Operasi Yustisi di Sulteng Dilakukan dengan Simpatik
Operasi yustisi untuk pendisiplinan warga dalam rangka mencegah peningkatan kasus Covid-19 di Sulawesi Tengah dilakukan secara simpatik dan humanis agar diterima warga dengan baik.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Upaya pendisiplinan warga untuk mencegah penularan Covid-19 di Sulawesi Tengah memasuki babak baru dengan operasi yustisi. Operasi dilaksanakan secara simpatik agar diterima baik oleh warga.
Pada Kamis (24/9/2020), Kepolisian Daerah Sulteng bersama Komando Resor Militer 132/Tadulako dan para pemangku kepentingan lainnya menggelar apel persiapan operasi yustisi. Apel diadakan untuk penerapan operasi itu secara resmi pada 1 Oktober di seluruh wilayah Sulteng.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sulteng Brigadir Jenderal (Pol) Herry Santoso yang memimpin apel menyatakan, operasi pendisiplinan tersebut harus dilaksanakan secara simpatik dan humanis. ”Hindari tindakan-tindakan kekerasan dan diskriminatif sehingga operasi diterima dengan baik oleh masyarakat,” katanya.
Meskipun dalam regulasi ditetapkan adanya denda untuk pelanggar individu dan pelaku usaha, Herry menyebutkan, operasi diharapkan berfokus pada pemberian sanksi teguran lisan dan tertulis serta sanksi fisik dan sosial (kerja bakti).
Landasan hukum berupa peraturan kepala daerah juga tidak terlalu kuat dan mengikat untuk penegakan hukum tegas. Landasan hukum yang kuat mestinya peraturan daerah yang merupakan produk bersama pemerintah daerah dengan DPRD. Dari ”percobaan” operasi yustisi sejak 14 September, terjaring 4.275 pelanggar. Pelanggaran terbanyak terkait tak memakai masker, yakni sebanyak 3.687 orang.
Dalam telekonferensi antara Gubernur Sulteng Longki Djanggola dan para bupati/wali kota se-Sulteng, Rabu (23/9), disebutkan, semua daerah sudah menerbitkan peraturan pendisiplinan protokol pencegahan Covid-19. Peraturan bupati/wali kota merujuk pada peraturan gubernur.
Peraturan gubernur merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020. Peraturan kepala daerah mencantumkan adanya sanksi denda Rp 25.000-Rp 50.000 untuk pelanggar individu dan hingga Rp 200.000 untuk pelanggar kategori usaha.
Pendisiplinan tersebut didasarkan pada peraturan kepala daerah (gubenur, bupati/wali kota) karena situasi darurat pandemi Covid-19.
Fokus pendisiplinan tersebut terkait tiga hal, yakni memakai masker saat beraktivitas di luar rumah, selalu mencuci tangan dengan kewajiban penyediaan tempat cuci tangan oleh pelaku usaha atau penyelenggara layanan umum, serta menjaga jarak (menghindari kerumunan).
Longki menyebutkan, pendisiplinan tersebut didasarkan pada peraturan kepala daerah (gubenur, bupati/wali kota) karena situasi darurat pandemi Covid-19. Hal itu juga dimungkinkan berdasarkan petunjuk dari Kementerian Dalam Negeri. Namun, peraturan daerah yang pembahasannya dilakukan dengan DPRD, baik di provinsi maupun kabupaten/kota, tetap diusahakan.
Anggota DPRD Sulteng, Hasan Patongai, memastikan rancangan peraturan daerah pendisiplinan tersebut sementara dibahas di DPRD Sulteng. Ia menyatakan, pihaknya berusaha secepatnya mengesahkan peraturan itu sehingga pendisiplinan warga untuk pencegahan Covid-19 lebih kuat dasar hukumnya.
Masih terkait pengendalian Covid-19 di Sulteng, Pemerintah Kota Palu kembali menutup akses masuk ke kota itu pada malam hingga pagi saban hari untuk membatasi mobilitas orang. Langkah itu diharapkan membuat semua pelaku perjalanan terkontrol.
Penutupan dilakukan pada pukul 22.00 Wita hingga pukul 07.00 Wita. Hal itu berlaku di tiga pos masuk, yakni dua pos di Kecamatan Tawaeli dan satu pos di Kecamatan Ulujadi. Pos di Tawaeli untuk mengecek pelaku perjalanan di dalam provinsi dari luar provinsi, seperti Gorontalo, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. Adapun pos di Ulujadi untuk mengontrol pelaku perjalanan dari Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.
”Kami memutuskan memberlakukan lagi kebijakan yang pernah dilakukan dahulu. Tidak bermaksud melarang orang, tetapi ini agar semua pelaku perjalanan bisa dikontrol sehingga memudahkan petugas untuk penelusuran,” kata Wali Kota Palu Hidayat, Rabu (23/9) malam, di Palu.
Penutupan akses pada malam hingga pagi hari pernah diberlakukan pada April hingga Juli 2020. Menunggu disuratkan, aturan tersebut diberlakukan mulai 28 September 2020 bersamaan dengan dimulainya kebijakan pelaku perjalanan lintas provinsi diwajibkan membawa hasil negatif dari tes metode polymerase chain reaction (PCR) berdasarkan putusan Gubernur Sulteng.
Tak hanya penutupan akses, pelaku perjalanan antarkota dalam Provinsi Sulteng diwajibkan membawa hasil nonreaktif dari tes cepat (rapid test). Hidayat menyebutkan, itu berlaku untuk pelaku perjalanan dari kabupaten yang terpapar Covid-19. Saat ini, semua kabupaten di Sulteng memiliki kasus Covid-19.
Sejak Jumat hingga Rabu, kasus Covid-19 di Kota Palu meningkat signifikan menjadi 36 kasus. Dalam rentang enam hari itu, selalu ada kasus baru. Terakhir, pada Rabu, dilaporkan 7 kasus konfirmasi baru. Tambahan kasus harian yang signifikan tersebut tak pernah terjadi sebelumnya sejak ibu kota Provinsi Sulteng itu melaporkan kasus pertama pada akhir Maret 2020. Secara kumulatif, kasus di Palu mencapai 96 dengan 6 kematian. Se-Sulteng, kasus konfirmasi tertinggi ada di Palu.
Secara keseluruhan, ada 344 orang positif Covid-19 di Sulteng. Dari jumlah itu, yang dinyatakan sembuh sebanyak 240 orang (69 persen) dan meninggal 13 orang (3,7 persen). Koordinator Tim Surveilans Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Palu Rahmat Yasin menyatakan, tim surveilans terus mencari kontak erat para pasien terkonfirmasi. Cakupan kontak erat sebanyak mungkin untuk mempersempit penularan kasus.
Pada akhir pekan lalu, misalnya, dari 10 kasus positif, tim menjaring sekitar 134 kontak erat. Mereka menjalani tes cepat. Jika hasilnya reaktif, dilanjutkan dengan pengambilan sampel untuk pemeriksaan metode PCR. Jika dari kontak erat tersebut hasilnya nonreaktif, pengambilan sampel untuk tes PCR tak dilakukan. Namun, mereka disarankan untuk membatasi mobilitas.