Sikap Sebagian Anggota DPRD Maluku Jadi Preseden Buruk
Sebagian anggota DPRD Maluku seharusnya menjalani tes Covid-19 setelah salah satu anggota DPRD terkonfirmasi positif. Namun, mereka tidak melakukan itu. Ini menjadi preseden buruk bagi publik.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Hingga Rabu (12/8/2020), sejumlah anggota DPRD Maluku yang terlibat kontak dengan rekan mereka yang terkonfirmasi positif Covid-19 belum juga menjalani pemeriksaan Covid-19. Sikap ini dianggap sebagai preseden buruk karena dapat mengacaukan proses penanganan Covid-19 yang kini menjadi perhatian besar negara.
Sekretaris DPRD Provinsi Maluku Bodewin Watimena, di Ambon, Rabu siang, menuturkan, proses pemeriksaan Covid-19 di Kantor DPRD Maluku hanya diikuti empat pegawai. Hasilnya, dua orang terkonfirmasi positif. ”Sampai saat ini, hanya empat orang itu saja,” ujarnya.
Pemeriksaan itu diawali dari temuan kasus positif Covid-19 terhadap dua orang yang berkantor di DPRD Maluku, yakni satu anggota DPRD dan satu lagi pegawai. Dua orang itu bersama rombongan baru saja pulang studi banding di Jakarta. Sekitar 20 orang dalam rombongan itu termasuk 15 anggota DPRD.
Setelah kasus itu terungkap, tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku melakukan penelusuran kontak. Namun, dari hasil penelusuran itu, hanya pegawai DPRD yang mengikuti tes Covid-19, sementara anggota DPRD tidak. Tes dimaksud dilakukan pada Kamis pekan lalu. Hal ini lalu menimbulkan reaksi publik.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku mendesak Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku agar menerapkan proses penanganan kasus Covid-19 tanpa pandang bulu. Hal itu termasuk meminta anggota DPRD Provinsi Maluku untuk menjalani pemeriksaan Covid-19. Perlakuan diskriminatif akan membuat kepercayaan publik terhadap gugus tugas semakin tergerus.
”Covid-19 ini tidak mengenal siapa orang yang terpapar, mau masyarakat biasa, pejabat publik, dan tokoh agama, semuanya tidak bisa menghindar. Ini bukan aib. Jadi, kalau ada orang yang diduga kontak dengan pasien, mereka harus diperiksa. Jangan ada diskriminasi atau keistimewaan terhadap elite,” kata Ketua Komnas HAM Maluku Benediktus Sarkol, Selasa (11/8/2020).
Pengamat sosial politik dari Universitas Pattimura, Ambon, Joseph A Ufi, mengatakan, kunci utama pemeriksaan Covid-19 ada di tangan anggota DPRD Provinsi Maluku. Bagi mereka yang merasa terlibat kontak erat dengan pasien terkonfirmasi positif sebaiknya dengan kesadaran sendiri datang ke gugus tugas untuk menjalani pemeriksaan.
Ketidakpatuhan anggota DPRD dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap upaya negara dalam penanganan Covid-19. Hal tersebut dianggap sebagai preseden buruk. ”Melihat sikap wakil rakyat semacam itu, masyarakat bisa ikut melakukan pembangkangan dan perlawanan terhadap pemerintah. Ujung-ujungnya, proses penanganan Covid-19 semakin ruwet, bahkan menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat,” katanya.
Menurut Joseph, gugus tugas sepertinya tidak berani meminta, apalagi memaksa anggota DPRD untuk ikut tes. Gugus tugas yang di dalamnya terdapat unsur organisasi perangkat daerah akan cenderung kompromistis jika berhadapan dengan DPRD. DPRD punya banyak kuasa untuk menekan balik. Kini, pihak yang bisa menekan anggota DPRD hanyalah para ketua partai politik.
Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku Kasrul Selang, yang dikonfirmasi terkait masalah tersebut, juga belum dapat berkomentar banyak. ”Kok, bisa begitu? Nanti kami cek,” ujar Kasrul yang juga Sekretaris Daerah Provinsi Maluku itu.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, dalam keterangan pers tertulis pada Rabu malam, melaporkan, jumlah kasus Covid-19 di Maluku bertambah 20 menjadi 1.367. Semua pasien baru itu berasal dari Kota Ambon yang merupakan zona merah. Adapun jumlah pasien sembuh di Maluku 885 orang dan meninggal 25 orang.