Penahanan Effendi Buhing dan Anggotanya Ditangguhkan
Penahanan ketua dan anggota Komunitas Adat Laman Kinipan dari Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, ditangguhkan. Meskipun demikian, proses penyidikan tetap berjalan dan mereka tetap berstatus tersangka.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Penahanan Ketua dan anggota Komunitas Adat Laman Kinipan dari Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, ditangguhkan. Mereka akan kembali ke Kinipan. Meskipun demikian, proses penyidikan tetap berjalan dan mereka tetap menyandang status tersangka.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kalteng Komisaris Besar Hendra Rochmawan mengungkapkan, penangguhan diberikan kepada Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing dan empat anggotanya dengan catatan harus kooperatif untuk memberikan keterangan ke penyidikan.
”Iya, EB (51) tidak dilakukan penahanan karena berjanji kooperatif, yang bersangkutan bersedia hadir oleh penyidik guna pemeriksaan, demikian empat tersangka lainnya,” kata Hendra di Palangkaraya, Kamis (27/8/2020).
Sebelumnya, Effendi Buhing dan empat anggota komunitas ditangkap dan sempat ditahan di polda dengan dugaan kasus perampasan mesin pemotong dan pengancaman ke petugas PT Sawit Mandiri Lestari (SML) di Kabupaten Lamandau. Peristiwa perampasan itu menurut polisi terjadi pada 22 Juni 2020 lalu.
”Kami tetap profesional dan tidak ada prosedur yang dilanggar, semuanya (tersangka) masih dalam keadaan baik-baik saja. Ini masih pemeriksaan awal,” kata Hendra.
Hendra menjelaskan, pihaknya mendapatkan banyak pengajuan penangguhan penahanan dari banyak pihak. Penjaminnya, menurut Hendra, mulai dari pengacara, Dewan Adat Dayak, hingga tetua adat.
Penjabat Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah AMAN Kalteng Ferdi Kurnianto mengungkapkan, upaya penagguhan itu bukan dari pihak Koalisi Keadilan untuk Kinipan. Ia sendiri juga tidak mengetahui siapa yang memberikan jaminan.
Meskipun demikian, lanjut Ferdi, pihaknya bersama koalisi belum bisa bertemu kelima tersangka. ”Bukan hanya kami, pihak keluarga pun belum bisa bertemu mereka,” ujarnya.
Menurut Ferdi, meski ditangguhkan proses hukum tentunya masih terus berjalan. Pihaknya menginginkan agar para anggota juga Effendi Buhing dibebaskan tanpa syarat.
Dukungan dan desakan untuk membebaskan para tersangka memang datang dari berbagai pihak. Sebuah video yang diunggah di laman Twitter milik Walhi Kalimantan Tengah terkait penangkapan Effendi Buhing menjadi viral dengan 178 unggahan ulang dan 150 likes. Unggahan itu pun diunggah ulang oleh akun @kanopiBengkulu dengan jumlah 850.000 unggahan ulang dan sekitar 8.500 likes.
Dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh Komite Nasional Pembaharuan Agraria (KNPA) pada Kamis sore. Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Rukka Sombolingi mengungkapkan, yang dilakukan masyarakat adat Kinipan itu merupakan reaksi dari mempertahankan tanahnya.
”Mereka sudah ke Jakarta mulai dari KLHK, ke Kementerian ATR/BPN, bahkan sampai di Istana lewat Kantor Staf Presiden, tetapi sampai detik ini tidak ada jalan keluar untuk masyarakat. Ini yang membuat penolakan di masyarakat ekskalasinya meningkat,” kata Rukka.
Kriminalisasi, menurut Rukka, merupakan salah satu bentuk dari perampasan wilayah adat dan perusakkan lingkungan pihak swasta di mana-mana. ”Pak Effendi bukan tidak kooperatif, melainkan beliau ingin didampingi oleh pengacara sesuai haknya,” katanya.
Hal serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati. Menurut dia, perjuangan masyarakat adat untuk mendapatkan pengakuan itu melalui jalan panjang yang sampai saat ini belum direspons baik oleh pemerintah.
”Selama keberadaan adat dan wilayahnya tidak diakui negara, kekerasan dan konflik akan terus terjadi sampai entah kapan,” kata Yaya, sapaan akrabnya.
Yaya mengungkapkan, sebenarnya dengan undang-undang di daerah kabupaten wajib untuk melakukan identifikasi pengakuan wilayah kelola adat dan komunitas adat. Akan tetapi, hal itu diingkari dan tidak dijalankan, justru perusahaan yang didukung dengan membuka hutan.
Selama keberadaan adat dan wilayahnya tidak diakui negara, maka kekerasan dan konflik akan terus terjadi sampai entah kapan
”Konstitusi kita menjelaskan jika keberadaan masyarakat adat itu diakui, tetapi tidak dijalankan pemerintah di daerah, kondisi ini yang dihadapi Kinipan,” kata Yaya.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalteng Rawing Rambang mengungkapkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait penanganan konflik. Namun, karena Staf Presiden sudah turun ke lokasi dan menanganinya, pihaknya menunggu instruksi.
”Itu juga kami serahkan ke kabupaten, tetapi kami koordinasi terus. Kami harap konflik ini cepat selesai kasihan masyarakat,” kata Rawing.
Terkait perizinan, lanjut Rawing, pihaknya akan memeriksa kembali namun sejauh ini belum ada laporan adanya permasalahan. ”Nanti akan saya cek lagi,” ujarnya.
Humas PT SML, Wendy, saat dihubungi melalui pesan singkat mengungkapkan, tidak semua warga Kinipan menolak perusahaannya masuk. Ia juga menyayangkan banyaknya pihak yang menyerang perusahaannya.
”Hanya kelompok Effendi Buhing saja yang menolak. Kalau yang lain, silakan tanya,” kata Wendy singkat.