Bukan Menyerah tetapi Ujian agar Lebih Tabah
Pandemi menguji daya lenting pelaku usaha di seantero Nusantara. Di Jawa Barat, pelaku usaha perangkat olahraga ”outdoor” kelas dunia tidak ingin menyerah. Mereka memilih tabah menjalaninya lewat beragam ide.
Pandemi menguji daya lenting pelaku usaha di seantero Nusantara. Di Jawa Barat, pelaku usaha perangkat olahraga outdoor kelas dunia tidak ingin menyerah. Mereka memilih tabah menjalaninya lewat beragam ide.
Tumpukan perahu karet di bengkel CV Air Nusantara di Cipatat, Bandung Barat, jadi saksi kerasnya tamparan pandemi. Sebagian terlihat usang. Pemiliknya, pengelola tempat wisata yang menutup usaha selama pandemi, belum juga mengambilnya. Di sudut lainnya, lima kayak pesanan konsumen asal Jepang juga masih menunggu pintu impor ke sana dibuka lagi.
Proses produksi di tempat itu juga belum sepenuhnya pulih. Setelah lama tenggelam, geliat di bengkel berukuran 4 x 6 meter di sisi Sungai Citarum itu baru belakangan muncul kembali.
Selasa (3/11/2020) siang, Deni (26), salah seorang pekerja, kembali menempa kemampuannya. Tangannya telaten menguliti sisa lem di perahu karet evakuasi banjir milik Brimob Polda Jabar. Matanya awas mencari titik kebocoran untuk selanjutnya dioleskan lem baru.
Bayu Lesmana (30), pendiri Air Nusantara, mengatakan, kali ini adalah yang terberat sejak memulai usaha lima tahun lalu. Rutin mengerjakan 20 perahu karet beragam ukuran per bulan untuk dalam dan luar negeri, kini pesanan tak sampai 50 persen. Perahu karet berkapasitas enam orang dijual Rp 15 juta. Adapun perahu untuk delapan orang dihargai Rp 20 juta.
Akan tetapi, seperti perahu karet yang kenyal menantang arus deras, Bayu dan delapan pekerjanya enggan menyerah. Pandemi dimanfaatkan untuk berkreasi. Produk berbahan PVC dikembangkan menjadi tas (dry bag) hingga aksesori miniatur perahu karet. Sebagian besar dipromosikan lewat media sosial.
Pandemi dimanfaatkan untuk berkreasi. Produk berbahan PVC, dikembangkan menjadi tas (dry bag) hingga aksesori miniatur perahu karet. Sebagian besar dipromosikan lewat media sosial.
Bayu juga memberanikan diri membuka bengkel reparasi perahu karet di Magelang, Jawa Tengah, awal tahun 2020. Aktivitas di sana, kata Bayu, relatif lebih hidup meski pandemi.
Baca juga: Jaga Optimisme Masyarakat
Di sekitar Sungai Elo, Magelang, misalnya, ada 22 operator wisata arung jeram. Setiap operator memiliki 15-25 perahu karet. Tidak hanya untuk pariwisata, pemesanan dari institusi dan relawan kebencanaan pun berdatangan.
Dalam pekan ini saja, Bayu bersama beberapa pekerja memproduksi enam unit perahu karet. Sembilan unit lainnya masuk ke tahap perencanaan. Adapun 32 unit masih menunggu persetujuan pelanggan. ”Pandemi ini mengajarkan banyak pelajaran. Harus banyak ide apabila ingin terus bertahan,” katanya.
Baca juga: Operator Wisata Bersiap
Kembali ekspor
Keahlian Toni Ruhimat (48), pembuat pelampung penyelamat, juga diuji. Produksi Annapurna, merek pelampungnya, sempat vakum. Pesanan produk dan omzetnya turun hingga 70 persen. Sebelumnya, dia bisa membuat 100-150 buah per bulan. Pandemi hanya menyisakan ruang pembuatan 50 buah per bulan.
Sepi produksi, Toni tak berdiam diri. Dia kembali beraksi dalam kegiatan olahraga air bersama berbagai komunitas. Dia juga ikut memberikan pelatihan water rescue untuk komunitas dan relawan. Pengenalkan berbagai fungsi dan jenis pelampung ikut disampaikan.
Tanpa disadari, kegiatan sosial itu ikut mengangkat Annapurna. Gerak cepatnya di media sosial turut menjadi kunci memperkuat pemasaran dalam dan luar negeri. Seluruh pelampung buatan Toni berstandar internasional. Sejumlah atlet sudah menggunakannya untuk kompetisi olahraga air di berbagai belahan dunia.
Gerak cepatnya di media sosial turut menjadi kunci memperkuat pemasaran dalam dan luar negeri.
Sejauh ini, buahnya manis. Ketika tempat wisata mulai buka, dia mulai kebanjiran pesanan. Bulan Agustus, misalnya, pesanan mencapai 315 pelampung. Harganya Rp 85.000-Rp 550.000 per buah. Dibukanya pengiriman ekspor ke Malaysia memberi angin segar. Ada lima set perlengkapan alat olahraga air dikirim ke sana. Tahun depan, Tony berencana ekspor ke Jepang.
