Denda Rp 100.000 untuk Warga Tak Bermasker Segera Diterapkan di Bantul
Sanksi untuk warga yang melanggar protokol kesehatan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, segera diterapkan. Warga yang tak mengenakan masker di tempat umum terancam didenda Rp 100.000.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Pemberian sanksi bagi warga yang melanggar protokol kesehatan di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, bakal segera diterapkan. Salah satu sanksi yang bakal dikenakan terhadap warga yang tak memakai masker adalah denda Rp 100.000. Aturan tersebut bakal dimulai bulan ini.
”Kalau memang semuanya sudah siap, kami segera laksanakan patroli gabungan. Mudah-mudahan secepatnya bisa direalisasikan pada bulan ini,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bantul Yulius Suharta, saat dihubungi, Rabu (12/8/2020).
Pemberian sanksi untuk warga yang melanggar protokol kesehatan di Bantul diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) Bantul Nomor 79 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19. Perbup yang terbit pada 20 Juli 2020 itu, antara lain, mewajibkan setiap warga yang melakukan kegiatan di luar rumah untuk memakai masker.
Mereka yang melanggar kewajiban memakai masker itu bisa dikenai sanksi berupa teguran, larangan memasuki lokasi kegiatan masyarakat, pembinaan bersifat edukatif, tidak diberikan layanan publik paling lama 14 hari, atau denda administratif Rp 100.000.
Sanksi juga bisa dikenakan kepada penanggung jawab sebuah kegiatan yang tidak memenuhi protokol kesehatan. Sanksi untuk penanggung jawab kegiatan itu bisa berupa teguran tertulis, penutupan atau pembubaran paksa kegiatan, dan pencabutan izin.
Yulius menjelaskan, sebelum Perbup No 79/2020 terbit, petugas satpol PP sebenarnya sudah sering melakukan patroli untuk mengawasi kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Jika ada warga yang tak tertib menjalankan protokol kesehatan, misalnya tidak memakai masker, petugas biasanya menegur secara lisan.
Terkadang petugas juga menerapkan sanksi lain, misalnya meminta warga pelanggar protokol kesehatan untuk push up atau membersihkan lingkungan sekitarnya.
Namun, terkadang petugas juga menerapkan sanksi lain, misalnya meminta warga pelanggar protokol kesehatan untuk push up atau membersihkan lingkungan sekitarnya. ”Kalau teguran lisan sudah dilaksanakan. Ada juga teguran yang arahnya bersifat edukatif, misalnya push up, mengucapkan Pancasila, atau menyapu lingkungan sekitar,” ujar Yulius.
Yulius menambahkan, setelah Perbup No 79/2020 terbit, Satpol PP Bantul langsung berkoordinasi dengan berbagai pihak, misalnya Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Dinas Perhubungan Bantul, untuk menyiapkan pelaksanan aturan di lapangan. Berdasarkan hasil koordinasi itu, Satpol PP Bantul lalu menyiapkan mekanisme pemberian teguran tertulis bagi warga yang melanggar protokol kesehatan.
Menurut Yulius, warga yang melanggar protokol kesehatan selanjutnya bakal diberikan surat teguran tertulis. Dalam surat itu terdapat keterangan jenis pelanggaran beserta identitas warga yang melakukan pelanggaran. Surat tersebut akan dibuat rangkap dua. Satu salinan surat diberikan kepada warga yang melanggar dan satu salinan lain disimpan sebagai data oleh petugas.
”Kami sudah melaksanakan simulasi pemberian teguran tertulis. Nanti di blangko (surat) ada jenis pelanggaran, misalnya tidak memakai masker, berkerumun, dan sebagainya,” tutur Yulius.
Yulius memaparkan, apabila warga melakukan pelanggaran lebih dari satu kali, mereka tidak akan mendapat teguran tertulis lagi. Namun, mereka bisa langsung dikenai denda Rp 100.000. ”Kalau yang bersangkutan kena (melanggar) dua kali, tidak menutup kemungkinan nanti sanksinya denda yang sebesar Rp 100.000 itu,” katanya.
Agar penerapan protokol kesehatan bisa dipantau dengan efektif, Yulius menyebut, Satpol PP Bantul akan melakukan patroli gabungan bersama instansi terkait, misalnya Polri dan TNI. Dalam patroli tersebut, petugas akan berkeliling ke sejumlah wilayah di Bantul untuk mengawasi ketaatan warga menerapkan protokol kesehatan.
”Jadi, nanti kami patroli dan berhenti di satu tempat, lalu kami lakukan pengecekan. Kalau ada pengendara, baik naik sepeda, motor, maupun mobil, kami hentikan dan dicek sudah menerapkan protokol kesehatan atau belum,” ucap Yulius.
Persuasif
Secara terpisah, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menyampaikan, sampai saat ini pihaknya mengedepankan langkah persuasif untuk mendorong masyarakat taat protokol kesehatan. Namun, tidak menutup kemungkinan sanksi bisa juga diberikan jika terdapat warga yang sulit diberikan peringatan oleh petugas.
Di Kota Yogyakarta, pemberian sanksi itu tertuang dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 pada Masa Tatanan Normal Baru di Kota Yogyakarta. Aturan itu menyatakan, warga yang tak memakai masker di tempat umum bisa dikenai sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, kerja sosial membersihkan fasilitas umum, atau denda Rp 100.000.
”Kalau menemukan sesuatu yang agak susah dikendalikan, agak susah diingatkan, pasti kami berikan sanksi. Saat ini, dengan persuasi (masyarakat) masih bisa diajak (menerapkan protokol kesehatan),” kata Heroe.
Heroe mengatakan, penerapan protokol kesehatan sebenarnya sudah semakin mudah. Hal ini karena masker tidak lagi langka di pasaran, seperti pada masa-masa awal pandemi Covid-19. Harga masker yang berkisar Rp 3.000-Rp 10.000 per buah juga dinilai cukup terjangkau.
”Artinya, tidak ada lagi alasan untuk tidak menggunakan masker. Baik alasan harga masker mahal maupun kesulitan mendapatkan masker. Kami juga beberapa kali membagikan masker gratis kepada masyarakat,” kata Heroe.
Namun, Heroe mengungkapkan, protokol kesehatan yang kadang masih sulit diterapkan adalah menjaga jarak. Hal ini terlihat dari munculnya kerumunan warga di beberapa lokasi, misalnya di kawasan Malioboro, Yogyakarta, pada akhir pekan lalu. Padahal, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah membuat petunjuk untuk mengatur jarak satu sama lain.
”Ini masih jadi pekerjaan rumah kami. Mau tidak mau, ketika Malioboro sudah semakin banyak yang datang, tugas kami adalah agar warga saling jaga jarak. Kami sudah membuat aturan dan petunjuk. Di mana harus berdiri, jaraknya berapa, itu sudah ada semua,” kata Heroe.
Oleh karena itu, Heroe telah meminta Satpol PP Kota Yogyakarta untuk menambah petugas yang mengawasi tempat-tempat keramaian. Dengan petugas yang lebih banyak, diharapkan pengawasan bisa lebih efektif dilakukan sehingga penerapan protokol kesehatan juga lebih baik.