Mencari Pemukul Alvin
Setelah mengunggah komentar dan Instastory mengenai polisi dan aksi unjuk rasa RUU Cipta Kerja di Balikpapan, Kaltim, M Alvin Nugraha (18) mengalami serangkaian peristiwa aneh hingga pemukulan oleh orang tak dikenal.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2FDSC3852_1603108513.jpg)
Kepala M Alvin Nugraha (18) mendapat tiga jahitan setelah ia dipukuli oleh orang tak dikenal di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (19/10/2020). Ia menduga, status dan komentarnya tentang polisi di media sosial membuatnya mendapat perlakuan itu.
Minggu (18/10/2020) malam adalah hari yang muram untuk M Alvin Nugraha (18). Ia menduga, status dan komentarnya di media sosial yang membuatnya dipukuli orang tak dikenal hingga kepalanya bocor dan berujung di kantor polisi.
Malam itu, Alvin ditemani seorang kawannya, Ega Nanda F (18), berangkat ke Gedung Parkir Klandasan, Balikpapan, Kalimantan Timur. Alvin ingin bertemu seorang perempuan, kenalannya di media sosial. Kenalannya tersebut meminta Alvin untuk menjemput di sekitar pusat kota itu.
Sekitar pukul 22.00 Wita, ia sampai di depan gedung parkir. Karena terletak di jalan protokol di pusat kota, malam itu kendaraan masih banyak yang lalu lalang. Namun, sesampainya di sana, bukan sosok perempuan yang menghampiri Alvin, melainkan dua pria. Tanpa berkata-kata, leher Alvin langsung dipiting kedua pria tersebut.
Tak lama berselang, tangannya diborgol. Seorang lelaki lain turun dari motor dan kemudian menghampiri Alvin yang sudah tak berdaya. Pria itu ingin memukul ke arah wajah Alvin. Namun, pukulan itu ditepis pria yang sedang mencengkeram Alvin. ”Jangan di sini,” kata Alvin, menirukan perkataan lelaki yang tengah mencengkeramnya.
Ega takut untuk menolong Alvin dan hanya melihat dari kejauhan. Puluhan orang yang melintas di sekitar gedung parkir itu berkerumun melihat Alvin yang dipiting dan diborgol. Ega bercerita, salah seorang ibu-ibu di kerumunan itu bertanya, sedikit berteriak, ”Ada apa? Ada apa?”
”Ini tugas dari atasan,” sahut salah seorang yang mencengkeram Alvin tanpa menyebutkan atasan mana yang dimaksud. Kepada orang yang berkerumun, pria itu juga berujar bahwa Alvin adalah peserta aksi demonstrasi yang berujung ricuh di depan Gedung DPRD Balikpapan, Jumat (9/10/2020). Orang-orang kemudian diam.
Dengan posisi tangan terborgol dan sedikit membungkuk, Alvin kemudian dibawa berjalan kaki oleh dua orang yang menghampirinya sejak awal. Ega sempat mengambil video berdurasi 12 detik saat Alvin dibawa dua orang itu. Adapun pria yang ingin memukul Alvin bergegas pergi membawa sepeda motor.
”Saya kemudian telepon bapak Alvin, mengabarkan kalau Alvin dibawa oleh dua orang tidak dikenal ke arah Kantor Polresta Balikpapan,” kata Ega saat ditemui, Senin (19/10/2020), di Balikpapan.
Saat dibawa, Alvin diam saja karena takut. Ia dibawa berjalan ke arah Kantor Kepolisian Resor Kota Balikpapan, sekitar 500 meter dari gedung parkir. Alvin mengatakan, ia dibawa masuk ke gerbang Kantor Polresta Balikpapan. Sebelum masuk sebuah ruangan, ia dipukuli oleh dua orang yang membawanya.
”Saya dipukul di sekitar kepala dan leher. Sepertinya salah satu yang memukul memakai cincin sehingga kepala saya berdarah,” ujar Alvin lirih sambil memegang leher bagian belakang. Ia bilang, lehernya masih linu. Pipi kirinya juga menyisakan lebam.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2FDSC3853_1603108687.jpg)
Pipi M Alvin Nugraha (18) memar setelah ia dipukuli oleh orang tak dikenal di Balikpapan, Kalimantan Timur, Senin (19/10/2020). Ia menduga, status dan komentarnya tentang polisi di media sosial yang membuatnya mendapat perlakuan itu.
Setelah dipukul bertubi-tubi, Alvin dibawa masuk ke sebuah ruangan. Kepala bagian kanan depannya mengucur darah. Ia disuruh duduk berlutut di lantai. Salah satu di antara orang yang membawa Alvin memotret wajah Alvin. ”Tahu enggak, salahmu apa?” kata seseorang di ruangan itu.
