Masuk Zona Oranye, Banyuwangi Bersikukuh Buka Pariwisata
Kendati masuk dalam zona oranye, Kabupaten Banyuwangi masih membuka pintu pariwisata. Padahal, sepekan terakhir, jumlah pasien Covid-19 melonjak 89 kasus atau setara dengan penambahan pasien dalam lima bulan awal.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Kendati masuk kawasan berisiko tinggi atau zona oranye, Kabupaten Banyuwangi tetap membuka pintu pariwisata. Padahal, sepekan terakhir, jumlah penderita Covid-19 melonjak 89 kasus atau setara penambahan pasien selama lima bulan sejak pertengahan Maret hingga pertengahan Agustus.
Pembukaan pariwisata ini tidak sesuai dengan anjuran Ketua Gugus Tugas Doni Monardo ketika berkunjung ke Banyuwangi akhir Juni. Kala itu disebutkan, daerah yang diizinkan membuka pariwisata adalah daerah dengan zona kuning (risiko rendah) dan zona hijau (tidak ada kasus/tidak terdampak).
Dihubungi Kompas, Senin (24/8/2020), Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda menyebutkan, belum ada rencana menutup tempat wisata. Hal itu dilakukan karena sampai saat ini belum ada kasus penularan di tempat wisata.
”Kami tidak akan menutup tempat wisata. Para pengelola tempat wisata sudah siap dengan protokol kesehatan. Hasil laporan para wisatawan juga memberikan bintang tanda kepuasan, itu artinya protokol kesehatan berjalan dengan baik. Kalau ada protokol kesehatan yang tidak dijalankan, para tamu pasti akan melaporkannya melalui aplikasi (Banyuwangi Tourism),” ujar Bramuda.
Aplikasi Banyuwangi Tourism ialah aplikasi yang dikembangkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi untuk memberikan informasi pariwisata, pemesan tiket destinasi wisata, dan informasi terkait penularan Covid-19 di Banyuwangi. Melalui aplikasi tersebut, wisatawan juga bisa memberikan laporan terkait penerapan protokol kesehatan di destinasi wisata.
Bramuda menambahkan, penutupan destinasi wisata tidak didasarkan pada zonasi kabupaten, tetapi tingkat risiko penularan di desa yang menjadi lokasi destinasi wisata.
”Walaupun Banyuwangi zona oranye, bukan berarti semua tempat di Banyuwangi masuk zona risiko tinggi. Kalau destinasi wisata tersebut masuk di desa yang penularannya rendah, pariwisata di sana tetap bisa buka,” ujarnya.
Penutupan destinasi wisata bukan didasarkan pada zonasi kabupaten, melainkan tingkat risiko penularan di desa yang menjadi lokasi destinasi wisata.
Hal senada disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Banyuwangi dr Widji Lestariono. Menurut dia, distribusi kasus Covid-19 terpusat hanya di satu kecamatan sehingga pariwisata Banyuwangi yang berada di kecamatan lain masih bisa dibuka.
Hingga Senin sore, konfirmasi kasus positif di Banyuwangi sebanyak 187 kasus. Dari 25 kecamatan di Banyuwangi, hanya 3 kecamatan yang tidak ada kasus positif, yaitu Songgon, Licin, dan Pesanggaran. Adapun 22 kecamatan lain ditemukan kasus positif dengan jumlah beragam.
Sebagian besar kecamatan ditemukan paling banyak 10 kasus. Hanya di Kecamatan Srono jumlahnya mencapai 11 kasus, Kecamatan Genteng 14 kasus, Kecamatan Banyuwangi (kota) 20 kasus, dan Kecamatan Tegalsari 75 kasus.
Ledakan kasus di Kecamatan Tegalsari tak lepas dari munculnya kluster besar di Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung.
Ledakan kasus di Kecamatan Tegalsari tak lepas dari munculnya kluster besar di Pondok Pesantren Darussalam, Blokagung. Sebanyak 77 santri di pondok pesantren tersebut dinyatakan positif dan dicatat di Kecamatan Tegalsari dan beberapa kecamatan lain.
”Distribusi dari kasus positif yang ada di Banyuwangi, ada di satu lokasi. Kami tidak bisa menahan konsep kebiasaan baru. Sudah lima bulan kami menahan warga tetap di rumah. Kalau diteruskan, mereka terhindar dari virus, tetapi bisa kelaparan,” ujar Widji.
Oleh karena itu, dinas kesehatan setempat tidak secara tegas mengeluarkan rekomendasi penutupan pariwisata. Dinas kesehatan hanya mengimbau agar warga tetap mematuhi protokol kesehatan.
Pembukaan pariwisata di daerah zona oranye bertentangan dengan arahan Kepala Gugus Tugas Nasional 19 Doni Monardo. Dalam wawancara di Banyuwangi, Jumat (26/6/2020), Doni menyebut pariwisata alam yang bisa dibuka aksesnya ialah yang berada di daerah zona hijau dan kuning.
”Saat ini kita mengarah pada adaptasi dengan kebiasaan baru yang diawali dengan prakondisi. Kita lihat aspek yang paling kecil risikonya ialah pariwisata alam. Daerah yang sudah diizinkan membuka akses pariwisata alam ialah daerah dengan zona hijau dan kuning,” ujarnya.
Saat itu Menko Polhukam sekaligus kepala Dewan Pengarah Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Nasional Mahfud MD juga mengatakan bahwa pembukaan pariwisata harus dievaluasi terus-menerus. Ia bahkan menganjurkan untuk penutupan lagi bila zona risiko berubah.
”Semua ada aturannya dalam penerapan normal baru. Bila nantinya zona kembali meningkat, misalnya oranye menjadi merah, sektor-sektor yang sudah menerapkan normal baru bisa dikurangi,” ujarnya.