DIY Perketat Protokol Kesehatan di Perkantoran
Pemerintah Daerah DI Yogyakarta meminta protokol kesehatan diterapkan secara ketat di perkantoran. Hal ini karena perkantoran rentan menjadi tempat munculnya kluster baru penularan Covid-19.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah DI Yogyakarta meminta penerapan protokol kesehatan di perkantoran diperketat. Jika melihat kondisi yang terjadi di Jakarta, perkantoran sangat rentan menjadi tempat munculnya kluster baru penularan Covid-19.
”Harus diantisipasi. Penerapan protokol kesehatan di kantor tidak boleh lengah, mulai dari pegawai masuk sampai dengan pulang,” kata Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji, Selasa (28/7/2020), di Yogyakarta.
Seperti diberitakan sebelumnya, perkantoran di Jakarta telah menjadi sumber munculnya kluster baru penularan Covid-19. Bahkan, perkantoran menjadi sumber kluster baru terbesar selain permukiman dan pasar tradisional. Sebelum 4 Juni 2020, hanya ada 43 kasus positif Covid-19 yang terkait kluster perkantoran di Jakarta. Namun, saat ini, ada 440 kasus positif dari kluster perkantoran.
Mayoritas kluster perkantoran itu berasal dari kantor kementerian, misalnya Kementerian Keuangan sebanyak 25 kasus, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 22 kasus, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 15 kasus, Kementerian Kesehatan 10 kasus, Kementerian Pemuda dan Olahraga 10 kasus, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 9 kasus, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes 8 kasus.
Baca juga: Perkantoran Menjadi Sumber Kluster Baru
Kadarmanta menjelaskan, munculnya banyak kluster baru di perkantoran di Jakarta itu harus menjadi peringatan semua pihak. Apalagi, dia mengakui, protokol kesehatan di perkantoran terkadang tidak diterapkan secara ketat. Selain itu, terkadang jumlah tempat cuci tangan yang disediakan juga tidak memadai.
”Saya kira ini peringatan karena kadang-kadang kita lengah sehingga di kantor tidak kita atur sedemikian rupa, misalnya jaga jaraknya tidak memadai dan tempat cuci tangannya tidak ada. Beberapa kantor kemarin sudah kita ingatkan,” ujar Kadarmanta.
Protokol kesehatan itu antara lain mencakup kewajiban memakai masker, penyediaan tempat cuci tangan, serta pengaturan ruangan agar aturan jaga jarak bisa diterapkan.
Kadarmanta menyatakan, para pengelola perkantoran di DIY, baik milik pemerintah maupun swasta, harus mengatur protokol kesehatan secara sangat ketat. Protokol kesehatan itu antara lain mencakup kewajiban memakai masker, penyediaan tempat cuci tangan, serta pengaturan ruangan agar aturan jaga jarak bisa diterapkan.
Kadarmanta menambahkan, di kantor-kantor pemerintahan, Pemda DIY juga telah meniadakan beberapa aturan yang dianggap memperbesar kemungkinan penularan Covid-19. Salah satu yang dihapus adalah kewajiban melakukan presensi dengan sidik jari. Sistem presensi diganti melalui aplikasi di telepon seluler.
Baca juga: Kerumunan Sumbang Tambahan Kasus Positif Covid-19
”Presensi dengan sidik jari tidak dipakai lagi karena bisa menjadi perantara penularan Covid-19. Kami ganti dengan presensi menggunakan handphone masing-masing,” tutur Kadarmanta.
Selain itu, Pemda DIY juga telah meminta setiap organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mengawasi para pegawainya. Jika ada yang menunjukkan gejala mengarah ke Covid-19, pegawai tersebut tidak diperkenankan masuk ke kantor.
Baca juga: Pemerintah Mesti Wajibkan Pelaku Perjalanan Tes PCR atau Karantina
”Kalau ada tanda-tanda karyawannya itu sakit dan mengarah kepada Covid-19, yang bersangkutan tidak boleh masuk dan didorong melakukan karantina di rumah. Kalau ada keluhan, harus langsung dibawa ke fasilitas kesehatan,” kata Kadarmanta.