”Tahu. Komentar dan status di Instagram,” jawab Alvin terbata.
Baca juga: Sukarelawan Dipukul, Muhammadiyah Minta Warga Tak Terprovokasi
Alvin menjawab demikian karena ia teringat status dan komentarnya di Instagram saat mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja. Ia salah satu peserta aksi pada Jumat (9/10/2020) di depan Gedung DPRD Balikpapan. Saat itu, unjuk rasa berujung ricuh dan polisi menembakkan gas air mata ke arah demonstran.
Saat peserta unjuk rasa berhamburan, Kapolresta Balikpapan Komisaris Besar Turmudi terbentur benda tumpul yang belum diketahui dari mana datangnya. Kepala Turmudi kemudian diperban. Beberapa akun media sosial pun mengunggah foto Turmudi.
Salah satunya, akun Instagram @balikpapancess. Akun itu menyematkan foto Turmudi yang tengah diperban kepalanya. Dalam unggahan itu disematkan kutipan, ”Bapak Kapolresta Balikpapan juga menjadi korban dalam aksi tadi siang di depan kantor dewan kota Balikpapan”.
Alvin berkomentar di unggahan tersebut. ”Kurang lebih, saya komentar ’selamat ulang tahun, kepalanya bocor’,” kata Alvin.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2FDSC3722_1603183960.jpg)
Anggota Brimob Polda Kaltim menembakkan peluru gas air mata ke arah demonstran saat unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja oleh mahasiswa dan buruh di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (9/10/2020).
Alvin juga mengunggah ulang Instastory berupa video suasana penembakan gas air mata ke daerah sekitar Masjid Agung At-Taqwa, sekitar 300 meter dari Gedung DPRD Balikpapan. Setelah mengunggah video dan komentar itu, Alvin dibanjiri pesan oleh puluhan akun. Akun-akun itu menanyakan alamat dan maksud unggahan Alvin, tetapi ia tidak menggubrisnya.
Beberapa hari kemudian, akun @syafairahz_ dengan foto profil perempuan mengirim pesan kepada Alvin di Instagram. Akun itu mengajak berkenalan dan meminta nomor telepon genggam Alvin. Alvin menurut dan terjadi beberapa kali percakapan hingga akhirnya akun itu mengajak Alvin untuk bertemu pada Minggu (18/10/2020) malam. Kejadian selanjutnya yang membawa Alvin dipukul dan berujung di Kantor Polresta Balikpapan itu.
Baca juga: PII Kecam Sikap Represif Polisi Tangani Aksi
Kompas mengecek akun Instagram yang menghubungi Alvin, tetapi akun itu di-setting dengan mode privat. Adapun nomor Whatssap yang menghubungi Alvin berupa akun bisnis dengan nomor 0882 5849 7185. Kompas mengeceknya dengan aplikasi get contact premium, tetapi hanya terlacak nama akun ”Aa”.
Ferdinand (47), ayah Alvin, langsung menghampiri anaknya ke Kantor Polresta Balikpapan setelah mendengar kabar dari Ega. Ia menuju Polresta Balikpapan karena Ega menyebut Alvin dibawa ke arah kantor polisi. Sesampainya di Polresta Balikpapan, Ferdinand terkejut. Ia melihat kepala anaknya sudah berlumur darah. Pipi kirinya juga lebam.
”Kenapa anak saya? Kenapa sampai begini?” kata Ferdinand kepada polisi yang ada di sekitar Alvin.
Ferdinand bercerita, salah satu anggota polisi mencoba menenangkannya. Polisi itu mengatakan bahwa luka yang diderita Alvin adalah akibat warga yang memukul Alvin. Ferdinand kemudian meminta Alvin untuk menunjuk orang yang membuat luka di kepalanya jika ada di ruangan itu.
”Anak saya tidak mau menjawab. Mungkin dia takut,” kata Ferdinand.
Anggota polisi di ruangan itu kemudian membawa Alvin ke Rumah Sakit Bhayangkara Balikpapan agar Alvin mendapat perawatan. Sekitar pukul 02.00 Wita, Senin (19/10/2020), Alvin selesai mendapat perawatan. Tiga jahitan bersemayam di kepala bagian kanan depannya. Sekitar pukul 02.30 Wita, Ferdinand membuat laporan ke Polresta Balikpapan terkait kekerasan yang dialami anaknya.
