Sumatera Selatan bersiaga menghadapi bencana hidrometeorologi. Hal ini karena sebagian besar wilayah di Sumsel sudah memasuki musim hujan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sumatera Selatan bersiaga menghadapi bencana hidrometeorologi. Hal ini karena sebagian besar wilayah di provinsi itu sudah memasuki musim hujan. Apalagi, puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Desember 2020 hingga Maret 2021.
Hal ini disampaikan Gubenur Sumatera Selatan Herman Deru saat memimpin Apel Kesiapsiagaan Terpadu dalam Rangka Antisipasi Bencana Alam di Sumsel, di Palembang, Senin (9/11/2020). Herman menuturkan, kondisi geografis Sumsel yang beragam membuat potensi bencana alam sangat besar terjadi. Untuk di dataran tinggi, seperti Pagar Alam, Lahat, Muara Enim, dan Ogan Komering Ulu Selatan, berpotensi banjir bandang dan longsor.
Sementara di bagian timur Sumatera Selatan yang didominasi dataran rendah, seperti Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Palembang, dan Ogan Ilir, berpotensi banjir dan angin puting beliung, terutama di hamparan terbuka. ”Karena tingginya potensi bencana itu, seluruh instansi terkait harus tetap waspada,” ucapnya.
Risiko bencana kian besar karena telah terdegradasinya alam yang disebabkan kerusakan hutan, aktivitas pertambangan, dan budaya warga yang membuang sampah sembarangan. Salah satu bencana akibat degradasi itu pun sudah terjadi, terakhir ketika banjir bandang dan tanah longsor menimpa pertambangan batubara ilegal di Muara Enim. ”Bahkan, 11 orang harus meregang nyawa akibat tertimbun longsor,” ujarnya.
Karena itu, Herman menegaskan agar semua pihak bersiap dalam segala hal, baik dari segi sarana dan prasarana maupun kesiapan personel. Dia tidak mau mendengar alasan yang memperlambat penanganan bencana, seperti tidak ada laporan atau bukan tanggung jawab instasi tersebut. ”Siapa yang terdekat, maka dia yang harus bertindak cepat karena kalau ada yang terlambat, nyawa masyarakat bisa terancam,” kata Herman.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori menuturkan, sepanjang tahun 2020, tercatat terjadi 149 kali bencana. Dari jumlah tersebut, 66 kejadian merupakan bencana hidrometeorologi yang terdiri dari 39 kali banjir, 11 kali bencana puting beliung, dan 16 kali peristiwa longsor.
Akibat kejadian tersebut, ungkap Ansori, sebanyak 9.322 rumah terendam, 28 unit jembatan putus, 281 hektar kebun terendam, 5.319 hektar sawah terendam, dan jalan longsor atau putus mencapai 115 meter. ”Akibat bencana ini, sebanyak 15.733 kepala keluarga atau 19.507 terdampak,” ungkapnya.
Kepala Stasiun Meteorologi Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Desindra Deddy Kurniawan, menuturkan pada dasarian II Oktober 2020, sekitar 80 persen wilayah di Sumsel sudah memasuki musim hujan. Musim hujan kali ini perlu diwaspadai karena disokong fenomena La Nina yang menyebabkan curah hujan meningkat 20-40 persen dari intensitas hujan rata-rata. ”Fenomena La Nina diperkirakan terjadi hingga akhir tahun ini,” ujarnya.
Sebenarnya, Desindra menerangkan, wilayah Sumatera Selatan tidak terkena dampak langsung dari La Nina. Namun, karena adanya konvergensi dari siklon tropis di bagian utara, terutama di Laut China Selatan, membuat curah hujan meningkat. ”Risiko curah hujan tinggi ada di daerah bagian tengah dan timur Indonesia,” kata Desindra.
Jika dibandingkan dengan tahun 2019, lanjut Desindra, musim hujan tahun ini jauh lebih lebat. ”Musim hujan lalu curah hujannya sangat rendah, cenderung kering, sementara tahun ini cukup lebat,” ucapnya.
Selain hujan lebat yang terjadi pada periode Desember-Maret mendatang, lanjut Desindra, warga Sumsel juga diminta mewaspadai ancaman angin kencang, petir, dan puting beliung pada masa peralihan musim ini. ”Karena itu, instansi terkait diharapkan melakukan tindakan pencegahan seperti menertibkan tanaman atau baliho yang terlihat sudah tidak kokoh lagi,” ujarnya.