Selain itu, Pemda DIY juga memperketat persyaratan pegawai pemerintah yang hendak melakukan perjalanan dinas ke luar kota. Pengetatan syarat itu dilakukan untuk meminimalkan potensi penularan Covid-19 kepada para pegawai pemerintah.
Bahkan, pegawai yang kembali ke DIY setelah melakukan perjalanan dinas dari luar kota juga harus melakukan karantina dan menjalani tes, baik berupa tes cepat (rapid test) maupun tes reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR).
”Kalau aktivitas di luar kotanya itu tidak terlalu penting, tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan. Kalau sangat penting dan harus ke luar kota, kami beri izin untuk perjalanan dinas. Akan tetapi, begitu pulang ke Yogyakarta, dia harus karantina dan harus melakukan tes, baik rapid test maupun PCR,” ungkap Kadarmanta.
Kalau sangat penting dan harus ke luar kota, maka kami beri izin untuk perjalanan dinas, tetapi begitu pulang ke Yogyakarta, dia harus karantina dan harus melakukan tes, baik rapid test maupun PCR.
Risiko tinggi
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama, menyatakan, perkantoran memang termasuk tempat dengan risiko tinggi penularan Covid-19. Sebab, saat bekerja di tempat perkantoran, para pegawai atau karyawan sering kali kesulitan menjaga jarak karena ruangan yang sempit.
Kebanyakan perkantoran juga merupakan ruangan tertutup sehingga sirkulasi udara kurang lancar. Selain itu, banyak warga yang belum tertib memakai masker ketika bekerja di perkantoran.
Baca juga: Pariwisata DIY Dibuka Terbatas, Syarat Ketat bagi Pengunjung dari Zona Merah
”Perkantoran itu bisa dibilang risikonya tinggi untuk terjadi penularan. Di perkantoran itu, kan, biasanya ada banyak orang di ruang tertutup, susah jaga jarak, dan banyak masyarakat yang tidak tertib memakai masker,” ujar Bayu.
Bayu menyatakan, untuk mencegah penularan Covid-19 di perkantoran, perlu ada pengawasan yang ketat untuk memastikan penerapan protokol kesehatan. Salah satu yang harus diawasi adalah pemakaian masker secara terus-menerus oleh para pegawai yang bekerja di dalam kantor. Selain itu, sistem sirkulasi udara di ruang perkantoran juga harus dipastikan berfungsi dengan baik sehingga udara dari dalam ruangan bisa mengalir ke luar.
Apabila ruangan kantor terlalu sempit sehingga tak memungkinkan karyawan menjaga jarak secara memadai, pimpinan kantor bisa memberlakukan sistem kerja secara giliran atau shift. Sistem ini penting untuk mengurangi jumlah orang yang ada di satu ruangan secara bersamaan sehingga aturan jaga jarak bisa diterapkan dengan baik.
Bayu menambahkan, ruangan makan atau kantin di perkantoran sebaiknya juga ditutup sementara agar para karyawan tidak makan bersama secara berdekatan. Sebab, saat makan bersama, para karyawan harus melepas masker dan mereka biasanya juga berbicara satu sama lain.
Padahal, saat berbicara tanpa memakai masker, seseorang sangat mungkin mengeluarkan droplet atau percikan kecil yang keluar dari mulut atau hidung. Kondisi itu membuat risiko penularan Covid-19 meningkat karena penularan Covid-19 bisa terjadi melalui droplet.
Baca juga: Perkantoran Rentan Penularan Covid-19
”Tempat makan bersama di kantor lebih baik ditutup sehingga semua karyawan makan di meja masing-masing. Orang Indonesia itu kalau diminta tidak ngobrol saat makan bareng, kan, susah,” tutur Bayu.
Bayu berpendapat, selama masa pandemi Covid-19 ini, setiap kantor seharusnya juga dinilai serta dievaluasi oleh pemerintah daerah serta pakar kesehatan untuk melihat seberapa besar risiko penularan Covid-19 di tempat tersebut. Penilaian dan evaluasi itu penting untuk menentukan apakah suatu kantor layak beroperasi atau tidak di tengah pandemi Covid-19.