”Saya mau kasus ini diusut. Siapa yang bertanggung jawab? Jangan sampai terjadi juga ke orang lain,” kata Ferdinand tenang, menghela napas.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F10%2F411bf80e-88a6-4db6-9aa2-0f4a671c77b3_jpg.jpg)
Aksi unjuk rasa dengan peserta aksi sebagian besar mahasiswa yang semula damai berujung ricuh di depan Gedung DPRD Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis (8/10/2020). Mereka menolak disetujuinya omnibus law oleh DPR.
Kuasa hukum Alvin, Hirson Kharisma, mengatakan, jika Alvin diperlakukan seperti itu oleh anggota polisi, diduga terjadi pelanggaran serius terkait prosedur penangkapan Alvin. Kejadian yang menimpa kliennya itu diduga melanggar Pasal 10 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Saya mau kasus ini diusut. Siapa yang bertanggung jawab? Jangan sampai terjadi juga ke orang lain.
Dalam peraturan itu, dalam melaksanakan tugas, polisi tidak boleh menggunakan kekerasan kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan. ”Karena Alvin sampai dipukuli hingga kepalanya bocor kami harap kepolisian aktif memeriksa kasus ini sampai tuntas demi citra baik kepolisian sendiri,” ujar Hirson.
Baca juga: Kekerasan Saat Unjuk Rasa, Empat Aktor Dinilai Harus Bertanggung Jawab
Ditemui terpisah, Kepala Polresta Balikpapan Komisaris Besar Turmudi mengatakan, ia sudah mengetahui ada laporan yang masuk mengenai seorang anak yang dibawa ke Polresta Balikpapan dalam keadaan luka. Namun, polisi belum menghimpun keterangan dari yang bersangkutan karena orangtuanya langsung membawa berobat.
Dalam video yang diterima Kompas, terlihat kedua tangan Alvin diborgol saat dibawa oleh dua orang berpakaian hitam. Ketika disinggung bagaimana jika kasus pemukulan itu dilakukan anggota polisi, Turmudi masih akan mengonfirmasi masalah tersebut dari pelapor untuk mendapatkan informasi pasti.
”Semua ada mekanismenya, ada jalurnya. Bisa melalui Divisi Propam Polri kalau itu anggota Polri. Kalau, misalnya, terjadi seperti itu, pasti akan kami lakukan tindakan tegas. Tetapi, sekarang kami belum bisa memastikan,” ujar Turmudi ketika ditemui di Polresta Balikpapan, Selasa (20/10/2020).

Jumlah pengaduan yang masuk ke LBH Jakarta terkait praktik penyiksaan yangdilakukan oleh kepolisian sepanjang tahun 2013-2016.
Baca juga: Terduga Pengedar Narkoba Meninggal di Batam, Diduga Disiksa Petugas
Kejadian serupa
Pengalaman Alvin itu bukan satu-satunya dan bukan yang pertama. Banyak laporan atas dugaan kekerasan yang dilakukan anggota polisi. Muhammad Andi Rezaldy dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengatakan, pada periode Juli 2019-Juni 2020 tercatat terjadi 921 peristiwa kekerasan yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian. Sebanyak 1.627 orang luka-luka dan 304 orang tewas.
Andi mengatakan, pola kekerasan yang sering terjadi adalah saat proses penangkapan. Dalam konteks hukum, proses penangkapan yang dilakukan polisi seharusnya didahului dengan menunjukkan surat kepada orang yang akan ditangkap dan keluarga orang yang ditangkap.
Berdasarkan aduan yang kerap diterima Kontras, polisi sering kali melakukan di luar konteks hukum dengan berkilah melakukan pengamanan meski yang diamankan belum tentu merasa aman.
Andi mengatakan, kejadian serupa berkali-kali terjadi karena kepolisian tidak baik dalam menangani dugaan kekerasan yang dilakukan anggota polisi. ”Sering kali kepolisian melakukan mekanisme etik. Seharusnya, anggota kepolisian yang melakukan kekerasan diproses secara hukum. Idealnya adalah pidana karena kekerasan adalah tindakan pidana,” ujar Andi, dihubungi dari Balikpapan.
Sementara itu, terkait unjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja, Amnesty International Indonesia mencatat, setidaknya ada 402 korban kekerasan yang dilakukan aparat di 33 provinsi, termasuk di dalamnya jurnalis. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, akuntabilitas dan pengawasan kepolisian yang lemah menjadi dua masalah utama.
Ia menilai, mekanisme akuntabilitas polisi di tingkat internal lembaga tidak memadai. ”Jika pun sempat diefektifkan, biasanya mereka cenderung memakai aturan internal disiplin yang subyektif. Artinya, hanya mengikuti pendapat dari atasan saja dan menghindari rujukan hukum pidana dan HAM,” ujar Usman.