”Saat ini, tinggal dua penjahit dari semula enam orang yang bekerja. Karena produksi mulai berjalan, semuanya akan kembali ke bengkel awal Desember ini. Pandemi jangan membuat patah semangat. Tetap setia dengan kehalian kita adalah modal kuat untuk bertahan,” katanya.
Geliat usaha mikro kecil menengah (UMKM) memang diandalkan Jabar untuk bangkit kembali memulihkan ekonomi. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Jabar pada kuartal II minus 5,98 persen. Kontraksi tersebut lebih dalam dari pertumbuhan ekonomi nasional minus 5,32 persen. Pertumbuhan ekonomi diyakini membaik pada kuartal III, meski masih negatif.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, UMKM bakal terus dioptimalkan karena berdampak massal. Ia mengimbau masyarakat berbelanja produk UMKM untuk menggerakkan roda ekonomi warga tingkat menengah ke bawah.
”Jika produk UMKM tidak dibeli, mereka akan kesulitan dan akhirnya meminta bantuan sosial. Dengan membeli produk UMKM, mereka bisa menggerakkan perekonomian warga di sekitarnya,” ujarnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jabar Herawanto juga menyampaikan, sejumlah indikator perbaikan perekonomian. Dari proporsi pendapatan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi, misalnya, meningkat dari 60,4 persen di triwulan II menjadi 67 persen di triwulan III.
Indeks penjualan riil naik dari 203,2 (triwulan II) menjadi 207,5 (triwulan III). Sementara kredit investasi juga tumbuh dari 9,2 persen menjadi 10,7 persen. ”Ekspor tesktil, produk tesktil, otomotif, dan elektronik ke Amerika Serikat dan negara-negara Asia Tenggara juga meningkat. Ini sinyal positif perbaikan ekonomi,” ujarnya.
Keahlian bersama
Akan tetapi, para pelaku usaha juga tidak ingin terus bergantung pada pemerintah. Pendiri Abalaba, Rahim Asyik Budi Pramono (52), misalnya, mulai menyipakan langkah baru agar tetap tangguh diterpa pandemi.
Berdiri sejak tahun 2000, Abalaba adalah perusahaan pertama di Asia yang memproduksi papan panjat terbuat dari fiberglass dan resin panel olahraga dan kejuaraan panjat dinding. Dari Kota Bandung, Abalaba meramaikan persaingan papan panjat dunia bersama Entre-Prises (Perancis) dan Walltopia (Bulgaria).
Rahim mengatakan, pandemi ikut menampar Abalaba. Pesanan papan panjat seharga Rp 400 juta-Rp 3 miliar sudah lama tidak datang. Gantinya, sedikit permintaan papan panjat rumahan kurang dari Rp 7,5 juta-Rp 15 juta per unit. Ragam upaya pun dilakukan untuk menyiasati keadaan. Sebanyak 16 pekerja membuat alat penyanitasi, menerapkan sistem giliran kerja. hingga menghentikan sementara proses produksi.
”Sejauh ini, belum ada pekerja yang diberhentikan. Sulit. Usaha ini berawal dari komunitas dan pertemanan,” kata Rahim.
Modal pertemanan yang dibangun bakal jadi modal besar menyelamatkan produksi
Akan tetapi, seiring waktu, Rahim justru mendapat pelajaran penting dari pandemi. Modal pertemanan yang dibangun bakal jadi bekal besar menyelamatkan produksi.
Rahim mengatakan, di Abalaba, ilmu pembuatan papan panjat biasa dibeberkan pada semua pekerja. Hal itu membuat kemampuan mereka setara. Bahkan, setiap pekerjanya punya spesialisasi berbeda, mulai dari ahli membuat papan, pijakan, desain, hingga detail lainnya.
Dengan bekal ini, Rahim berencana mengembangkan unit bisnis kecil yang mandiri, awal tahun depan. Peluangnya tetap besar selama ada kejuaraan nasional hingga internasional. Namun, pandemi membuat model bisnis ini butuh penyegaran.
Kata dia, pandemi memperlihatkan beban dan risiko besar produksi terpusat seperti sekarang. Beban tingginya sewa tempat, keterbatasan promosi, hingga tingginya upah, terasa mencekik di tengah pendapatan yang merosot.
”Nanti, setiap bagian papan dikerjakan di rumah masing-masing. Setiap pekerja jadi bos untuk keahliannya masing-masing. Seperti puzzle semua tinggal dirangkai jadi satu bagian. Bila tidak bisa sendirian, semua harus ditanggung bersama,” katanya.
Pandemi jelas tak pandang bulu. Para penggiat olahraga ekstrim pun ditampar dibuat sempoyongan. Namun, jalan masih panjang. Selalu ada peluang untuk mereka yang enggan menyerah begitu saja.
Baca juga: Rahim Asyik Budhi Santoso Punya Banyak Cinta Untuk Citarum