Penularan Covid-19 pada Taruna Akpol asal DIY Dilacak
Lima taruna Akpol asal DIY dinyatakan positif Covid-19 saat sedang cuti ke daerah asal. Adapun 804 taruna Akpol tingkat II, III, dan IV cuti per 18 Juli 2020. Saat cuti, mereka dibekali surat negatif Covid-19.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA/HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sebanyak lima taruna Akademi Kepolisian asal Daerah Istimewa Yogyakarta dinyatakan positif Covid-19. Pelacakan dilakukan guna mengetahui alur penularan sehingga potensi penyebaran virus korona baru itu dapat dibendung.
Wakil Gubernur Akpol Brigadir Jenderal (Pol) Agus Salim saat dihubungi di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (31/7/2020), membenarkan lima taruna asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dinyatakan positif Covid-19 saat sedang cuti ke daerah asal. Adapun total 804 taruna Akpol tingkat II, III, dan IV mengambil cuti per 18 Juli 2020.
Dengan ditemukannya kasus itu, Akpol menerjunkan tim ke DIY untuk pelacakan. ”Pelacakan dilakukan untuk mencari, misalnya kegiatan mereka ke mana saja sewaktu libur. Sebab, taruna libur itu biasanya main ke temannya atau sebaliknya. Ini yang mau kami selidiki,” kata Agus.
Selain itu, pihaknya juga telah menghubungi kepala bidang kedokteran dan kesehatan masing-masing kepolisian daerah untuk memantau para taruna Akpol. Hingga Jumat sore, menurut Agus, belum ada laporan dari daerah lain selain DIY.
Agus mengatakan, selama cuti, para taruna sebenarnya dilarang berkumpul-kumpul. Mereka justru diwajibkan berjemur setiap hari, makan makanan higienis, dan berolahraga. Bahkan, para taruna juga telah dibekali vitamin C dosis tinggi.
Sebelumnya, pada Kamis (30/7/2020), lima taruna Akpol asal DIY dinyatakan positif Covid-19 saat berada di daerah asal. Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 DIY Berty Murtiningsih mengatakan, tiga taruna berasal dari Kabupaten Bantul, sedangkan dua lainnya dari Kabupaten Sleman.
Dua orang yang berasal Sleman itu adalah laki-laki usia 18 tahun yang tercatat sebagai Kasus 594 di DIY serta laki-laki usia 19 tahun yang tercatat sebagai Kasus 595. Adapun taruna yang berasal dari Bantul adalah laki-laki usia 22 tahun yang tercatat sebagai Kasus 596, laki-laki 22 tahun tercatat sebagai Kasus 597, serta laki-laki usia 21 tahun tercatat sebagai Kasus 598.
Berty menambahkan, para taruna Akpol yang positif Covid-19 itu tidak menunjukkan gejala apa pun. Meskipun begitu, mereka tetap harus menjalani karantina di salah satu rumah sakit di DIY agar tidak menularkan penyakit Covid-19 kepada orang lain.
Agus menjelaskan, saat keluar dari lingkungan Akpol di Kota Semarang untuk cuti, para taruna sehat sehingga diyakini penularan tak terjadi di dalam lingkungan sekolah kedinasan berasrama tersebut. ”Mereka dibekali surat hasil tes swab (usap) yang menyatakan negatif Covid-19. Sebelumnya, mereka tes swab pada 9 dan 10 Juli 2020,” ujarnya.
Menurut Agus, sebelum cuti, para taruna diwajibkan menjalani tes usap sesuai instruksi kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Tes usap dilakukan di Akpol, sedangkan spesimennya diuji di RS Bhayangkara R Said Sukanto, Jakarta. Adapun hasil negatif keluar antara lain pada 13-14 Juli 2020 atau sebelum cuti.
Sebelum cuti, para taruna diwajibkan menjalani tes usap sesuai instruksi kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri.
Adapun para taruna Akpol menjalani cuti hingga Minggu (2/8/2020). ”Saat kembali ke Akpol pun mereka harus membawa surat bebas Covid-19. Maka, mereka wajib swab di RS Bhayangkara masing-masing Polda. Ternyata, taruna (di DIY) ada yang positif,” ujarnya.
Terkait protokol kesehatan di lingkungan Akpol, menurut Agus, telah dilaksanakan seoptimal mungkin. Diakuinya, ada sejumlah dosen dari luar Akpol, terutama dari sipil. Namun, penapisan selalu dilakukan pada setiap orang yang masuk kompleks Akpol.
Penyemprotan cairan disinfektan pun rutin dilakukan, antara lain, pada jalan dan gedung di dalam lingkungan Akpol. Penerapan protokol kesehatan dan jaga jarak secara ketat, seperti ketika para taruna makan ataupun saat berbaris, juga diterapkan.
Sebelum cuti, para taruna sama sekali tak diperbolehkan pulang atau ke luar, kecuali jika orangtua meninggal. ”Kami kasihan juga. Maka, pada Juni lalu, kami bawa mereka pakai bus untuk sekadar mengitari Semarang, tetapi tak turun dari bus agar ada suasana berbeda,” ujarnya.