelambatan kecepatan angin yang memanjang di Laut Jawa dan dari Laut Banda bagian utara hingga Teluk Tomini telah meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di sepanjang daerah konvergensi tersebut.
Beberapa daerah yang berpotensi hujan lebat disertai angin kencang pada Kamis (16/7/2020) meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Jambi, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua. Sementara pada Jumat (17/7/2020), hujan lebat berpeluang terjadi di Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan Papua.
Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan tidak masuk dalam zona musim. Perbedaan musim hujan dan kemarau tidak jelas, bisa sepanjang tahun ada hujan.
Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto menjelaskan, hujan secara umum lebih tinggi jatuh di daerah perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah seperti Morowali dan Luwu Utara lima hari terakhir.
”Kalau melihat normal hujannya, sepanjang tahun area ini termasuk iklim basah dengan curah hujan bulanan di atas 150 milimeter,” ujarnya.
Curah hujan paling tinggi terjadi pada periode Maret-April dengan puncak pada Juni lalu. ”Sepertinya wajar jika hari-hari ini terjadi hujan lebat hingga memicu banjir di Luwu Utara,” katanya.
Dari aspek dinamika cuaca, pergerakan angin hari-hari ini dominan timuran atau monsun Australia dengan arah angin dari tenggara di atas wilayah Luwu. ”Sirkulasi ini masuk ke daratan Luwu secara tegak lurus dengan kondisi morfologi Teluk Boni ikut menciptakan sirkulasi lokal khusus yang dapat memicu awan hujan,” ungkapnya.
Ancaman kekeringan
Sekalipun masih ada daerah yang mengalami hujan, menurut Siswanto, sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Berdasarkan hasil pemantauan kejadian hari kering berturut-turut, terdapat potensi kekeringan meteorologis hingga dua dasarian ke depan dengan status waspada hingga awas.
Dari hasil pemantauan itu, wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan meteorologis dengan kategori waspada hingga siaga berpeluang terjadi di sebagian wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, hingga Maluku. Sementara wilayah yang berpotensi mengalami kekeringan meteorologis paling ekstrem dengan kategori awas adalah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Dengan kondisi ini, Siswanto memperingatkan pemerintah daerah agar mengantisipasi dampak kekeringan ini terhadap sektor pertanian dan ancaman meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan serta berkurangnya sumber air untuk kebutuhan rumah tangga.